Ikterus neonatorum



Yüklə 244,49 Kb.
səhifə1/3
tarix26.03.2018
ölçüsü244,49 Kb.
#33569
  1   2   3




49

Hiperbilirubinemia Pada Neonatus


Waktu

Pencapaian kompetensi:

Sesi di dalam kelas : 2 X 50 menit (classroom session)

Sesi dengan fasilitasi Pembimbing : 3 X 50 menit (coaching session)

Sesi praktik dan pencapaian kompetensi: 4 minggu (facilitation and assessment)


Tujuan umum
Setelah mengikuti modul ini peserta didik dipersiapkan untuk mempunyai ketrampilan di dalam tatalaksana hiperbilirubinemia neonatorum indirek dan direk melalui pembahasan pengalaman klinis dengan didahului serangkaian kegiatan berupa pre-test, diskusi, role play, dan berbagai penelusuran sumber pengetahuan.


Tujuan khusus
Setelah mengikuti modul ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk:

  1. Memahami metabolisme bilirubin dan patofisiologis hiperbilirunemia pada neonatus

  2. Menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia direk dan indirek melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

  3. Menatalaksana medis dan persiapan pra-bedah hiperbilirubinemia direk dan indirek

  4. Mencegah, mendiagnosis, dan tata laksana komplikasi hiperbilirubinemia direk dan indirek




Strategi pembelajaran
Tujuan 1. Memahami metabolisme bilirubin dan patofisiologis hiperbilirunemia pada

neonatus


Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:

  • Interactive lecture.

  • Small group discussion.

  • Peer assisted learning (PAL).

  • Computer-assisted Learning.


Must to know key points:

  • Metabolisme bilirubin

  • Faktor risiko hiperbilirubinemia pada neonatus

  • Patofisiologis hiperbilirubinemia pada neonatus

  • Membedakan hiperbilirunemia fisiologis dan non fisiologis


Tujuan 2. Menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia direk dan indirek melalui anamnesis,

pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang


Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:

  • Interactive lecture.

  • Journal reading and review.

  • Video dan CAL.

  • Bedside teaching.

  • Studi Kasus dan Case Finding.

  • Praktek mandiri dengan pasien rawat jalan dan rawat inap.


Must to know key points (sedapat mungkin pilih specific features, signs & symptoms)

  • Anamnesis: faktor risiko maternal dan neonatal, gejala klinis yang relevan

  • Pemeriksaan fisis berkaitan dengan kadar bilirubin direk dan indirek di dalam darah

  • Pemeriksaan penunjang (laboratorium, pencitraan)


Tujuan 3. Menatalaksana medis dan persiapan pra-bedah hiperbilirubinemia direk dan indirek
Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:

  • Interactive lecture.

  • Journal reading and review.

  • Small group discussion.

  • Video dan CAL.

  • Praktek pada model (bayi) dan Penuntun Belajar.

  • Bedside teaching.

  • Studi Kasus dan Case Finding.

  • Praktek mandiri dengan pasien rawat jalan dan rawat inap.


Must to know key points:

  • Berbagai macam terapi sinar

  • Peralatan terapi sinar

  • Alat dan bahan transfusi tukar

  • Berbagai teknik operasi, persiapan pra-bedah, dan pengawasan pasca bedah


Tujuan 4. Mencegah, mendiagnosis, dan tata laksana komplikasi hiperbilirubinemia direk dan indirek

Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:



  • Interactive lecture.

  • Journal reading and review.

  • Small group discussion.

  • Video dan CAL.

  • Bedside teaching.

  • Studi Kasus dan Case Finding.

  • Praktek mandiri dengan pasien rawat jalan dan rawat inap.


