Bab I pendahuluan latar Belakang



Yüklə 83,38 Kb.
tarix22.11.2017
ölçüsü83,38 Kb.
#11441

BAB I

PENDAHULUAN


  1. Latar Belakang

Dalam dunia kebahasaan kita mempelajari beberapa macam ilmu yang sangat penting. Dari beberapa cabang ilmu tersebut kita mengenal dengan salahcabang ilmu yang disebut sintaksis. Secara etimologi, sintaksis berasal dari bahasa Yunani yaitu Sun “dengan” dan tattein “bersama-sama, menempatkan”. Dari kata yang telah disebutkan, maka kita dapat mengambil suatu pengertian tentang sintaksis yaitu suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang penempatan secara bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat dan kelompok-kelompok kata menjadi kalimat atau dengan kata lain sintaksis adalah suatu cabang ilmu dalam kebahasaan yang mempelajari tentang bagaimana menyusun suatu kelompok kata menjadi kalimat. Salah satu kajian sintaksis yaitu kalimat yang merupakan alat interaksi dan kelengkapan pesan atau isi yang akan disampaikan, didefinisikan sebagai susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Sedangkan dalam kaitannya dengan satuan-satuan sintaksis yang lebih kecil (kata, frase, dan klausa), kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final. Kalimat juga merupakan satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung satu pengertian dan mempunyai pola intonasi akhir serta bagian ujaran yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan, serta memiliki fungsi-fungsi gramatikal.


  1. Rumusan Masalah

  1. Apa yang disebut sintaksis itu ?

  2. Apa yang merupakan bagian-bagian dari sintaksis ?

  3. Apa arti kalimat, klausa, dan frase ?




  1. Tujuan

  1. Pembaca dapat mengetahui apa itu pengertian dari sintasis

  2. Pembaca mampu menyebutkan bagian-bagian dari sintaksis

  3. Pembaca mampu menjelaskan kalimat, klausa, dan frase




  1. Manfaat

  1. Menambah wawasan mahasiswa tentang pengertian sintaksis

  2. Menambah pengetahuan pembaca tentang bagian-bagian dari sintaksis

  3. Menambah pengetahuan pembaca tentang kalimat, klausa, dan frase


BAB II

KAJIAN TEORITIS


  1. Sintaksis

Banyak ahli yang telah mengemukakan penjelasan ataupun batasan sintaksis. Ada yang mengatakan bahwa “ sintaksis adalah telaah mengenai pola-pola yang dipergunakan sebagai sarana untuk menggabungkan kata menjadi kalimat”(Stryker, 1969 : 21). Ada pula yang menekankan bahwa “analisis mengenai konstruksi-konstruksi yang hanya mengikutsertakan bentuk-bentuk bebas disebut sintaksis” (Bloch and Trager , 1942 : 71), dan ada lagi yang mengatakan bahwa “sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang membicarakan struktur frase dan kalimat” (Ramlan , 1976:57)

Kata sintaksis berasaldari kata Yunani (sun = ‘dengan’ + tattein ‘menempatkan’. Jadi kata sintaksis secara etimologis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. Sintaksis adalah tata bahasa yang membahas hubungan antarkata dalam tuturan. Sama halnya dengan morfologi, akan tetapi morfologi menyangkut struktur gramatikal di dalam kata.Unsur bahasa yang termasuk di dalam sintaksis adalah frase, kalusa,dan kalimat. Tuturan dalam hal ini menyangkut apa yang dituturkan orang dalam bentuk kalimat.

Ramlan (1981:1) mengatakan: “Sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase .

Berdasarkan keterangan-keterangan dan batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa “sintaksis adalah salah satu cabang tata bahasa yang menelaah struktur-struktur kalimat, klausa dan frase.”

Sintaksis Istilah sintaksis secara langsung terambil dari bahasa Belanda syntaxsis. Dalam bahasa inggris digunakan istilah syntax. Sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase.

