Bab I pendahuluan latar Belakang



Yüklə 58,59 Kb.
tarix31.10.2018
ölçüsü58,59 Kb.
#77402

BAB I

PENDAHULUAN



    1. Latar Belakang

Komunikasi merupakan suatu proses yang sangat mendasar dan vital dalam kehidupan manusia. Komunikasi terjadi pada saat seseorang menyampaikan pesan dalam bentuk lambang lambang tertentu, dan diterima oleh pihak lain yang menjadi sasarannya. Dalam berkomunikasi, orang menyatakan pikiran maupun perasaannya. Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini, dan lain-lainnya yang muncul dari dirinya. Sedangkan perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, dan lain sebagainya yang timbul dari hatinya yang paling dalam.

Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yaitu proses primer dan proses sekunder. Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan (simbol) sebagai media. Lambang yang digunakan adalah bahasa, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu menterjemahkan pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan, baik bentuk ide, informasi atau opini, baik mengenai hal yang konkrit maupun yang abstrak.

Sedangkan yang dimaksud dengan proses sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana media sebagai kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Contoh media kedua adalah surat, telepon, Surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan masih banyak lagi.

Bahasa, paling banyak digunakan dalam berkomunikasi karena bahasa sebagai lambang mampu mangeluarkan ide, pendapat, dan sebagainya, baik mengenai hal yang abstrak maupun yang konkrit. Karena itulah kebanyakan media merupakan alat atau sarana yang diciptakan untuk meneruskan pesan-pesan komunikasi dengan bahasa.

Munculnya film pada awal era tahun1900-an menarik perhatian publik pada saat itu. Kelebihan film ada pada gambar hidup yang bergerak-gerak mendekati kenyataan, hal tersebut menjadikan film sebagai salah satu media yang populer. Dengan kemajuan teknologi, perkembangan gambar yang bergerak-gerak tersebut berubah kedalam penyempurnaan dengan penambahan suara.

Membuat film adalah suatu kerja kolaboratif dan seni yang dinamis. Sebuah film dihasilkan oleh berbagai macam variabel yang saling mendukung. Dalam kalimat seorang Ernest Lindgren, “Produksi film yang normal membutuhkan kooperasi banyak ahli dan teknisi, yang bekerja sama dalam satu tim, sebagai satu unit produksi.

Indonesia adalah salah satu dari negara berkembang yang ada didunia ini Dalam bidang perfilmannya. Didalam perjalanannya ternyata belum seperti yang diharapkan, karena nampak sekali beberapa film terdapat peniruan-peniruan terutama terdapat pada film-film yang sukses dalam pasaran. Kemudian dengan sengaja dibuat persamaannya oleh para filmmaker di Indonesia.

Keadaan ini bisa dijelaskan karena hampir tidak ada pengaruhnya pada masyrakat Indonesia. Sesungguhnya film yang baik adalah film yang mampu mempenggaruhi masyarakat dalam kondisi apapun. Film Haji Backpacker ini sangat jelas sekali menggambarkan tentang bagaimana seorang manusia bisa keluar dari segala macam cobaan yang dideritanya, sehingga ia mampu keluar dari cobaannya dengan berbagai macam masalah yang terjadi pada dirinya dan menemukan jalan yang lurus kepada tuhannya.

Berikut kilasan synopsis film, “Cintanya yang kandas membuat Mada (Abimana Aryasatya), pria berusia 27 tahun itu, meluapkan kemarahannya pada Tuhan. Ia marah karena merasa Tuhan telah mengabaikan doa sekaligus harapannya untuk bersatu bersama Sophia (Dewi Sandra), dalam ikatan pernikahan.

Hatinya hancur. Pernikahan di depan mata terpaksa dibatalkan. Ia tak sanggup menanggung malu di hadapan penghulu dan tamu undangan, setelah mengetahui Sophia kabur menjelang acara ijab kabul. Ia merasa Tuhan mempermainkannya. Iman dan keyakinannya goncang”.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang film ini ke dalam bentuk skripsi berjudul :

NILAI-NILAI AGAMA PADA FILM HAJI BACKPACKER (ANALISIS SEMIOTIKA NILAI NILAI AGAMA PADA FILM HAJI BACKPACKER)”


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pokok-pokok pemikiran pada pemaparan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:



  1. Bagaimana penanda dan petanda nilai - nilai agama dalam simbol-simbol yang digunakan di dalam film Haji Backpacker ?

  2. Bagaimana pesan yang ingin disampaikan film Haji Backpacker kepada penontonnya ?


1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

  1. Untuk mengetahui bagaimana simbol simbol digunakan sebagai sarana penggambaran nilai nilai agama dalam film Haji Backpacker.