Must to know key points:

  • Algoritme tatalaksana hiperbilirubinemia

  • Diagnosis komplikasi (a.l. ketulian, retardasi fisik dan mental): anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang




Persiapan Sesi


  • Materi presentasi dalam program power point:

Hiperbilirubinemia neonatorum

Slide


1 : Pendahuluan

2 : Definisi

3 : Epidemiologi

4 : Patogenesis dan faktor risiko

5 : Manifestasi klinis

6 : Pemeriksaan penunjang

7 : Terapi sinar

8 : Transfusi tukar

9 : Persiapan pra-bedah dan pengawasan pasca bedah

10 : Komplikasi dan pencegahan

11 : Algoritme

12 : Prognosis

13 : Kesimpulan


  • Kasus : 1. Hiperbilirubinemia indirek pada BBL

2. Bilirubin enselopati

3. Hiperbilirubinemia direk pada BBL



  • Sarana dan Alat Bantu Latih :

    • Penuntun belajar (learning guide) terlampir

    • Tempat belajar (training setting): kamar bersalin, bangsal bayi, kamar tindakan, .




Kepustakaan


  1. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR. Manual of neonatal care. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2008.

  2. Blackbum ST, editors. Biirubin metabolism. Maternal, fetal and neonatal physiology, a clinical perspective, edisi ke-3. Saunders. Missiori: 2007.

  3. Gomella T. Neonatology management procedures on-call problems, diseases, and drugs. Edisi ke-6. New York: Lange medical books/McGraw Hill. 2007.

  4. Klaus MH, Fanaroff AA. Care of the high risk neonates. Edisi ke-5. Philadelphia: WB Saunders. 2001.

  5. Madan A. Macmahon, JR. Stevenson DK. Neonatal hyperbilirubinemia. Dalam: Taeusch HW, Ballard RA, Gleason CA, penyunting. Avery’s Diseases of the Newborn. Edisi ke-8. Philadelphia: WB Saunders Co, 2005. h. 1226-53.

  6. American Academy of Pediatrics. Practice Parameter: Management of Hyperbilirubinemia in newborn, infant 35 or more weeks of gestation. Clinical Practice Guidelines. Pediatrics 2004; 114:297-316.

  7. Maisel MJ. Jaundice., dikutip oleh Volpe: Bilirubin and brain injury, neurology of the newborn. Edisi ke-5. Philadelphia: PA WB Saunders, 2005. h. 521-46.

  8. Hansen TWR. Pioneers in scientific study of neonatal jaundice and kern icterus, Pediatrics 2000: 106. h. 1-7.

  9. Cobra MA, Whitfield JM. The challenge of preventing neonatal bilirubin encelophaty: protocol in well newborn nursery, BUMC. Proceedings 2005; 18: 217-9.

  10. Springers S C. kern icterus, Emedicine. November 2004. Media dan URL: http://www.emedicine.com.

  11. WHO. Tata laksana ikterus neonatorum. Dikutip oleh HTA Indonesia. Depkes RI, 2004.




Kompetensi
Memahami dan melakukan tata laksana hiperbilirubinemia indirek dan direk pada neonatus


Gambaran umum
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada neonatus/bayi baru lahir (BBL).

Hiperbilirubinemia pada neonatus atau disebut juga ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada neonatus yang ditandai pewarnaan kuning pada kulit, mukosa, sklera akibat dari akumulasi bilirubin (indirek maupun direk) di dalam serum/darah yang secara klinis akan mulai tampak di daerah muka, apabila kadarnya mencapai 5-7mg/dL.

Kejadian hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sekitar 60-70%, bahkan pada bayi kurang bulan (BKB)/bayi berat lahir rendah (BBLR) jauh lebih tinggi.

Lebih dari 85% BCB yang dirawat kembali dalam minggu pertama kehidupan karena hiperbilirubinemia neonatal tersebut.

Walaupun hiperbilirubinemia pada neonatus kejadiannya tinggi, tetapi hanya sebagian kecil yang bersifat patologis yang mengancam kelangsungan hidup neonatus tersebut baik akibat peninggian bilirubin indirek (hiperbilirubinemia ensefalopati) maupun hiperbilirubinemia direk akibat hepatitis neonatal ataupun atresia biliaris.

