Implementasi metode tematik al-quran untuk memahami makna beriman kepada para malaikat



Yüklə 46,92 Kb.
tarix30.10.2018
ölçüsü46,92 Kb.
#76344

IMPLEMENTASI METODE TEMATIK AL-QURAN UNTUK MEMAHAMI MAKNA BERIMAN KEPADA PARA MALAIKAT

Oleh : Munawar Rahmat, M.Pd.1


Abstrak

Apa makna beriman kepada para Malaikat? Kebanyakan orang mengartikan iman kepada para Malaikat ialah percaya adanya Malaikat, percaya bahwa Malaikat itu merupakan makhluk gaib yang selalu taat kepada Allah, dan hapal nama-nama Malaikat yang wajib diketahui beserta tugas-tugasnya. Jika maknanya seperti ini maka kebanyakan manusia tentu beriman; bahkan iblis juga dapat dikatakan beriman karena iblis menyaksikan adanya Malaikat (bukan sekedar percaya). Dengan menggali langsung dari Al-Quran melalui metode tematik Al-Quran diharapkan makna beriman kepada para Malaikat dapat diungkap secara lebih gamblang. Studi ini berusaha memahami keterkaitan makna tiga term berikut: Khalîfah fil ardhi, Malaikat, dan Iblis perspektif Al-Quran berdasarkan pendekatan/metode tematik Al-Quran. Pertanyaan utamanya adalah: Siapa Khalîfah fil ardhi itu? Apa dia itu setiap manusia ataukah hanya manusia pilihan Tuhan? Apa makna beriman kepada Malaikat-malaikatNya Allah, apa cukup dengan mempercayai adanya Malaikat ataukah lebih dari itu?


Kata kunci : Rukun Iman, beriman kepada para Malaikat, watak Malaikat, watak Iblis, Khalifah fil ardhi, Nabi Adam
PENDAHULUAN
Apa makna beriman kepada para Malaikat? Kebanyakan orang mengartikan iman kepada para Malaikat ialah percaya adanya Malaikat, percaya bahwa Malaikat itu merupakan makhluk gaib yang selalu taat kepada Allah, dan hapal nama-nama Malaikat yang wajib diketahui beserta tugas-tugasnya. Jika maknanya seperti ini maka kebanyakan manusia tentu beriman; bahkan iblis juga dapat dikatakan beriman karena iblis menyaksikan adanya Malaikat (bukan sekedar percaya). Dengan menggali langsung dari Al-Quran melalui metode tematik Al-Quran diharapkan makna beriman kepada para Malaikat dapat diungkap secara lebih gamblang.

Ulama Tafsir telah merumuskan metode pemahaman Al-Quran, lebih dikenal dengan Ilmu Tafsir. Terdapat dua metode yang telah berumur sekitar 1.400 tahun, yakni: metode tafsir bil-manqul atau bil-ma`tsur dan tafsir bil-ro`yi. Tafsir bil-manqul atau bil-ma`tsur adalah tafsiran Kangjeng Nabi Muhammad SAW terhadap suatu term dalam dalam Al-Quran. Dalam kapasitasnya sebagai Nabi dan Rasul tentu saja penjelasan Nabi ini disepakati yang paling benar, karena hanya Nabi dan Rasul saja yang dapat memahami ayat-ayat muhkamat (yang jelas maknanya) dan ayat-ayat mutasyabihat (maknanya tidak jelas atau samar-samar).

Sayangnya, tafsir bil-manqul atau bil-ma`tsur ini tidaklah banyak. Hanya sedikit term atau ayat Al-Quran yang dijelaskan oleh Nabi. Dengan wafatnya Nabi Muhammad SAW, otomatis berakhir pula periode tafsir ini (karena tiadanya lagi al-muthohharun atau orang yang disucikan Tuhan). Demikianlah keyakinan hampir seluruh kaum muslimin. Akhirnya para Ulama memperluas dengan tafsir bil-manqul atau bil-ma`tsur shahabi, yakni tafsir sahabat-sahabat besar Nabi (terutama empat khalifah dan Ibn Abbas) bila tafsiran Nabi SAW tidak diperoleh.Oleh karena itu al-Qattan (2001: 482) dan ash-Shiddiqie (1980: 227) menyebutkan tafsir bil-manqul sebagai metode penafsiran (Al-Quran) dengan cara mengambil rujukan pada Al-Quran, hadist Nabi, dan kutipan sahabat serta tabi`in. Namun para sahabat dan tabi`in tetap melakukan ijtihad. Dalam bahasa Quraish Shihab (1996: 71), mereka berijtihad sebagai keterpaksaan karena Nabi telah wafat.