Contoh (1) Seorang pelajar sedang belajar di perpustakaan. Kalimat diatas terdiri dari satu klausa yang terdiri dari S. ialah seorang pelajar. P, ialah sedang belajar. Dan KET ialah di perpustakaan. Tiap – tiap fungsi dalam klausa itu terdiri dari satuan yang disebut frase. Ialah seorang pelajar, sedang belajar dan di perpustakaan. Yang masing masing terdiri dari dua kata. Ialah seorang dan pelajar yang membentuk frase sedang belajar, dan di serta perpustakaan yang membentuk frase di perpustakaan. Pembicaraan tentang kalimat, klausa, frase frase, dan juga pembicaraan tentang hubungan antara kalimat (1) di atas dengan kalimat kalimat sebelumnya dan sesudahnya pada tataran wacana itu termasuk dalam bidang sintaksis, sedangkan pembicaraan tentang kata seorang yang terdiri dari dua morfem, yaitu morfem se- dan orang. Tentang kata pelajar yang terdiri dari dua morfem yaitu morfem per- dan ajar. Tentang kata belajar yang terdiri dari dua morfem ber- dan ajar. Tentang kata di yang terdiri dari satu morfem. Dan tentang kata perpustakaan yang terdiri dari dua morfem, yaitu morfem per-an dan pustaka termasuk bidang morfologi.

Inti pembahasan berpusat pada kalimat, klausa , dan frase.


  1. Kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif dpat berdiri sendiri, yang mempunyai pola intonasi akhir dan yang mempunyai klausa (Cook, 1971:39-40;Elson dan Pickett, 1969:82).

Suatu tutur yang disertai oleh ciri-ciri prosodi yang menunjukan bahwa tutur itu telah berakhir dan tutur itu merupakan sebuah konstruksi ketatabahasaan yang maksimal disebut kalimat.

Ciri utama kalimat yaitu


  • Satuan bahasa

  • Secara relatif dapat berdiri sendiri

  • Mempunyai pola intonasi akhir

  • Terdiri dari klausa

Sebagai seorang tokoh pencetus gagasan dasar kalimat, L Bloom field pun melanjutkan pembicaraannya dan membedakan dua tipe kalimat yang utama. Ia membedakan:

  1. Full sentences dengan pola (masih cara lama) actor-action phrase. Apa yang Beliau maksudkan dengan “full sentences” dapat kita tangkap. Dan dengan dasar ini pula kami akan menganalisa kalimat, tetapi dengan pengertian struktural kelas kata sebagai pedoman.

  2. Minor sentences L, Bloomfield secara negatif mencirikan minor sentences sebagai ucapan : “A sentences which does not consist of a favorite sentence from is a minor sentence” (Language , hal. 171 dan 178). Apa yang di maksudkan dengan favorite sentences type sama dengan full sentence.

Dengan mengaitkan peran kalimat sebagai alat interaksi dan kelengkapan pesan atau isi yang akan disampaikan, kalimat didefinisikan sebagai “ Susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap ”. Sedangkan dalam kaitannya dengan satuan-satuan sintaksis yang lebih kecil (kata, frase, dan klausa) bahwa kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final.

Sehingga disimpulkan, bahwa yang penting atau yang menjadi dasar kalimat adalah konstituen dasar dan intonasi final, sedangkan konjungsi hanya ada kalau diperlukan. Intonasi final yang ada yang memberi ciri kalimat ada tiga, yaitu intonasi deklaratif, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda titik; intonasi interogatif, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda tanya; dan intonasi seru, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda seru.


Macam-macam kalimat , diantaranya

  • Kalimat majemuk

  • Kalimat langsung dan tidak langsung

  • Kaimat inti dan kalimat non inti

  • Kalimat major dan kalimat minor

  • Kalimat Verbal dan Kalimat non-Verbal

  • Kalimat bebas dan kalimat terikat

  • Kalimat majemuk

Sebagai batasan pengertian kalimat majemuk dapat di katakana bahwa: kalimat majemuk adalah  kalimat-kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih.