Bilirubin baik indirek maupun direk berasal dari degradasi, penghancuran/proses hemolisis dari eritrosit (heme eritrosit) maupun dari mioglobin dan katalase (heme protein) di dalam sistem retikulo endotelial (RES) oleh enzim haem oksigenase menjadi biliverdin, yang selanjutnya oleh enzim bilirubin reduktase dirubah menjadi bilirubin indirek. Secara difusi bilirubin indirek ini akan masuk ke dalam sistem sirkulasi darah yang selanjutnya akan diikat oleh albumin serum (albumin-bilirubin binding). Kemudian bilirubin ini dibawa ke dalam hati melalui membran sinusoid lalu ditangkap oleh protein Y dan Z, selanjutnya ditransfer ke retikulum endoplasmi halus/kasar. Di sini akan dimetabolisir oleh enzim uridine diphosphate glucuronosyl transferase (UDPG-T) menjadi bilirubin mono dan diglukoronid yang larut dalam air. Pada proses selanjutnya bilirubin direk ini dirubah menjadi garam empedu dan disalurkan ke kandung empedu untuk digunakan dalam proses pencernaan lemak di usus. Pada tahap akhir produk bilirubin ini akan dikeluarkan menjadi sterkobilin melalui feses dan urobilin/urobilinogin melalui ginjal dalam urin.

Jika neonatus dipuasakan terlalu lama, di dalam usus garam empedu ini oleh ß glukoronidase yang dapat menghidrolisa monoglukoronida dan diglukoronida kembali menjadi bilirubin indirek yang selanjutnya di absorsi kembali terjadilah proses enterohepatik, sehingga bilirubin indirek meningkat di dalam darah.

Pada proses hemolitik yang meningkat/hebat yang terjadi akibat keadaan-keadaan seperti inkomtabilitas ABO, Rh, defisiensi enzim G6PD, polisitemia, sefal hematom, sepsis, asfiksia, hipoalbunemia, hipotermia, hipoglikemia, prematuritas dll, produski bilirubin indirek dalam hari-hari pertama kehidupan meningkat tajam. Bilirubin indirek bebas tersebut akan menembus sawar darah otak (blood brain barrier) dan dideposit di dalam sel-sel neuron syaraf yang akan menimbulkan efek toksik terhadap susunan saraf pusat (SSP). Pada keadaan trauma serebral (brain injury) bilirubin indirek terikat pun dapat menembus sawar darah otak dan bersifat toksik terhadap SSP. Akhirnya ancaman bilirubin ensefalopati tidak terhindarkan.

Pada infeksi TORCH khususnya CMV yang fase lanjut/desiminata di dalam organ hati, dapat menimbulkan atresia biliaris yang akan menyebabkan peninggian bilirubin direk baik di dalam darah maupun di dalam hati sendiri.

Sebagai manisfestasi klinis akibat peninggian bilirubin (indirek maupun direk) di dalam darah akan memberikan warna kuning pada kulit mukosa dan sklera yang akan menyebar secara sefalo caudal dan dapat di nilai secara klinis dengan pemeriksaan Kremer (I, II, III, IV, V), selain itu kencing dan berak bayi akan berwarna kuning.

Jika kadar bilirubin indirek tinggi akan berbahaya karena menimbulkan efek toksik pada sel-sel syaraf pusat yang klinis bayi menjadi tidak mau menetek, letarkhi, kejang, koma, dan lain-lain.

Bila bilirubin direk yang tinggi dan adanya atresia biliaris, selain bayi tampak kuning yang menetap (cholestatic joundice), juga berak bayi menjadi putih seperti dempul dan pembesaran hati.

Untuk menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia (indirek dan direk) pada neonatus diperlukan pemeriksaan penunjang: darah tepi, gol darah, Rh, coombs tes direk indirek, bil total dan direk, enzim G6PD, kultur darah, TORCH, USG abdomen.

Dalam menegakan diagnosis hiperbilirubinemia pada neonatus harus ditentukan apakah patologis/fisiologis.

Hiperbilirubinemia patologis adalah:


  • Kuning terjadi sebelum/dalam 24 jam pertama

  • Setiap peningkatan bilirubin serum memerlukan foto terapi.