Tafsir ini selain terbatas, juga tidak luput dari perdebatan. Ash-Shiddiqie (1972: 220) menyebut 4 kelemahan tafsir bil-ma`tsur, yakni: (1) banyak ditemukan riwayat-riwayat yang disisipkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani dengan tujuan merusak Islam melalui informasi yang tidak dipertanggungjawabkan kebenarannya; (2) banyak ditemukan usaha-usaha penyusupan kepentingan yang dilakukan oleh aliran-aliran yang dianggap menyimpang, seperti kaum Syi’ah [Ash-Shiddiqe tampak anti-Syi`ah]; (3) tercampur aduknya riwayat-riwayat yang shahih dengan riwayat-riwayat hadits yang sanadnya lemah; dan (4) banyak ditemukan riwayat Isra`iliyat yang mengandung dongeng-dongeng yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Akhirnya Ulama mengembangkan tafsir bil-ro`yi dengan dibuatnya kaidah-kaidah yang disepakati bersama, seperti harus ahli tata bahasa Arab, tahu asbabul nuzul, mengerti perbedaan sighot dan fungsinya dalam suatu ayat – apakah ia menunjuk para perintah wajib atau tidak wajib, dan seterusnya. Jadi, tafsir bil-ro`yi ialah pejelasan-penjelasan yang bersendi kepada ijtihad dan akal, berpegang kepada kaidah-kaidah bahasa dan adat istiadat orang Arab dalam mempergunakan bahasanya (Ash-Shiddiqie, 1980: 227).

Tapi dengan membanjirnya kitab-kitab tafsir pun tetap saja banyak ayat Al-Quran yang masih ”gelap” sehingga tidak bisa menjadi petunjuk bagi kita. Ambil saja contoh huruf-huruf hijaiyah dalam awal beberapa surat (alif-lam-mim, alif-lam-ro, nun, shod, ya-sin, tho-ha, kaf-ha-ya-`ain-shod, dan lain-lain) yang hanya diterjemahkan dengan wallahu a`lam bi murodi (hanya Allah yang tahu maksudnya). Kedua metode tafsir, bil-ma`tsur atau bil-manqul dan bil-ro`yi, lebih difokuskan pada pemahaman hukum-hukum Islam (wajib, sunat, halal, haram, dan syubhat) dalam arti yang lebih luas (bukan sebatas fiqh).

Metode Tematik Al-Quran adalah metode memahami makna term-term keagamaan ataupun suatu term dalam Al-Quran dengan cara menganalisis seluruh ayat Al-Quran tentang term yang sama. Misal, kita ingin memahami makna beriman kepada Malaikat-malaikatNya Allah. Caranya ialah kumpulkan semua ayat Al-Quran yang membicarakan Malaikat, kemudian analisis satu per-satu ayat Al-Quran yang membicarakan Malaikat itu, bagaimanakah karakter Malaikat menurut ayat per-ayat dalam Al-Quran. Metode Tematik Al-Quran ini terutama sangat diperlukan untuk pemahaman awal dan dasar tentang term-term agama yang fundamental (rukun Iman dan rukun Islam), juga tentu saja dapat digunakan juga untuk memahami term-term keagamaan yang lebih rinci. (Lihat juga Rahmat, 2012).

Menurut Al-Qarafi (1973) ada 3 standard untuk menafsirkan term-term yang dipakai dalam Al-Quran, yaitu: (1) sesuai dengan pengertian bahasa dari tradisi masyarakat zaman Nabi Muhammad SAW (konteks sosio-kultural); (2) sesuai semantik bahasa (wadh`i, yakni sesuai arah dan tujuan yang dikandung); dan (3) upaya menemukan arti yang diyakini sesuai dengan kehendak Allah.