Batasan ini diturunkan sebagai hasil dari tinjauan secara statis, melihat apa yang di hadapi sekarang atau melihat hasil yang sudah jadi. Tetapi dapat pula melihat dari segi yang lebih dinamis yaitu dari sejarah terbentukanya kalimat tersebut. Selain itu dapat pula melihat bahwa dua pola kalimat yang terkandung dalam sebuah kalimat majemuk itu terjadi karena menggabungkan dua macam pola kalimat atau lebih menjadi satu kalimat; atau dapat terjadi bahwa menghadapi satu pola kalimat, tetapi dengan mempergunakan tehnik perluasan, akhirnya mendapatdua pola kalimat atau lebih dalam kaliamat perluasan tadi.


Dengan bertolak dari uraian di atas dapat menurunkan batasan-batasan yang lain untuk kalimat majemuk sebagai berikut :

1.      Kalimat majemuk adalah kalimat tunggal yang bagian-bagian di perluas sedemikian rupa, sehingga perluasan itu membentuk satu atau lebih pola kalimat yang baru di samping pola yang sudah ada.



Contoh:

Anak itu menendang bola

Anak, yang kau sebut kemarin itu, menendang bola.

2.      Kalimat majemuk adalah penggabungan dari dua kalimat tunggal atau lebih , sehingga kaliamt yang baru ini mengandung dua pola kalimat atau lebih.



Contoh:

Ayah menulis surat

Adik berdiri di sampingnya

Ayah menulis surat, sambil adik berdiri di sampingnya

Kedua macam batasan terakhir ini hanya melihat sejarah pembentukanya. Dalam kenyataanya dapat langsung menghadapi suatu kalimat yang mendukung suatu rangkaian tanggapan, tanpa memikirkan proses terjadinya.proses pembentukanya boleh dipergunakan sebagai penjelasan analisa tentang bagaimana terbentuknya kaliamt majemuk, tetapi bukan mencakup seluruh sifat kalimat-kalimat itu.

Macam-macam kalimat majemuk

Dalam menghadapi klasifikasi kalimat-kalimat majemuk, dasar yang du gunakan adalah melihat hubungan antara pola-pola kalimat yang membina kalimat majemuk tersebut. Bila kalimat majemuk itu terjadi karena salah satu bagiannya mengalami perluasan, sudah jelas bahwa pola kalimat yang baru di bentuk akibat perluasan tadi akan lebih rendah kedudukanya daripada pola kalimat yang pertama. Tetapi kalimat majemuk yang terjadi karena penggabungan dua atau lebih kalimat tunggal, maka sifat hubunganya atau sederajat, atau satu di tempatkan di bawah yang lain.

Sebab itu sifat hubungan pola-pola kalimat dalam sebuah kalimat majemuk dapat bersifat:

a.       Sederajat ( koordinatif ) : kedudukan pola-pola kalimat sama tinggi, tidak ada pola-pola kalimat yang menduduki suatu fungsi dari pola yang lain.

b.      Bertingkat (subordinatif ) : hubungan antara pola-pola kalimat tidak sederajat, karena ada pola kalimat yang menduduki suatu fungsi dari pola yang lain.

c.       Campuran : hubungan antara pola-pola kalimat itu dapat sederajat dan bertingkat. Hubungan ini terjadi kalau dalam kalimat majemuk itu terdapat paling kurang 3 pola kalimat, sehingga misalnya terdapat dua pola kalimat yang sederajat, yang lain bertingkat; atau dengan kata-kata lain ada dua pola kalimat yang menduduki tingkat yang lebih tinggi sedangkan yang lainnya menduduki tingkat yang lebih rendah, atau sebaliknya.


Berdasarkan sifat hubungan tadi, kalimat majemuk dapat di bagi menjadi:
A.    Kalimat Majemuk Setara

Bila hubungan antara kedua pola kalimat itu sederajat maka terdapatlah kalimat majemuk yang setara. Hubungan setara itu dapat diperinci lagi atas:

1.      Setara menggabungkan: penggabungan itu dapat terjadi dengan merangkaikan dua kalimat tunggal dengan diantarai kesenyapan antara atau dirangkaikan dengan kata-kata tugas seperti : dan, lagi, sesudah itu, karena itu.

Contoh :


Saya menangkap ayam itu, dan ibu memotongnya

Ayah telah memanjat pohon mangga itu, sesudah itu dipetiknya beberapa buah.