  • Peningkatan kadar bilirubin total serum > 0,5 mg/dl/jam.

  • Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah,letargi, malas menetek, BB turun cepat, apnea, tahipnea, suhu labil).

  • Terdapat faktor resiko.

  • Ikterus bertahan setelah 8 hari pada BCB, setelah 14 hari BKB.

  • Bilirubin direk >2mg/dL.

Diluar kriteria tersebut di atas adalah batasan fisiologis.

Bilirubin ensefalopati

a. Bilirubin ensefalopati akut:


  1. Fase awal (beberapa hari pertama kehidupan): ikterus berat, letargis, menginap lemah.

  2. Fase intermediet: stupor, iritabel, hipertonus, bisa demam, tangis melengking, mengantuk.

  3. Fase lanjut: (lebih dari 1 minggu): kerusakan SSP menetap, diawali tangis melengking, tak bisa menetek, hipotoni, apnea, stupor sampai koma, kadang-kadang kejang, bisa meninggal.

b. Bilirubin ensefalopati kronis:

  1. Fase awal: (tahun pertama kehidupan): hipotonia, hiperreleksi, keterlambatan perkembangan motorik.

  2. Fase setelah 1 tahun kehidupan: tonic-neck reflex (+), gangguan ekstra piramidal, visual, pendengaran, intelektual minor.

Tatalaksana

a. Hiperbilirubinemia indirek:


  1. Fototerapi

  2. Tranfusi tukar

  3. Hidrasi (asupan cairan)

  4. Tin protoporphyrin

  5. Anti kejang (pada ensefalopati bilirubin)

b. Hiperbilirubinemia direk: tergantung etiologi, terapi sesuai penyakit penyebab ikterus.

Pada atresia biliaris bila akan dilakukan koreksi bedah, harus dilakukan persiapan pra-bedah.


Prognosis

Prognosis baik pada hiperbilirubinemia patologis yang tanpa komplikasi.


Pencegahan

Pencegahan deteksi dini hiperbilirubinemia (indirek dan direk) patologis sehingga tatalaksana dini dapat mencegah komplikasi (bilirubin ensefalopati, sirosis hepatis bilier).





Contoh kasus
STUDI KASUS: HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS
Arahan

Baca dan lakukan analisa terhadap studi kasus secara perorangan. Bila yang lain dalam kelompok sudah selesai membaca, jawab pertanyaan dari studi kasus. Gunakan langkah dalam pengambilan keputusan klinik pada saat memberikan jawaban. Kelompok yang lain dalam ruangan bekerja dengan kasus yang sama atau serupa. Setelah semua kelompok selesai, dilakukan diskusi tentang studi kasus dan jawaban yang dikerjakan oleh masing-masing kelompok.


Studi kasus 1 (Hiperbilirubinemia indirek pada neonatus)

Seorang bayi berumur 1 hari terlihat semakin lama semakin kuning sejak umur 3 jam. Berat badan lahir 2600 gram, lahir spontan, langsung menangis, ditolong oleh bidan di rumah sakit. Ibu sehat, antenatal care tidak lengkap. Bayi merupakan anak pertama, tidak ada riwayat keguguran.


Penilaian

  1. Apa yang harus segera anda lakukan untuk menilai keadaan bayi tersebut dan mengapa ?


Diagnosis (identifikasi masalah/kebutuhan)

  • Identifikasi faktor risiko pada saat kehamilan dan persalinan

  • Nilai keadaan klinis bayi: klasifikasi ikterus

  • Deteksi kelainan laboratorium: darah tepi lengkap, apusan darah tepi, bilirubin total, bilirubin direk, golongan darah bayi dan ibu (ABO dan Rh), Coomb test.

Hasil penilaian yang ditemukan pada keadaan tersebut adalah:

Bayi sadar, aktif, minum cukup kuat, suhu 36,70C, ikterik Krammer 2, tali pusat bersih. Hasil darah tepi: Hb 15 g/dL, Ht 43%, leukosit 15.000/uL, trombosit 250.000/uL, hitung jenis dalam batas normal. Apusan darah tepi tampak fragmentosis, anisositosis, sel target, poikilositosis. Bilirubin total 12 mg/dL, bilirubin direk 0,6 mg/dL. Golongan darah ibu O rhesus +, anak B rhesus +. Coomb test +.