Untuk lebih memahami aplikasi metode Tematik Al-Quran, studi ini lebih dimaksudkan untuk memahami kata-kata atau term-term Khalifah fil ardhi, Malaikat, dan Iblis dalam Al-Quran. Studi ini kiranya kurang pas menggunakan metode klasik itu, tapi akan menggunakan metode al-Qarafi, sebagai metode pemaknaan kata-kata dalam Al-Quran.

Media yang diperlukan untuk menggunakan metode Tematik Al-Quran adalah AL-QURAN DIGITAL. Bagi yang belum punya program AL-QURAN DIGITAL segera mengcopy. Jika sudah punya program AL-QURAN DIGITAL langkah-langkah teknis aplikasinya sebagai berikut:



  1. Klik folder Al-Quran Digital

  2. Klik file Al-Quran Digital (simbol LOVE warna Hijau)

  3. Cari term-term yang diinginkan, bisa Bahasa Indonesia (huruf Latin) bisa Bahasa Arab (huruf Arab). Misal term SHALAT. Caranya: Klik cari (Ind/Eng), kemudian tulis SHALAT. Nanti akan muncul di layar (bawah) term SHALAT = 92 item. Jika menggunakan Bahasa Arab, klik cari (Arab), kemudian tulis SHALAT dengan cara: Klik huruf alif (ﺍ), lam (ﻝ), shod (ﺹ), lam-alif (ﻻ), dan ta marbuthoh (ﺓ). Nanti akan muncul di layar (bawah) term (ﺓ ﻻ ﺹ ﺍ ﻝ) (SHALAT) = 61 item. Jumlah term yang benar adalah dengan menggunakan cari (Arab). Jadi, jumlah term SHALAT yang benar adalah 61 ayat. Term SHALAT dalam Bahasa Indonesia lebih banyak (92 item/ayat) karena term SHALAT bisa merupakan terjemahan langsung dari term shalat dalam Bahasa Arab, ditambah dengan term yang bermakna shalat, yang terjemahannya biasanya diberi tanda kurung (shalat).

Contoh dalam Al-Quran Surat 4/An-Nisa ayat 142:



Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka; dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia; dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.

Dalam ayat ini term SHALAT (bahasa Arabnya) diungkapkan satu kali. Tapi dalam terjemahnya diungkapkan dua kali, yakni: pertama terjemahan langsung dari term shalat, dan kedua ketika menjelaskan term riya, yakni riya (dengan SHALAT) di hadapan manusia.


MEMAHAMI KETERKAITAN MAKNA KHALIFAH FIL ARDHI, MALAIKAT, DAN IBLIS DENGAN METODE TEMATIK AL-QURAN
Siapa Khalîfah fil ardhi itu? Apa makna dan fungsi mereka? Kemudian, apa keutamaan para Malaikat sehingga mereka dijadikan Rukun Iman kedua? Dan apa pula kesesatan dan bahaya Iblis sehingga orang-orang yang beriman diminta untuk menghindari Iblis dan menjadikan syetan sebagai musuh yang nyata?


  1. Makna Khalîfah fil ardhi

Siapa Khalîfah fil ardhi itu? Dengan menggunakan metode tematik Al-Quran kita bisa memahami makna dan fungsi Khalîfah fil ardhi. Term Khalîfah dalam kalimat mufrod atau singular (maknanya=seorang Khalîfah) diungkapkan dalam 2 ayat Al-Quran, yakni Qs. 2/Al-Baqarah ayat 30 dan Qs. 38/Shâd ayat 26 sebagai berikut:


Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya AKU hendak menjadikan seorang Khalîfah di muka bumi!" Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (Khalîfah) di bumi itu orang (dari kalangan manusia) yang membuat kerusakan di bumi dan menumpahkan darah; (Mengapa tidak kami saja yang Engkau jadikan Khalîfah itu), padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya AKU Mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Qs. 2/Al-Baqarah: 30)
Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang makna khalifah fil ardhi. Ringkasnya ada tiga pandangan, yakni: (1) Khalifah fil ardhi adalah Rasulullah; (2) Khalifah fil ardhi adalah para Nabi dan para Rasul, termasuk para Wali, para Ulama, para shiddiqin, orang-orang saleh, dan orang-orang yang sangat taat beribadah; dan (3) Khalifah fil ardhi adalah manusia. Pandangan pertama terdapat dalam Tafsir Ibnu Mas`ud (Isawi, 2009: 173,180), Tafsir Ibnu Katsir (Abdullah, 2009: 102,131), Tafsir Al-Qurthubi (Al-Qurthubi, 2007: 588, 615), dan Tafsir Ath-Thabari (Muhammad, 2007: 524-525). Pandangan kedua terdapat dalam Tafsir Ibnu Katsir (Abdullah, 2009: 100), Tafsir Al-Qurthubi (Al-Qurthubi, 2007: 614), dan Tafsir Fathul Qadir (Asy-Syaukani, 2008: 254). Sementara pandangan ketiga terdapat dalam Tafsir Al-Maraghi (Al-Maraghi, 1992: 130-131), Tafsir Fi Zhilalil Quran (Quthb, 2000: 67), Tafsir Mizan (Thabathaba`i, 2010: 228-231), dan Tafsir Misbah (Shihab, 2007: 142).

Pandangan pertama dan kedua, Khalifah fil ardhi itu Rasulullah atau para Nabi dan Rasul, termasuk para Wali, para Ulama, para shiddiqin, orang-orang saleh, dan orang-orang yang sangat taat beribadah dapat dikatakan sama, atau hampir sama. Para Ulama Sufi memiliki pandangan yang sama dengan pandangan pertama dan kedua (Al-Qurthubi, 2007: 615-616). Adapun pandangan ketiga berbeda dengan pandangan pertama dan kedua. Quraisy Shihab (2007: 142), misalnya saja, mengungkapkan bahwa makna Khalifah fil ardhi adalah ‘manusia’ yang menggantikan Allah dalam menegakkan kehendak-Nya dan menerapkan ketetapan-Nya di muka bumi. Jika tidak sesuai dengan kehendak-Nya berarti pelanggaran terhadap makna dan tugas kekhalifahan. Kedua makna ini lebih sesuai dengan teks ayat.

Pandangan ketiga perlu dipertanyakan sehubungan manusia secara umum justru sering dikecam oleh Allah. Jika Khalîfah fil ardhi diartikan sebagai manusia pada umumnya, bagaimana mungkin gelaran setinggi itu diberikan kepada manusia? Bukankah Al-Quran justru memberikan predikat-predikat negatif kepada manusia, yakni: zhalim dan bodoh (Qs. 33/Al-Ahzab ayat 72), tukang membantah (Qs. 18/Al-Kahfi ayat 54), merugi (Qs. 103/Al-`Ashr), dijatuhkan ke tempat yang serendah-rendahnya (Qs. 6/At-Tin: 4-6), cenderung beragama dengan mengikuti keberagamaan orang tua/leluhurnya (Qs. 31/Luqman ayat 20-21), dan alangkah amat-sangat kekafirannya (Qs. 80/Abasa ayat 17-23)? dan sejumlah predikat negatif lainnya? (Rahmat, 2010). Silakan gunakan metode tematik Al-Quran, dari sebanyak 281 ayat tentang Manusia (term basyar diungkapkan 37 kali, al-insan 65 kali, dan an-nâs 179 kali) hampir semuanya diungkapkan dengan predikat-predikat negatif.

Coba banyak berulag-ulang Qs. 2/Al-Baqarah ayat 30-34. Dalam ayat ini Allâh mengemukakan rencanaNya kepada bangsa Malaikat (termasuk kepada bangsa Jin, sebagaimana dijelaskan dalam ayat 34-nya), yakni hendak menjadikan seorang Khalîfah (Wakil) di bumi milikNya. Pertanyaan kita, mengapa para Malaikat berkeberatan dengan rencana Tuhan itu? Kalaulah kedudukan Khalîfah fil ardhi itu biasa-biasa saja tentu para Malaikat tidak akan mengajukan keberatannya.