  2. Untuk mengetahui pesan apa yang ingin disampaikan film Haji Backpacker kepada penontonnya.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis



  1. Memberi gambaran bagaimana nilai agama dalam film Haji Backpacker digambarkan untuk tontonan masyarakat.

  2. Memperkaya wawasan tentang persoalan nilai nilai agama di masyarakat.

  3. Menjadi landasan dan gambaran penelitian bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian tentang semiotika film.

1.4.2 Kegunaan Praktis

  1. Memberi wacana baru tentang pentingnya wacan kritik, saran dan pesan dalam sebuah karya film bagi dunia perfilman indonesia.

  2. Bagi sinemas muda indonesia dapat membuat karya yang berkualitas, bermanfaat, tanpa menyinggung satu kelompok manapun.


1.5 Kerangka Pemikiran

1.5.1 Semiotika

Kajian semiotika sampai sekarang telah membedakan dua jenis semiotika, yakni semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi. Semiotika komunikasi menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satu diantaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu pengirim, penerima kode ( sistem kerja ), pesan, saluran komunikasi, dan acuan ( hal yang dibicarakan ) ( Jakobson, 1963, dalam Hoed, 2001 : 140 ). Semiotika signifikasi memberikan tekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu.

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang dipakai dalam upaya berusaha mencari jalan di kehidupan ini, di tengah-tengah manusia dan bersama dengan manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan ( humanity ) memaknai hal-hal ( things ). Memaknai ( to signify ) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan ( to communicate ). Memaknai berarti bahwa obyek-obyek 7

tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana obyek-obyek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem berstruktur dari tanda ( Barthes, 1988:179)

Istilah semiotika secara etimologis berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “ tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvesi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat mewakili sesuatu yang lain. Dan secara terminologis, semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas obyek-obyek, peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda ( Eco, 1979 dalam Sobur, 2001 ).

Semiotika sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut “tanda” dengan demikian semiotika mempelajari hakekat tentang keberadaan tanda, baik itu dikonstruksikan oleh simbol dan kata-kata yang digunakan dalam konteks sosial ( Sobur, 2003:87 ). Semiotika dipakai sebagai pendekatan untuk menganalisa suatu baik itu berupa teks gambar ataupun symbol di dalam media cetak ataupun elektronik. Dengan asumsi media itu sendiri dikomunikasikan dengan simbol dan kata.

Interprestasi terhadap sesuatu hal yang ada dalam suatu realitas kehidupan yang didalamnya terdapat simbol – simbol atau tanda, kemudian akan di apresiasikan dan dikonstruksikan ke dalam suatu media pesan bisa berupa teks, gambar ataupun film. Dalam mempersepsikan realitas di dunia akan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman seseorang, hal tersebut nantinya akan banyak menentukan hasil interprestasi terhadap suatu hal.

Analisis semiotika modern dikembangkan oleh Ferdinand De Saussure, ahli linguistik dari benua Eropa dan Charles Sanders Pierce, seorang filosof asal benua Amerika. Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya semiologi yang membagi tanda menjadi dua komponen yaitu penanda ( signifier ) yang terletak pada tingkatan ungkapan dan mempunyai wujud atau merupakan bagian fisik seperti huruf, kata, gambar, dan bunyi dan komponen yang lain adalah petanda ( signified ) yang terletak dalam tingkatan isi atau gagasan dari apa yang diungkapkan, serta sarannya bahwa hubungan kedua komponen ini adalah sewenang-wenang yang merupakan hal penting dalam perkembangan semiotik. Sedangkan bagi pierce, lebih memfokuskan diri pada tiga aspek tanda yaitu dimensi ikon, indeks dan simbol ( Berger, 2000:3-4 ).

Semiotika merupakan ilmu yang membahas tentang tanda. Terbentuk dari sistem tanda yang terdiri dari penanda dan petanda. Meskipun bahasa adalah bentuk yang paling mencolok dari produksi tanda manusia, diseluruh dunia sosial kita juga didasari oleh pesan-pesan visual yang sama baiknya dengan tanda linguistik, atau bahkan bersifat eksklusif visual.

Hal-hal yang memiliki arti simbolis tak terhitung jumlahnya dalam sebuah film. Kebanyakan film memberikan setting arti simbolik yang penting sekali. Dalam setiap bentuk cerita sebuah simbol adalah sesuatu yang konkret yang mewakili atau melambangkan. Penelitian ini mencoba membahas bagian dalam tiap gambar dan simbol yang dimunculkan dalam film Haji Backpacker. Karena menurut peneliti dalam tiap gambar atau tulisan yang ada sangat menonjolkan nilai – nilai agama.



1.5.2 Model Semiotika Roland Barthes

Kehadiran Roland Barthes ahli semiotika melengkapi teori Saussure dengan membuat sebuah model sistematis dalam menganalisa makna dari tanda-tanda. Teori Barthes, bertolak dari Saussure, mengggunakan dua tinggkatan makna yaitu,



  1. tingkat pertama disebut denotasi. Denotasi ini merupakan makna yang paling nyata dari tanda, makna sebenarnya hadir dan mudah dikenali.