  1. Berdasarkan pada temuan yang ada, apakah diagnosis yang paling mungkin pada bayi tersebut?

Jawaban:

ABO inkompatibilitas


Pelayanan (perencanaan dan intervensi)

  1. Berdasarkan diagnosis, apakah rencana penatalaksanaan pada pasien ini ?

Jawaban:

  • Berdasarkan kadar bilirubin total, dilakukan terapi sinar:

  • Sinar biru

  • Mata ditutup

  • Anak dalam keadaan telanjang, posisi diganti setiap 3 jam: terlentang, tengkurap, miring kanan, miring kiri

  • Kebutuhan cairan: rumatan sesuai usia bayi +10%



Penilaian ulang

Setelah dilakukan tindakan (terapi sinar) dilakukan penilaian fisik dan laboratorium (follow up) bilirubin total setiap 4-24 jam sesuai kemampuan dan fasilitas rumah sakit.

Hasil bilirubin total hari kedua 30 mg/dL dan bayi mengalami kejang tonik-kronik berulang, napas tersendat-sendat dan biru-biru.


  1. Apakah yang dilakukan oleh dokter/dokter anak rumah sakit tersebut tehadap bayi tersebut ?

(mengalami kejang tonik-kronik berulang, napas tersendat-sendat dan sianosis).

Jawaban :

Dokter anak rumah sakit tersebut melakukan tindakan gawat darurat, setelah keadaan bayi tersebut stabil kondisinya berhubung fasilitas rumah sakit tersebut belum mampu melakukan transfusi tukar, bayi dirujuk ke rumah sakit rujukan provinsi.




  1. Tindakan kegawatdaruratan apa yang telah dilakukan oleh dokter anak rumah sakit kabupaten tersebut ?

Jawaban :

Melakukan stabilitasi kondisi bayi tersebut yaitu ;



    • Memberikan obat anti kejang (Phenobarbital loadingdose 20 mg/kg bb iv diteruskan rumatan 5 mg/kg bb)

    • Memberikan O2 pernasal ½ - 1 l/mnt sampai sianosis menghilang.

    • Stabilisasi suhu (mempernahankan suhu tubuh optimal 37oC)

    • Memberikan infus glukosa 10% rumatan

    • Sambil dilakukan foto terapi

Setelah kondisi bayi stabil, bayi di rujuk ke rumah sakit rujukan propinsi untuk tindakan lebih lanjut.



Di rumah sakit rujukan propinsi bayi dirawat di NICU, untuk tindakan transfusi tukar dan foto terapi.


  1. Bagaimanakah prosedur tata laksana bayi tersebut di NICU ?

Jawaban :

    • Sambil menunggu tindakan transfusi tukar, dilakukan :

        • Mempertahan suhu optimal 370 C

        • Mempertahankan oksigenasi adekuat (SiO2 berkisar 90%)

        • Mengatasi jika timbul kejang lagi

        • Mencegah hipoglikemia dan hipovolemia dengan memberikan infus glukosa 10 % rumatan (90 ml/kg bb) ditambah NaCL 3% (2-3 meq/kg /hari).

        • Melakukan fototerapi intensif sambil menyiapkan untuk transfusi tukar.




  1. Apakah yang dilakukan pada waktu transfusi tukar ?

Jawaban :

    • Menyiapkan alat –alat untuk transfusi tukar sebagai berikut :

        • Kateter umbilikal ukuran 6 F.

        • Kompres basah tali pusat dengan NaCl fisiologis ditambah dengan betadin 10 %.