Kembali ke Qs. 2/Al-Baqarah ayat 30. Dalam ayat ini Allâh menegaskan: innî jâ`ilun fil ardhi khalîfah =AKU akan ”selalu” menjadikan seorang Khalîfah di bumi. Kalimat jâ`ilun adalah istimror, yakni terus-menerus. Makanya ayat ini lebih tepat diterjemahkan seperti itu. Maksudnya, Khalîfah fil ardhi itu bukan hanya Nabi Adam, melainkan Allah “selalu” menjadikan seorang Wakil-Nya di bumi. Mengapa demikian, karena manusia itu umurnya pendek-pendek (tidak seperti Malaikat dan Jin yang berumur panjang-panjang). Dengan wafatnya Nabi Adam tidak berarti di dunia ini tidak ada lagi Khalîfah fil ardhi. Allah “selalu” memilih Wakil-Nya, yakni para Nabi/Rasul.


  1. Keutamaan Malaikat

Term Malaikat diungkap dalam 41 ayat Al-Quran (Bahasa Arab) dan 142 ayat (Bahasa Indonesia). Mari kita analisis pesan ayat dari term-term Malaikat ini:


TABEL 1

PESAN AYAT DARI TERM-TERM MALAIKAT



No.

Qs. ... ayat ...

Terjemah ayat

Pesan ayat

1.

2/Al-Baqarah: 30

Dan Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau ...

Malaikat berkeberatan mengapa Allah menjadikan Khalifah itu dari kalangan Manusia, bukannya dari kalangan Malaikat (karena manusia itu jahat)

2.

2/Al-Baqarah: 31

Dan Dia mengajarkan kepada Adam Al-Asma`a kullaha, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat ...


Nabi Adam sebagai Khalifah pertama diajari Al-Asma`a kullaha yang tidak diajarkannya kepada para Malaikat


3.

2/Al-Baqarah: 34

"Sujudlah kamu (Malaikat dan Jin) kepada Adam (sebagai Khaifah fil ardhi)," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan (karena itu) dia tergolongan orang-orang kafir.


Perintah sujud (taat) kepada Adam (sebagai Khaifah fil ardhi).

  1. Malaikat SUJUD

  2. Iblis enggan untuk sujud. Ia sombong dan merasa lebih baik daripada Adam

4.

2/Al-Baqarah: 98

Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir.


Memusuhi Malaikat & Rasul

= memusuhi Allah.



Berarti tergolong orang kafir.

5.

2/Al-Baqarah: 285

Rasul telah beriman kepada ‘apa’ yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat" (kepada Rasul). (Lalu mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali".



Rasul dan orang-orang beriman telah beriman kepada ‘apa’ yang diturunkan kepada Rasul-Nya:

  1. Mereka beriman kepada Allah, Malaikat-malaikatNya, Kitab-kitabNya, dan Rasul-rasulNya

  2. Mereka tidak membeda-beda-kan Rasul-Rasul (karena para Rasul itu sama sebagai Khalifah fil ardhi, sebagai Utusan Tuhan)

  3. Mereka mau mendengarkan dan mentaati Rasul-Nya

  4. Mereka memohon pengampunan dari Allah

  5. Mereka memohon dapat kembali kepada Allah

6.

4/An-Nisa: 97

Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?". Mereka menjawab: "Adalah kami


  1. Orang yang zalim terhadap dirinya sendiri diwafatkan oleh Malaikat (dengan penuh murka)

  2. Malaikat mempertanyakan mengapa kamu zalim terhadap dirimu sendiri?

6.

4/An-Nisa: 97

orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?". Orang-orang itu tempatnya neraka Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali,


  1. Malaikat menegaskan bahwa tempat kembali orang yang zalim terhadap dirinya sendiri adalah Jahannam

7.

6/Al-An`am: 9

Dan kalau Kami jadikan rasul itu (dari) malaikat, tentulah Kami jadikan dia berupa laki-laki dan (jika Kami jadikan dia berupa laki-Iaki), Kami pun akan jadikan mereka tetap ragu sebagaimana kini mereka ragu.


  1. Manusia menginginkan Rasul itu dari kalangan Malaikat (bukan Manusia)




  1. Jawab Tuhan: Kalau pun Rasul itu dari kalangan Malaikat, manusia tetap saja ragu (tetap tidak akan beriman)




8.

7/Al-A`raf: 206

Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nya lah mereka bersujud.