  2. tinggkat kedua disebut konotasi. Konotasi memiliki makna yang tersembunyi dibalik denotasi, makna lain muncul sesuai dengan kondisi.

Signifikasi tahap pertama merupakan hubungan signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Pada tahap ini Barthes menyebutkan bahwa denotasi adalah makna yang bisa dilihat secara objektif dan makna yang mudah dikenali. Sedangkan signifikasi tahap kedua disebut konotasi, yang menggambarkan bentuk dari khalayak serta nilai-nilai kebudayaan. Pada Signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth).

Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek atau gejala alam. Barthes mendefinisikan mitos sebagai a type of speech, yaitu cara berbicara tentang suatu hal. Mitos dipakai untuk mendistorsi makna dari sistem semiotik tinggkat pertama sehingga makna itu tidak lagi menunjuk pada realitas yang sebenarnya. Fungsi ini dijalankan dengan mendeformasi forma dengan konsep. Akan tetapi distorsi atau deformasi ini terjadi sedemikian rupa sehingga pembaca mitos tidak menyadarinya. Akibatnya lewat mitos-mitos itu akan lahir berbagai stereotipe tentang sesuatu hal atau masalah. Sebagai system semiotik tinggkat dua, mitos mengambil secara semiotik tingkat pertama sebagai landasannya. Jadi, mitos adalah sejenis sistem ganda dalam sistem semiotik yang terdiri dari sistem linguistik dan sistem semiotik.

Mitos selalu bersifat histories, pengalaman atau pengetahuan sejarah maenjadi faktor kunci untuk menangkap form dari sebuah mitos, jadi pertama-tama yang historis adalah konsepnya. Dilihat dari proses signifikasi, mitos berarti menaturalisasikan konsep (maksud) yang historis.

Gambar 1.1

Signifikasi Dua Tahap Barthes

First Order Second Order


Reality Sings Culture

Conotation




Denotation



Signifier
Signified

From

Myth

Content

Sumber : Alex Sobur, 2002 ; 124

Melalui gambar di atas, Brthes, seperti dikutip Fiske, menjelaskan signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interasksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai – nilai dari kebudayaannya. Pada signifikasi tahap kedua yang berkaitan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos.




  1. Makna Denotasi

Makna denotasi adalah makna awal dari sebuah tanda, teks, dan sebagainya. Makna ini tidak bisa dipastikan dengan tepat, karena makna denotasi merupakan generalisasi. Dalam terminologi Barthes, denotasi adalah sistem signifikansi tahap pertama.

  1. Makna Konotasi

Makna yang memiliki sejarah budaya dibelakangnya yaitu ia hanya bisa dipahami dalam kaitannya dengan signifikansi tertentu. Konotasi adalah mode operatif dalam pembentukan dan penyandian teks kreatif seperti puisi, novel, komposisi musik, dan karya karya seni.

  1. Mitos

Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebut dengan ‘mitos’, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu, jadi mitos memiliki tugasnya untuk memberikan sebuah justifikasi ilmiah kepada kehendak sejarah dan membuat kemungkinan tanpak abadi.

Semiotika Roland Bartes terdiri atas dua tingkat-tingkatan sistem bahasa. Bahasa tingkat pertama adalah bahasa sebagai objek dan bahasa tingkat kedua sebagai metabahasa. Bahasa ini merupakan suatu sistem tanda yang membuat penanda atau petanda tingkat satu sebagai penanda baru yang lemudian memiliki petanda itu sendiri dalam suatu sistem tanda baru pada taraf yang lebih tinggi. Focus kajian Bartes terletak pada sistem kedua metabahasa.

Perlu dikemukakan bahwa penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model yang disarankan oleh Roland Barthes. Menurut Barthes, sebuah teks merupakan konstruksi belaka yang pemberian maknanya dapat dilakukan dengan merekonstruksi dari tanda-tanda yang ada dalam sebuah teks tersebut.

Fokus atau studi utama pendekatan semiotik adalah teks. Teks dalam hal ini diartikan secara luas, bukan hanya teks tertulis saja, tetapi juga meliputi segala sesuatu yang mempunyai sistem tanda tersebut dapat dianggap sebagai teks. Tanda dapat berupa gerakan anggota badan, gerakan bola mata, gerakan mulut, bentuk tulisan, warna, bentuk dan potongan rumah, pakaiyan, karya seni seperti film, patung, drama, musik dan sebagainya yang berada disekitar kita.