        • Stopcox threew (2 buah)

        • Duk steril

        • Gunting, pisau, klemp, dan lain-lain

        • Gaasteril, benang steril

        • Sringe disposable (1 cc, 3 cc, 5 cc, 10 cc, 20 cc)

        • Obat-obatan (heparin, calcium glukonas, dan lain-lain)

    • Darah donor golongan O/Rh-, dengan plasmatiter anti A dan B rendah atau dengan plasma AB sebanyak 2,6 x 160 cc = 450 cc

    • Setelah semua persiapan selesai dilakukan transfusi tukar sambil di foto terapi

    • Sebelum tindakan tersebut diambil sampel darah 10 cc untuk pemeriksaan laboratorium.

    • Sekitar 4 jam kemudian tindakan transfusi tukar selesai dan foto terapi intensif diteruskan sampai kadar bilirubin serum pada batas aman dan stabil.

    • 4 jam pasca transfusi tukar dan foto terapi hasil pemeriksaan darah menunjukkan ;

        • Hb 14,8 ml/%, Ht 44,2 %, tromb 260.000 /ml, bilirubin total 16 mg/%, bilirubin direk 1,02 ml/%, gula darah 82 mg/ml kalsium darah 4,8 mg/dL, Na 138 mEq/L K 4,7 mEq/L Cl 108 mEq/L.




  1. Bagaimanakah tata laksana hiperbilirubinemia pasca transfusi tukar ?

Jawaban :

    • fototerapi diteruskan sampai angka aman dan stabil.

    • Pemberian nutrisi parenteral dan enteral sampai pemberian enteral secara penuh

    • Pemberian antibiotik spektrum luas

    • Perawatan tali pusat pasca transfusi tukar.

Setelah 3 hari pasca transfusi tukar kondisi bayi stabil dan kadar bilirubin serum berkisar 8 mg% bayi minum baik dengan asi eklusif. Bayi dipindahkan ke perawatan intermediter sambil persiapan untuk dipulangkan.


  1. Apakah yang dilakukan oleh dokter anak terhadap orang tua setelah bayi dipulangkan .

Jawaban :

    • kontrol secara teratur ke poli klinik perinatologi/tumbuh kembang untuk follow up tumbuh kembang bayi dalam mengantisipasi komplikasi dari bilirubin enselopati


Studi kasus 2 (Hiperbilirubinemia direk)

Bayi perempuan lahir di rumah sakit swasta ditolong oleh dokter kandungan dengan bedah kaisar dari seorang ibu usia 25 tahun G1P1A0 hamil 41 minggu atas indikasi partus tak maju/gawat janin apgar 1 menit 7, 5 menit 9. BL 2800 gram, PB 49 cm, LK 34 cm. Bayi mendapatkan asi eksklusif. Riwayat maternal ibu anc teratur di rumah swasta tersebut tanpa ada masalah selama kehamilan.

Pada hari ke 4 perawatan, kondisi bayi cukup baik, ikterus Kremmer 1-2, diperiksa lab Hb 15,8 mg %, Ht 47 %, Leukosit 14.500/ml3, hitung jenis: 1/0/2/43/48/6. trombosit 260.000/ mm3, bilirubin total 8,2 mg%, bilirubin direk 1,5 mg%. Pada hari ke-2 postnatal, bayi mendapatkan vaksinasi hepatitis B 0,5 cc IM, polio zero dan penyuluhan dari dokter anak untuk kontrol selanjutnya dan program imunisasi. Pada hari ke-4, bayi pulang bersama ibunya untuk berobat jalan.

Pada hari ke-7, bayi dibawa kontrol ke rumah sakit tersebut karena tampak lebih kuning sampai daerah dada. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ikterus Krammer 2 dan hematomegali (3 cm bac), pada pemeriksaan lab didapatkan Hb 14,3, Ht 43 %, trombosit 187.000, bilirubin total 10,6 mg%, bil direk 8,2 mg %, bayi menetek cukup baik, asi ibu cukup banyak tanpa tambahan susu formula.