2.      Setara memilih: kata tugas yang dipakai untuk menyatakan hubungan ini adalah: atau

Contoh:


Engkau tinggal saja disini, atau engkau ikut dengan membawa barang itu.

3.      Setara mempertentangkan: kata-kata tugas dipakai dalam hubungan ini adalah: tetapi, melainkan, hanya.

Contoh:

Adiknya rajin, tetapi ia sendiri malas



Ia tidak menjaga adiknya, melainkan membiarkannya saja.
B.     Kalimat Majemuk bertingkat

Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat yang hubungan pola-polanya tidak sederajat. Salah satu pola atau lebih menduduki fungsi tertentu dari pola yang lain. Bagian yang lebih tinggi kedudukannya disebut induk kalimat, sedangkan bagian yang lebih rendah kedudukannya disebut anak kalimat.

Sesuai dengan fungsinya itu anak-anak kalimat dapat dibagi atas:

1) Anak Kalimat Keterangan Waktu

Anak kalimat ini ditandai oleh konjungsi yang menyatakan waktu seperti ketika, waktu, kala, tatkala, saat, sebelum, sesudah, dan setelah.

Contoh:


Seorang pengunjung, ketika melihat seorang anak kesakitan, sempat terisak.

2) Anak Kalimat Keterangan Sebab

Anak kalimat ini ditandai oleh konjungsi yang menyatakan hubungan sebab, antara lain, sebab, karena, dan lantaran. Konjungsi ini mengawali bagian anak kalimat dalam kalimat majemuk bertingkat.

Contoh:


Karena jatuh dari sepeda, Andi tidak masuk kuliah.

3) Anak Kalimat Keterangan Akibat

Anak kalimat ini ditandai oleh konjungsi yang menyatakan pertalian akibat. Konjungsi yang digunakan adalah hingga, sehingga, maka, akibatnya, dan akhirnya. Anak kalimat keterangan akibat hanya menempati posisi akhir, terletak di belakang induk kalimat.

Contoh:


Hujan turun berhari-hari sehingga banjir besar melanda kota itu.

4) Anak Kalimat Keterangan Syarat

Anak kalimat ini ditandai oleh konjungsi yang menyatakan hubungan syarat. Konjungsi itu, antara lain, jika, kalau, apabila, andaikata, dan andaikan.

Contoh:


Jika ingin berhasil dengan baik, Andi harus belajar dengan tekun.

5) Anak Kalimat Keterangan Tujuan

Anak kalimat ini ditandai oleh konjungsi yang menyatakan hubungan tujuan. Konjungsi yang digunakan adalah supaya, agar, untuk, guna, dan demi.

Contoh:


Ana belajar dengan tekun agar lulus ujian akhir semester.

6) Anak Kalimat Keterangan Cara

Anak kalimat ini ditandai oleh konjungsi yang menyatakan car Konjungsi tersebut adalah dengan dan dalam.

Contoh:


Pemerintah berupaya meningkatkan ekspor nonmigas dalam mengatasi pemasaran minyak yang terus menurun.

7) Anak Kalimat Keterangan Pewatas

Anak kalimat ini menyertai nomina, baik nomina itu berfungsi sebagai subjek, predikat, maupun objek. Konjungsi yang digunakan adalah yang atau kata penunjuk itu. Anak kalimat ini berfungsi sebagai pewatas nomina.

Contoh:


Anak yang berbaju hijau mempunyai dua ekor kucing.

8) Anak Kalimat Pengganti Nomina

Anak kalimat ini ditandai oleh kata bahwa dan anak kalimat ini dapat menjadi subjek atau objek dalam kalimat transitif.

Contoh:


Ana mengatakan bahwa jeruk itu asam.   