Perlu diketahui, pada penelitian Semiotika tidak akan membuat sebuah hipotesis. Namun demikian ada beberapa asumsi dasar dari Donald Fry dan Virginia Fry telah mengaplikasikan ide-ide teori semiotika pada studi media. Mereka menemukan tiga dalil utama, yaitu :

1. Pesan media dapat menimbulkan banyak makna, sehingga teks dapat

dimengerti dengan cara bervariasi.

2. Pesan media mendapatkan maknanya melalui asosiasi yang dibuat audience, bahwa komunikasi dimungkinkan dengan konsesus-konsesus makna.

3. Media pesan dipengaruhi oleh hal-hal yang terjadi diluar makna itu sendiri. Tanda-tanda digunakan dalam teks untuk memainkan peran guna membentuk makna, tetapi banyak unsur non-tekstual turut mempengaruhi.

Penerapan analisa semiotika secara pasti akan membuka peluang untuk

menyingkap lebih banyak makna dalam pesan yang disampaikan secara keseluruhan, dari pada yang mungkin akan dilakukan dengan hanya mengikuti kaidah bahasa atau pedoman dari makna kamus dan dari tanda-tanda yang terpisah. Cara ini lebih efektif diterapkan pada teks yang berasal dari suatu sistem tanda (misalnya kesan visual atau bunyi) yang tidak ada tata bahasanya dan tidak dapat dijumpai maknanya dalam kamus.

Untuk memahami suatu makna dari tanda-tanda dalam film dibutuhkan suatu pengetahuan yang cukup mendalam untuk mengetahui makna apa yang terkandung dalam bahasa simbol tersebut. Dengan kata lain semiotika memerlukan tingkat pemikiran yang lebih serius untuk memahaminya.

Penelitian ini terfokus untuk mengungkap pesan-pesan Agama yang ada dalam film Haji Backpacker. Terdapat beberapa istilah penting dalam penelitian ini, yaitu :

a) Film


Film dibangun oleh gambar-gambar. Gambar ini mempunyai ilusi yang kuat sekali terhadap penontonnya, bahwa apa yang diproyeksasikan pada layar sungguh – sungguh kenyataan. Ini disebabkan karena gambar-gambar ini berbeda dengan gambar seni lukis misalnya, tapi merupakan gambar-gambar mekanis (dibuat oleh dan dengan mekanik : kamera foto, kamera film). Gambar atau imaji itu sangat menyerupai kenyataan.

Film merupakan kerja kolaboratif dari sejumlah keahlian tenaga kreatifnya

yang harus menghasilkan suatu keutuhan, saling mendukung, dan isi mengisiatau saling melengkapi. Perpaduan yang baik dari sejumlah keahlian ini dapat menghasilkan sebuah film yang baik pula. Banyak unsur yang terdapat dalam proses pembuat suatu film. Antara lain, sutradara, penulis scenario, penata fotografi, penata suara, penata musik, penata artistik, aktor/aktris, kameramen dan berakhir melalui penyunting gambar atau lebih dikenal sebagai editor.

Seluruh unsur dari pembuatan film tersebut, memiliki peranan yang sangat

penting untuk menampilkan suatu cerita kepada penontonnya. Apabila salah satu unsur dari film tersebut mengalami gangguan, maka isi cerita film tersebut juga mengalami gangguan. Oleh sebab itu perlu kerja yang sangat kompak dan kooperatif dari unsurunsur tersebut, guna menciptakan suatu karya film yang baik. Dengan kata lain film juga merupakan sebuah karya seni yang memiliki proses cukup panjang untuk menikmati hasilnya.

b) Kerangka pemikiran

Film merupakan suatu bentuk komunikasi antara pembuat film dan khalayaknya. Dan dalam proses komunikasi yang terjadi terdapat pesan yang ingin disampaikan. Pesan-pesan itu berupa tanda-tanda yang nantinya akan diterjemahkan oleh penonton. Dalam sebuah film, pesan-pesan itu terangkum dalam jalinan scene-scene yang di dalamnya memuat audio visual image, sound/musik, dialog yang diucapkan dan sebagainya. Itulah yang dimaksud tanda-tanda atau “teks” dalam film.

Dalam pemaknaan itu bersifat subyektif, maksudnya berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti namun berdasarkan referensi yang jelas, selain itu juga disesuaikan dengan konteksnya. Sehingga tanda-tanda dalam film tersebut dapat dimaknai.




Gambar 1.2

Bagan Kerangka Pemikiran Film Haji Backpaker


Landasan Teori

Analisis Semiotika Film Haji Backpaker






Model

Analisis Semiotika

Roland Barthes




Petanda (Signified)

Penanda (Signifier)


Nilai-Nilai Agama

Sumber: Hasil Modifikasi Penulis dan Pembimbing (2015)


Yüklə 58,59 Kb.

Dostları ilə paylaş:




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©genderi.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

    Ana səhifə