Pertanyaan :

  1. Apakah diagnosis pada kasus ini, dan bagaimana tata laksananya

Jawaban :

Diagnosis : BCB, SMK, lahir SC, hiperbilirubinemia patologis (bilirubin direk meninggi)

Tata laksana : rawat di bangsal perinatologi – 2 asi sementara distop diberikan susu formula 8 x 75 cc.
Pemeriksaan lab : faal hati (SGOT, SGPT, BT, BD, Alkalifosfatase, HBSAg, anti HBS, IgM CMV, toksoplasma, rubella, sterkobilin feses. Ibunya diperiksa IgG dan IgM untuk CMV dan toksoplasma dan rubella

hasil : SGOT 102, i.u/ ml SGPT 73, alkalipostase 560 , bilirubin total 13,5 mg % BD 10,6 mg % HBSAG negatif dan Anti HBS 30 i.u/ml , CMV (Igg 160 IGM 50) toksoplasma Igg dan Igm negatif Rubella (IgM negatif), sterkobilin feses. Ibunya CMV (Ig 230 IgM 73) toksoplasma (Ig 20 IgM negatif) rubella (IgG IgM negatif)




  1. Apakah diagnosa ikterus pada kasus ini bagaimana tata laksananya

Jawaban :

Diagnosis : bayi cukup bulan hiperbilirubinemia direk kausa infeksi CMV tatalaksana bayi diberikan antivirus CMV dengan paket pemberikan Gansiklovir IV. Asi distop diganti formula 200 cc/kg bb dalam 8 kali pemberian. Ibunya oleh dokter kandungan diberikan asiklovir tablet. Pada perawatan selama 2 minggu setelah diberikan paket terapi gansiklovir keadaan klinis bayi lebih baik minum kuat ikterus kremmer 1 hepatomegali (2 cm bac) hasil lab Hb 13,6 , Ht 40,1 % trombosit 151000 lekosit 4800 BT 8,7 mg% BD 6,3 mg%, SGOT 69, SGPT 43, Alkalifosfatase 378, IgG 86 IgM 1,3 (CMV) pada hari perawatan ke 17 bayi dipulangkan setelah orangtunya diberikan penyuluhan.




  1. Apakah nasehat dokter anak kepada ortu sebelum bayi dipulangkan ?

Jawaban:

        • ibu harus kontrol kembali minggu ke-4

        • jangan memberikan asi sebelum IgM CMV ibunya negatif, asi tetap dikosongkan.

        • Jika bayi tampak kuning lagi dan berak sperti dempul segera kontrol kembali.

Pada hari terakhir sebelum kontrol kadang-kadang buang air besar bayi berwarna putih seperti dempul.
Pada hari ke-30 (usia 1 bulan) ibu kontrol kembali ke rumah sakit tersebut. Pada pemeriksaan klinis didapatkan bayi tampak kuning di daerah muka, minum cukup kuat, BB naik menjadi 3150 gr PB 51 cm lK 35 cm, hepatomegali (2,5 cm bac) lab Hb 12,6 mg% Ht 36 % lekosit 5000 trombosit 148000, IgG 65 IgM 0,5 (untuk CMV). Feses sterkobilin negatif


  1. Apakah diagnois kasus ini bagaimanakah tata laksananya

Jawaban :

Diagnosis : prolong jaundice e.c. biliaris atresia

Tata laksana : formula sesuai dengan BB dan usia.

Konsul ke bedah anak untuk tindak lanjut atresia biliaris.




Tujuan pembelajaran
Proses, materi dan metoda pembelajaran yang telah disiapkan bertujuan untuk alih pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang terkait dengan pencapaian kompetensi dan keterampilan yang diperlukan dalam mengenali dan menatalaksana hiperbilirubinemia seperti yang telah disebutkan di atas yaitu :

  1. Memahami metabolisme bilirubin dan patofisiologis hiperbilirubinemia pada neonatus

  2. Menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia direk dan indirek melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

  3. Menatalaksana medis dan persiapan pra-bedah hiperbilirubinemia direk dan indirek

  4. Mencegah, mendiagnosis, dan tata laksana komplikasi hiperbilirubinemia direk dan indirek




Evaluasi


  • Pada awal pertemuan dilaksanakan penilaian awal kompetensi kognitif dengan kuesioner 2 pilihan yang bertujuan untuk menilai sejauh mana peserta didik telah mengenali materi atau topik yang akan diajarkan.