C.    Kalimat Majemuk Campuran

Kalimat majemuk campuran dapat terdiri dari sebuah pola atasan dan sekurang-kurangnya dua pola bawahan atau sekurang-kurangnya dua pola atasan dan satu atau lebih pola bawahan.

a.       Satu pola atasan dan dua pola bawahan

Contoh:


Kami telah menyelenggarakan sebuah malam kesenian, yang dimeriahkan oleh para artis ibu kota, serta dihadiri pula oleh para pembesar di kota itu.

b.      Dua pola atasan dan satu atau lebih pola bawahan

Contoh:

Bapak menyesalkan perbuatan itu, dan meminta agar kami berjanji tidak akan mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama, yang dapat merugikan nama baik keluarga dan kedudukannya. 



  • Kalimat langsung dan kalimat tidak langsung

  1. Kalimat langsung

  • Kalimat Langsung adalah Kalimat yang secara cermat menirukan apa yang diujarkan orang.

  • Kalimat Langsung adalah Kalimat berita yang memuat peristiwa atau kejadian dari sumber lain dengan lngsung menirukan, mengutip atau mengulang kembali  ujaran dari sumber tersebut.


 Ciri-ciri Kalimat Langsung:

  • Bertanda petik dalam bahasa tertulis.

  • Intonasi: bagian kutipan bernada lebih tinggi dari bagian lainnya.

  • Berkemungkinan susunan :

  1. pengiring/kutipan

  2. kutipan/pengiring

  3. kutipan/pengiring/kutipan

  • Penulisan huruf awal kutipan dengan huruf kapital pada susunan cara ke-1, ke-2, dan kutipan pertama cara ke-3.

  • Bagian kutipan ada yang berupa kalimat tanya, kalimat berita, atau kalimat perintah.

Contoh :

1.   Ayah menyuruh, “Antarkan surat ini ke kantor Bapak!” (pengiring/kutipan).

2. “Ayo, masuk satu-satu” gertak polisi kepada tiga orang pencopet yang baru saja tertangkap.

    (kutipan/pengiring).

 

B. Kalimat tak langsung


  • Kalimat Tak LAngsung adalah Kalimat yang melaporkan apa yang diujarkan orang.

  • Kalimat Tak Langsung adalah Ragam kalimat berita yang memuat peristiwa atau kejadian dari sumber lain yang diubah susunannya oleh penutur, tidak menirukan atau mengucapkan lagi langsung dari sumber lain itu.

Ciri-ciri Kalimat Tak Langsung:

  • Tidak bertanda petik.

  • Intonasi mendatar dan menurun pada akhir kalimat.

  • Pelaku yang dinyatakan pada  isi kalimat langsung mengalami perubahan, yakni:

  1. kata ganti orang ke-1 menjadi orang ke-3.

  2. kata ganti orang ke-2 menjadi orang ke-1.

  3. kata ganti orang ke-2 jamak atau kita menjadi kami atau mereka, sesuai dengan isinya.

  • Berkata tugas: bahwa, agar, sebab, untuk, supaya, tentang, dan sebagainya.

  • Bagian kutipan semuanya berbentuk kalimat berita.

 

Contoh :


  1. Ayah menyuruhku untuk mengantarkan surat ini ke kantornya.

  1. Polisi menggertak tiga orang pencopet yang baru saja tertangkap agar mereka masuk satu per satu.

  • Kalimat inti dan kalimat non inti

Kalimat inti, biasa juga disebut kalimat dasar, adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat deklaratif, aktif, atau netral, dan afirmatif. Misalnya:

FN + FV + FN + FN : Nenek membacakan kakek komik

Ket : FN=Frase Nominal (diisi sebuah kata nominal); FV=Frase Verbal; FA=Frase Ajektifa; FNum=Frase Numeral; FP=Frase Preposisi.

Kalimat inti dapat diubah menjadi kalimat noninti dengan berbagai proses transformasi:

KALIMAT INTI + PROSES TRANSFORMASI = KALIMAT NONINTI

Ket : Proses Transformasi antara lain transformasi pemasifan, transformasi pengingkaran, transformasi penanyaan, transformasi pemerintahan, transformasi pengonversian, transformasi pelepasan, transformasi penambahan.



  • Kalimat Mayor dan Kalimat Minor

Kalimat mayor mempunyai klausa lengkap, sekurang-kurangnya ada unsur subjek dan predikat.Sedangkan kalimat minor klausanya tidak lengkap, entah hanya terdiri subjek saja, predikat saja, objek saja, atau keterangan saja; konteksnya bisa berupa konteks kalimat, konteks situasi, atau juga topik pembicaraan.

