5
wisata. Kurangnya promosi dan keseriusan pengembangan dari pihak terkait
membuat wisata ini seakan terpinggirkan dari sekian banyak wisata lain di
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain waduk Sermo, masih terdapat
obyek wisata lain yang pemasarannya belum maksimal seperti puncak
Suroloyo, goa Kiskendo, pantai Congot dan beberapa lagi lainnya.
Kabupaten Kulon Progo sebagai daerah agraris, mayoritas penduduknya
masih berusaha pada sektor pertanian. Dari hasil Pendataan Usaha Tani 2009
terdapat 51.877 Rumah Tangga Tani yang mengusahakan tanaman Padi,
Jagung, Kedelai dan Tebu (PJKT). Potensi alam yang dimiliki Kabupaten
Kulon Progo sudah seharusnya dilestarikan dengan baik. Pembangunan di
bidang industri teknologi mungkin dilakukan, namun dalam rangka
mendukung daerah swasembada pangan, hal tersebut tidak dapat dijadikan
sebagai prioritas utama pembangunan. Salah satu industri yang dapat berjalan
beriringan dengan konsep daerah agraris di Kabupaten Kulon Progo tersebut
tentu saja adalah dengan pengembangan industri pariwisata. Sinergitas
Pariwisata, Pertanian dan Peternakan sebagai industri yang ramah lingkungan
salah satunya dapat diwujudkan melalui konsep desa wisata, seperti desa
wisata Kalibawang, desa wisata Kalibiru, desa wisata Nglinggo dan lain
sebagainya.
Potensi pariwisata yang tinggi di wilayah Kulon Progo sudah seharusnya
dapat dioptimalkan, bukan hanya dilihat sebagai potensi pendapatan daerah,
namun sebagai salah satu upaya melestarikan kebudayaan daerah yang sudah
mulai ditinggalkan. Sebagai salah satu motivator utama perkembangan
industri, pariwisata Pemerintah daerah kabupaten Kulon Progo dibutuhkan
peranannya baik itu untuk mengelola maupun memasarkan produk-produk
pariwisata agar dapat menjadi sumber pendapatan potensial bagi daerah.
Melalui berbagai terobosan kebijakannya, diharapkan pemerintah daerah
mampu merangkul berbagai stakeholder demi keberlangsungan industri
6
pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan bertumpu pada pemberdayaan
masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, maka menjadi menarik untuk
dilakukan penelitian mengenai
Masyarakat ( Based Tourism) di Kabupaten Kulon Progo
Daerah Istimewa Yogyakarta.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disusun di atas, maka
dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut :
1.
Pariwisata di Kabupaten Kulon Progo dapat menjadi alternatif sumber
pendapatan pemerintah daerah selain dari sektor agraris, namun belum
dikembangkan secara optimal.
2.
Pariwisata di Kabupaten Kulon Progo dapat menjadi sarana
pengembangan dan pelestarian kebudayaan daerah yang sudah hampir
dilupakan.
3.
Pariwisata di Kulon Progo belum mampu bersaing dengan daerah lain.
4.
Pengembangan pariwisata di Kulon Progo belum banyak yang melibatkan
masyarakat secara proporsional.
5.
Adanya kendala di lapangan yang menyebabkan sektor pariwisata di
Kabupaten Kulon Progo tidak mampu berkembang secara optimal.
Mengingat banyaknya permasalahan yang telah diidentifikasi, serta
perlunya fokus penelitian, maka penelitian ini akan dibatasi pada Upaya
pengembangan pariwisata yang banyak melibatkan masyarakat ( Community
Based Tourism) dengan penekanan pada pengembangan desa wisata.
Pariwisata jenis ini di Kabupaten Kulon Progo belum banyak dikembangkan,
ditengarai baru ada tiga desa wisata yang dapat dijadikan contoh
pengembangan pariwisata berbasis masyarakat, yaitu Desa wisata Kalibawang,
Desa wisata Kalibiru, dan Desa wisata Nglinggo.
7
B.
Rumusan Masalah
Dari identifikasi masalah dan batasan masalah yang telah diuraikan di
atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.
Bagaimana upaya pemerintah Kabupaten Kulon Progo dalam
mengembangkan pariwisata berbasis masyarakat (
Tourism)?
2.
Jenis pariwisata apakah yang potensial untuk dikembangkan menjadi
pariwisata berbasis masyarakat (Community Based Tourism)?
3.
Apakah faktor–faktor yang menyebabkan pengembangan pariwisata
berbasis masyarakat di Kabupaten Kulon Progo tidak dapat
berkembang optimal?
4.
Bagaimana rumusan model pengembangan pariwisata berbasis
masyarakat di Kabupaten Kulon Progo?
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pariwisata
Pariwisata bukanlah istilah yang asing di telinga. Pendit (2003),
menjelaskan bahwa istilah pariwisata pertama kali diperkenalkan oleh dua
budayawan pada sekitar tahun 1960, yaitu Moh. Yamin dan Prijono. Kedua
budayawan ini memberikan masukan kepada pemerintah saat itu untuk
mengganti istilah tour agar sesuai dengan bahasa khas Nusantara. Istilah
Pariwisata sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yaitu sebagai berikut :
Pari = Penuh, Lengkap, Keliling
Wis (man) = Rumah, properti, Kampung, Komunitas
Ata = Pergi, Terus Menerus, Mengembara
Yang bila diartikan secara keseluruhan, pariwisata adalah Pergi Secara
Lengkap, Meninggalkan Rumah (Kampung) untuk berkeliling secara terus
menerus.
Pariwisata menurut Spillane (1987: 20) adalah perjalanan dari satu
tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun
kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan/keserasian dan kebahagiaan
dengan lingkungan hidup dalam dimensi social, budaya, alam dan ilmu.
Sedangkan Pendit (2003: 20), mendefinisikan pariwisata sebagai suatu proses
kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar
tempat tinggalnya. Dorongan kepergiannya adalah karena berbagai
kepentingan, baik karena kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan, politik,
agama, kesehatan maupun kepentingan lain seperti karena sekedar ingin tahu,
menambah pengalaman ataupun untuk belajar.
Salah Wahab dalam Oka A. Yoeti (2008: 111), menjelaskan pariwisata
sebagai suatu aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat
pelayanan secara bergantian diantara orang-orang dalam suatu negara itu
Dostları ilə paylaş: |