  • Materi esensial diberikan melalui kuliah interaktif dan small group discussion dimana pengajar akan melakukan evaluasi kognitif dari setiap peserta selama proses pembelajaran berlangsung.

  • Membahas instrumen pembelajaran keterampilan (kompetensi psikomotor) dan mengenalkan penuntun belajar. Dilakukan demonstrasi tentang berbagai prosedur dan perasat untuk menatalaksana ikterus neonatorum. Peserta akan mempelajari prosedur klinik bersama kelompoknya (Peer-assisted Learning) sekaligus saling menilai tahapan akuisisi dan kompetensi prosedur tersebut pada model anatomi.

  • Peserta didik belajar mandiri, bersama kelompok dan bimbingan pengajar/instruktur, baik dalam aspek kognitif, psikomotor maupun afektif. Setelah tahap akuisisi keterampilan maka peserta didik diwajibkan untuk mengaplikasikan langkah-langkah yang tertera dalam penuntun belajar dalam bentuk “role play” diikuti dengan penilaian mandiri atau oleh sesama peserta didik (menggunakan penuntun belajar)

  • Setelah mencapai tingkatan kompeten pada model maka peserta didik akan diminta untuk melaksanakan penatalaksanaan ikterus neonatorum melalui 3 tahapan:

  1. Observasi prosedur yang dilakukan oleh instruktur

  2. Menjadi asisten instruktur

  3. Melaksanakan mandiri dibawah pengawasan langsung dari instruktur

Peserta didik dinyatakan kompeten untuk melaksanakan prosedur tatalaksana ikterus neonatorum apabila instruktur telah melakukan penilaian kinerja dengan menggunakan Daftar Tilik Penilaian Kinerja dan dinilai memuaskan

  • Penilaian kompetensi pada akhir proses pembelajaran :

    • Ujian OSCE (K,P,A) dilakukan pada tahapan akhir pembelajaran oleh kolegium

    • Ujian akhir stase, setiap divisi/ unit kerja di sentra pendidikan




Instrumen penilaian


  • Kuesioner awal

Instruksi: Pilih B bila pernyataan Benar dan S bila pernyataan Salah


    1. Pada bayi baru lahir dapat terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek. B/S. Jawaban B. Tujuan 1

    2. Bilirubin yang terikat albumin lebih mudah menembus sawar darah otak B/S. Jawaban S Tujuan 1.

    3. Kadar bilirubin indirek pada hari ke 3 lebih dari 20 mg/dL pada pasien hiperbilirubinemia, ABO incompatibilty harus dilakukan transfusi tukar. B/S. Jawaban B. Tujuan 3




  • Kuesioner tengah

MCQ:

  1. Sebelum bilirubin dapat diekskresi pada bayi baru lahir, bilirubin harus mengalami proses:

  1. oksidasi di ginjal

  2. hemolisis di aliran darah

  3. konjugasi di hati

  4. dicerna dalam usus

  5. semua benar




  1. Ikterus yang terjadi antara hari ke 2-7 adalah:

  1. selalu normal

  2. biasa merupakan tanda dari penyakit hemolitik

  3. selalu diterapi dengan fototerapi

  4. biasa pada bayi yang normal dan sehat

  5. BSSD




  1. Terapi mana yang paling tepat diberikan pada bayi dengan total bilirubin 30 mg/dL?

  1. fototerapi

  2. transfusi tukar

  3. fenobarbital oral

  4. minum sering

  5. BSSD




  1. Di bawah ini adalah gejala klinis dari kernikterus yang perlu diberitahukan dokter kepada orangtua bayi pada waktu pulang dari rumah sakit:

  1. letargi

  2. kejang

  3. kegagalan perkembangan

  4. opistotonus

  5. semua benar

Jawaban :

1. C

2. D


3. B

4. E



Yüklə 244,49 Kb.

Dostları ilə paylaş:
  1   2   3




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©genderi.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

    Ana səhifə