Deklarasi ilo mengenai Prinsip-Prinsip



Yüklə 181,41 Kb.
Pdf görüntüsü
səhifə3/7
tarix05.12.2017
ölçüsü181,41 Kb.
#13967
1   2   3   4   5   6   7

Liberalisasi perdagangan melahirkan kekuatiran akan berkurangnya

atau menurunnya daya saing apabila prinsip-prinsip mendasar di tempat kerja

ditaati.  Tetapi,  studi  yang  dilakukan  oleh  OECD

1

  menunjukkan  bahwa



kekuatiran  seperti  ini  ternyata  tidak  beralasan.  Sebaliknya,  dalam  jangka

panjang,  ditaatinya  prinsip-prinsip  mendasar  di  tempat  kerja  justru  akan

memperkuat perekonomian semua negara.

Dalam Konperensi Tingkat Menteri WTO di Singapura (1996), para

menteri perdagangan yang menjadi pesertanya membuat pernyataan (deklarasi)

yang  penting  bagi  pekerja,  dan  dalam  pernyataan  itu  mereka  menegaskan

kesepakatan untuk mematuhi standar-standar dasar perburuhan yang telah

diakui secara internasional. Para menteri tersebut juga menegaskan bahwa ILO

merupakan  lembaga  yang  berwenang  untuk  menyusun  standar-standar

tersebut serta memasyarakatkannya. Namun penegasan-penegasan tersebut

tidak  diikuti  dengan  langkah-langkah  kongkrit  yang  dapat  menjamin

pelaksanaannya  kecuali  bahwa  sekretariat  WTO  dan  sekretariat  ILO  akan

terus menjalin kerja sama.

Karena itu, Kelompok Pekerja menuntut upaya pemasyarakatan dan

pemantauan  hak-hak  dasar  pekerja  lebih  giat  dan  lebih  tegas  dilakukan.

Karena prinsip-prinsip ini merupakan satu kesatuan dengan keadilan sosial

yang disebutkan dalam mukadimah Konstitusi ILO, Kelompok Pekerja berharap

dapat membentuk suatu mekanisme seperti mekanisme yang sudah ada bagi

kebebasan berserikat, yang dapat diberlakukan untuk semua Konvensi dasar

ILO.


Hendaknya  diingat  bahwa  gugatan  tetap  dapat  diajukan  terhadap

para pemerintah Negara anggota ILO sekalipun mereka belum meratifikasi

Konvensi-konvensi ILO mengenai kebebasan berserikat, yaitu Konvensi ILO

No. 87/ 1948 mengenai Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Terhadap Hak

Berorganisasi  dan  Konvensi  ILO  No.  98/  1949  mengenai  Hak  Berunding

Bersama.


Sebenarnya, setiap negara yang setuju untuk masuk menjadi anggota

ILO  secara  resmi  terikat  pada  kewajiban-kewajiban  yang  tercantum  dalam

Konstitusi ILO yang memproklamasikan prinsip kebebasan berserikat. Artinya,

meskipun negara tersebut belum meratifikasi Konvensi-konvensi ILO mengenai

kebebasan  berserikat,  negara  tersebut  wajib  menghargai  dan  menghormati

prinsip-prinsip  kebebasan  berserikat  yang  terkandung  dalam  Konvensi-

konvensi tersebut karena sebagai anggota ILO, negara tersebut secara resmi

terikat  untuk  melaksanakan  kewajiban-kewajiban  yang  terdapat  dalam

Konstitusi ILO, termasuk kewajiban untuk menghormati prinsip kebebasan

berserikat.

1

 C. Deléchat; M. Lunat; A. Richards; R. Torres: Trade, employment and labour standards: A



study of core workers’ rights and international trade (Perdagangan, lapangan kerja dan

standar-standar perburuhan: studi mengenai hak-hak dasar pekerja dan perdagangan

internasional), Paris, OECD, 1996.

6



Tetapi, upaya Kelompok Pekerja ini ditentang keras oleh pemerintah-

pemerintah yang tidak bersedia dibebani dengan kewajiban-kewajiban baru

yang bertolak belakang dengan keinginan mereka. Mereka berpendapat bahwa

setiap upaya untuk mengikat Negara-negara anggota yang belum meratifikasi

Konvensi-konvensi itu merupakan upaya yang bertentangan dengan hukum

internasional. Kelompok Pekerja juga berupaya agar para pemerintah bersedia

memasukkan  “suatu  klausul  sosial”  dalam  perjanjian-perjanjian  komersial.

Klausul seperti itu relatif akan cukup efektif untuk mengaitkan perdagangan

dengan penghargaan dan penghormatan terhadap hak-hak dan prinsip-prinsip

mendasar perburuhan. Tetapi klausul ini pun ditentang habis-habisan oleh

mayoritas Negara anggota.

Karena  itu,  unsur-unsur  ILO  memutuskan  untuk  melanjutkan

pembahasan  dalam  format  Deklarasi.  Deklarasi  ini  merupakan  Deklarasi

ketiga yang diterima dan disetujui oleh ILO. Deklarasi pertama adalah Deklarasi

Philadelphia pada tahun 1944 yang kemudian dimasukkan ke dalam Konstitusi

ILO. Deklarasi kedua, yang diterima dan disetujui pada tahun 1964, adalah

Deklarasi  menentang  apartheid  di  Afrika  Selatan.  Deklarasi  itu  dinyatakan

tidak berlaku dan dicabut oleh Konperensi pada tahun 1994 setelah berakhirnya

era apartheid di Afrika Selatan.

Deklarasi  ketiga  dimaksudkan  sebagai  tanggapan  sosial  politik

terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi dalam era globalisasi. Deklarasi

ketiga memuat nilai-nilai sosial minimum yang harus dihormati oleh setiap

Negara anggota dalam proses globalisasi dalam konteks mandat ILO.

HAK-HAK MENDASAR YANG MANA?

Hak-hak yang terkandung dalam prinsip-prinsip berikut ini sekarang

sudah jarang sekali diperdebatkan: kebebasan berserikat dan hak berunding

bersama,  larangan  kerja  paksa  atau  kerja  wajib,  penghapusan  perburuhan

anak secara efektif, penghapusan diskriminasi dan perlakuan sama (terutama

dalam  bentuk  pemberian  imbalan  yang  sama  untuk  pekerjaan  yang  sama

nilainya  sebagaimana  diamanatkan  oleh  Konstitusi).  Meskipun  ada

ketidaksepakatan mengenai hak-hak mana yang harus dimasukkan ke dalam

Deklarasi  dan  hak-hak  mana  yang  tidak,  telah  dilakukan  pembahasan-

pembahasan penting mengenai bagaimana Deklarasi sebaiknya digunakan.

APA TINDAK LANJUTNYA?

Sewaktu  berlangsungnya  pembahasan-pembahasan  yang  akhirnya

bermuara  pada  keputusan  untuk  menerima  dan  menyetujui  Deklarasi  ini,

telah dengan jelas disadari bahwa deklarasi pada hakekatnya hanyalah wadah

dari  sekumpulan  prinsip  dan  sepenting  apapun  prinsip-prinsip  tersebut,

deklarasi saja tidaklah memadai untuk mencapai tujuan yang akan dicapai.

Deklarasi tidak lebih dari sekedar pernyataan atau penegasan adanya itikad

baik. Supaya tidak menjadi sekedar hiasan atau macan kertas, deklarasi perlu

7



Yüklə 181,41 Kb.

Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©genderi.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

    Ana səhifə