  • Kalimat Verbal dan Kalimat non-Verbal

Kalimat verbal adalah kalimat yang dibentuk dari klausa verbal, atau kalimat yang predikatnya berupa kata atau frase berkategori verba.Sedangkan kalimat nonverbal adalah kalimat yang predikatnya bukan kata atau frase verbal; bisa nominal, ajektifal, adverbial, atau juga numeralia.

Berkenaan dengan banyaknya jenis atau tipe verbal, biasanya dibedakan: (1) kalimat transitif adalah kalimat yang predikatnya berupa verba transitif, yaitu verba yang biasanya diikuti oleh sebuah objek kalau verba tersebut bersifat monotrasitif, dan diikuti oleh dua buah objek kalau verba tersebut bersifat bitransitif. (2) kalimat intransitif adalah kalimat yang predikatnya berupa verba intransitif, yaitu verba yang tidak memiliki objek. (3) kalimat aktif adalah kalimat yang predikatnya kata kerja aktif. Verba aktif biasanya ditandai dengan prefiks me- atau memper- biasanya dipertentangkan degan kalimat pasif yang ditandai dengan prefiks di- atau diper- .Ada juga istilah kalimat aktif anti pasif dan kalimat pasif anti aktif sehubungan dengan adanya sejumlah verba aktif yang tidak dapat dipasifkan dan verba pasif yang tidak dapat dijadikan verba aktif (4) kalimat dinamis adalah kalimat yang predikatnya berupa verba yang secara semantis menyatakan tindakan atau gerakan. (5) kalimat statis adalah kalimat yang predikatnya berupa verba yang secara semantis tidak menyatakan tindakan atau kegiatan. (6) kalimat nonverbal adalah kalimat yang predikatnya bukan verba.



  • Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat

Kalimat bebas adalah kalimat yang mempunyai potensi untuk menjadi ujaran lengkap, atau dapat memulai sebuah paragraf atau wacana tanpa bantuan kalimat atau konteks lain yang menjelaskannya. Sedangkan kalimat terikat adalah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran yang lengkap, atau menjadi pembuka paragraf atau wacana tanpa bantuan konteks.Biasanya kalimat terikat menggunakan salah satu tanda ketergantungan, seperti penanda rangkaian, penunjukan, dan penanda anaforis.

Dari pembicaraan mengenai kalimat terikat, dapat disimpulkan bahwa sebuah kalimat tidak harus mempunyai struktur fungsi secara lengkap.Kelengkapan sebuah kalimat serta pemahamannya sangat tergantung pada konteks dan situasinya.




  1. Klausa

  1.  Pengertian Klausa

Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat; dan yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai objek, dan sebagai keterangan. Badudu (1976 : 10) mengatakan bahwa klausa adalah “sebuah kalimat yang merupakan bagian daripada kalimat yang lebih besar.”

Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berungsi sebagai predikat; dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan.

Klausa berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal karena di dalamnya sudah ada fungsi sintaksis wajib, yaitu subjek dan predikat.Frase dan kata juga mempunyai potensi untuk menjadi kalimat kalau kepadanya diberi intonasi final; tetapi hanya sebagai kalimat minor, bukan kalimat mayor; sedangkan klausa berpotensi menjadi kalimat mayor.

Klausa adalah kelompok kata yang hanya mengandung satu predikat (Cook, 1971:65; Elson and Pickett, 1969: 64) atau suatu bentuk linguistik yang terdiri atas subjek dan predikat.

Sebuah konstruksi disebut kalimat kalau kepada konstruksi itu diberikan intonasi final atau intonasi kalimat. Jadi, konstruksi nenek mandi baru dapat disebut kalimat kalau kepadanya diberi intonasi final kalau belum maka masih berstatus klausa.Tempat klausa adalah di dalam kalimat.


  1. Jenis Klausa

Berdasarkan strukturnya dapat dibedakan adanya klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas dalah klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subyek dan predikat, dan karena itu mempunyai potensi untuk menjadi kalimat mayor. Klausa terikat memiliki struktur yang tidak lengkap.

Berdasarkan kategori unsur segmental yang menjadi predikatnya dapat dibedakan adanya klausa verbal, klausa nominal, klausa ajektival, klausa adverbial dan klausa preposisional. Dengan adanya berbagai tipe verba, maka dikenal adanya klausa transitif, klausa intransitif, klausa refleksif dan klausa resprokal.

Klausa ajektival adalah klausa yang predikatnya berkategori ajektiva, baik berupa kata maupun frase. Klausa adverbial adalah klausa yang predikatnya berupa adverbial. Klausa preposisional adalah klausa yang predikatnya berupa frase berkategori.

Berdasarkan strukturnya klausa dibedakan klausa bebas ( klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subjek dan predikat; dan mempunyai potensi menjadi kalimat mayor) dan klausa terikat (klausa yang unsurnya tidak lengkap, mungkin hanya subjek saja, objek saja, atau keterangan saja). Klausa terikat diawali dengan konjungsi subordinatif dikenal dengan klausa subordinatif atau klausa bawahan, sedangkan klausa lain yang hadir dalam kalimat majemuk disebut klausa atasan atau klausa utama.

Berdasarkan kategori unsur segmental yang menjadi predikatnya dapat di bedakan: klausa verbal (klausa yang predikatnya berkategori verba). Sesuai dengan adanya tipe verba, dikenal adanya (1) klausa transitif (klausa yang predikatnya berupa verba transitif); (2) klausa intransitif (klausa yang predikatnya berupa verba intransitif); (3) klausa refleksif (klausa yang predikatnya berupa verba refleksif); (4) klausa resiprokal (klausa yang predikatnya berupa verba resiprokal.Klausa nominal (klausa yang predikatnya berupa nomina atau frase nominal).Klausa ajektifal (klausa yang predikatnya berkategori ajektifa, baik berupa kata maupun frase).Klausa adverbial (klausa yang predikatnya berupa frase yang berkategori preposisi).Klausa numeral (klausa yang predikatnya berupa kata atau frase numeralia).

Perlu dicatat juga istilah klausa berpusat dan klausa tak berpusat. Klausa berpusat adalah klausa yang subjeknya terikat di dalam predikatnya, meskipun di tempat lain ada nomina atau frase nomina yang juga berlaku sebagai subjek.


 Klausa numeral adalah klausa yang predikatnya berupa kata atau frase numerila. Klausa berupasat adalah klausa yang subjeknya terikat didalam predikatnya, meskipun di tempat lain ada nomina atau frase nomina yang juga berlaku sebagai subjek.

  1. Frase

  1. Pengertian Frase

        Frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi satah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.

Frase tidak memiliki makna baru, melainkan makna sintaktik atau makna gramatikal bedanya dengan kata majemuk yaitu kata majemuk sebagai komposisi yang memiliki makna baru atau memiliki satu makna.

Frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif (hubungan antara kedua unsur yang membentuk frase tidak berstruktur subjek - predikat atau predikat - objek), atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.


  1. Jenis Frase

  1. Frase Eksostentrik

Frase eksosentrik adalah frase yang komponen komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Misalnya, frase di pasar, yang terdiri dari komponen di dan komponen pasar. Frase eksosentirk biasanya dibedakan atas frase eksosentrik yang direktif dan frase eksosentrik yang nondirektif.

Frase eksosentrik adalah frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya.

Frase eksosentris biasanya dibedakan atas frase eksosentris yang direktif atau disebut frase preposisional ( komponen pertamanya berupa preposisi, seperti di, ke, dan dari, dan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata, yang biasanya berkategori nomina) dan non direktif (komponen pertamanya berupa artikulus, seperti si dan sang sedangkan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata berkategori nomina, ajektifa, atau verba).


  1. Frase Endosentrik

Frase endosentrik adalah frase yang salah satu unsurnya atau komponennya memiliki perilaku sintaksias yang sama dengan keseluruhannya. Misalnya, sedang komponen keduanya yaitu membaca dapat menggantikan kedudukan frase tersebut.

Frase Endosentrik adalah frase yang salah satu unsurnya atau komponennya memiliki perilaku sintaksias yang sama dengan keseluruhannya. Artinya, salah satu komponennya dapat menggantikan kedudukan keseluruhannya.Frase ini disebut juga frase modifikatif karena komponen keduanya, yaitu komponen yang bukan inti atau hulu (Inggris head) mengubah atau membatasi makna komponen inti atau hulunya itu.Selain itu disebut juga frase subordinatif karena salah satu komponennya, yaitu yang merupakan inti frase berlaku sebagai komponen atasan, sedangkan komponen lainnya, yaitu komponen yang membatasi, berlaku sebagai komponen bawahan.

Dilihat dari kategori intinya dibedakan adanya frase nominal (frase endosentrik yang intinya berupa nomina atau pronomina maka frase ini dapat menggantikan kedudukan kata nominal sebagai pengisi salah satu fungsi sintaksis), frase verbal (frase endosentrik yang intinya berupa kata verba, maka dapat menggantikan kedudukan kata verbal dalam sintaksis), frase ajektifa (frase edosentrik yang intinya berupa kata ajektiv), frase numeralia (frase endosentrik yang intinya berupa kata numeral).


  1. Frase Koordinatif

Frase koordinatif adalah frase yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan sederajat dan secara potensial dapat dihubungkan oleh kunjungsi koordinatif.

Frase koordinatif adalah frase yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan sederajat dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif. Frase koordinatif tidak menggunakan konjungsi secara eksplisit disebut frase parataksis.



  1.     Frase Apositif

Frase apositif adalah frase koordinatif yang kedua k komponenanya saling merujuk sesamanya, dan oleh karena itu urutan komponennya dapat dipertukarkan.

Frase apositif adalah frase koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya, oleh karena itu urutan komponennya dapat dipertukarkan.

Perluasan Frase

Salah satu ciri frase adalah dapat diperluas. Artinya, frase dapat diberi tambahan komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan.



Dalam bahasa Indonesia perluasan frase tampak sangat produktif.Antara lain karena pertama, untuk menyatakan konsep-konsep khusus, atau sangat khusus, atau sangat khusus sekali, biasanya diterangkan secara leksikal.Faktor kedua, bahwa pengungkapan konsep kala, modalitas, aspek, jenis, jumlah, ingkar, dan pembatas tidak dinyatakan dengan afiks seperti dalam bahasa-bahasa fleksi, melainkan dinyatakan dengan unsur leksikal.Dan faktor lainnya adalah keperluan untuk memberi deskripsi secara terperinci dalam suatu konsep, terutama untuk konsep nomina.

BAB III

PENUTUP


  1. Kesimpulan

sintaksis adalah cabang yang membicarakan kalimat dengan segala bentuk dan unsur-unsur pembentuknya. Tiga kajian sintaksis yakni frase, klausa, dan kalimat. Salah satu definisi sintaksis menurut para ahli Sintaksis yaitu ilmu yang mempelajari hubungan antara kata atau frase atau klausa atau kalimat yang satu dengan kata atau frase (clause atau kalimat yang lain atau tegasnya mempelajari seluk-beluk frase, klause, kalimat dan wacana (Ramlan. 1985:21) Salah satu kajian sintaksis yaitu kalimat yang merupakan alat interaksi dan kelengkapan pesan atau isi yang akan disampaikan, didefinisikan sebagai susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Sedangkan dalam kaitannya dengan satuan-satuan sintaksis yang lebih kecil (kata, frase, dan klausa), kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final. Berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, kalimat digolongkan menjadi: 1. Kalimat Berita 2. Kalimat Tanya 3. Kalimat Suruh/Perintah

  1. Saran

Sebagai guru yang baik kita hendaknya mengetahui cara berbahasa yang benar , misalnya saja dengan cara mengetahui sintaksis, unsur-unsur yang terkandung dalam sintaksis dan bagaimana cara menggunakannya.



Yüklə 83,38 Kb.

Dostları ilə paylaş:




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©genderi.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

    Ana səhifə