Para Malaikat:

  1. Tidak pernah enggan menyembah Allah

  2. Bertasbih kepada-Nya

  3. Bersujud kepada-Nya

9.

8/Al-Anfal: 50

Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata): "Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar"

  1. Ada orang yang dibisakan melihat Malaikat yang sedang mencabut nyawa orang kafir

  2. Malaikat memukul-mukul muka dan belakang mereka

  3. Malaikat memvonis: Rasakan-lah olehmu siksa neraka




10.

13/Ar-Ra`du: 10

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.

Malaikat mentaati Allah untuk menjaga manusia, di muka dan di belakangnya, secara bergiliran




11.

16/An-Nahl: 32

(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Salaamun`alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan".


Ketika mewafatkan orang yang baik, para Malaikat berkata:

"Salaamun`alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan".



12.

dst






Qs. 2/Al-Baqarah ayat 31-34 tampaknya merupakan ayat utama yang dapat menjelaskan karakter para Malaikat sehingga mereka mendapat pujian dan dijadikan Rukun Iman kedua. Tapi untuk memuaskan akal pikiran kita tampaknya term-term Malaikat perlu kita kaji seluruhnya dengan menggunakan metode tematik Al-Quran.

Dari semua ayat tentang Malaikat, yang paling dominan dari watak para Malaikat adalah mereka semua rela SUJUD kepada ADAM (sebagai Khalifah fil ardhi/Nabi/Rasul). Ada 10 ayat yang memerintahkan kepada para Malaikat untuk SUJUD kepada Adam. Watak ini sama sekali tidak dimiliki oleh bangsa Jin yang diwakili oleh IBLIS. Dia enggan sujud. Dia sombong dan merasa dirinya lebih baik.

Dari sejumlah ayat tentang Malaikat dan kita hubungkan dengan Rukum Iman kedua, berarti beriman kepada Malaikat-MalaikatNya Allah itu adalah “meneladani para Malaikat yang rela SUJUD (TAAT) kepada Khalifah fil ardhi/Nabi/Rasul, meneladani para Malaikat yang selalu menyembah Allah, selalu meMahaSucikan Allah, dan tidak pernah lelah dalam beribadah kepada Allah. Karena watak inilah sehingga para Malaikat dijadikan oleh Allah sebagai bagian dari RUKUN IMAN.




  1. Kejahatan Iblis

Al-Qurn Surat 2/Al-Baqarah ayat 31-34 tampaknya merupakan ayat utama yang dapat menjelas-kan karakter Iblis. Bertolak belakang dengan para Malaikat yang rela sujud kepada Adam (sebagai Khalifah fil ardhi/Nabi/Rasul), Iblis justru menolak sujud kepada Adam. Dia sombong dan merasa dirinya lebih baik.

Term Iblis diungkap dalam 11 ayat Al-Quran (Bahasa Arab) dan 24 ayat (Bahasa Indonesia), 10 ayat di antaranya tentang penolakan Iblis untuk sujud kepada Adam. Adapun 14 ayat lainnya mengungkapkan hal-hal berikut:
TABEL 2

PESAN AYAT DARI TERM-TERM IBLIS



No.

Qs. ... ayat ...

Terjemah ayat

Pesan ayat

1.

7/Al-A`raf: 14-15

Iblis menjawab: "Beri tangguhlah saya[529] sampai waktu mereka dibangkitkan". Allah berfirman: "Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh."
[529] Maksudnya: janganlah saya dan anak cucu saya dimatikan sampai hari kiamat sehingga saya berkesempatan menggoda Adam dan anak cucunya.


  1. Iblis dan anak-cucunya memohon diberi umur panjang

  2. Allah memanjangkan umur Iblis dan anak-cucunya

2.

7/Al-A`raf: 16-17

Iblis berkata: "Karena Engkau telah memvonis saya sesat, maka saya benar-benar akan (menyesat-kan) mereka dari jalan Engkau yang lurus,

Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).




Sumpah-serapah Iblis:

  1. Akan menyesatkan seluruh manusia

  2. Akan mengepung manusia (agar manusia mengikuti jejak Iblis)

  3. Ramalan Iblis: “Semua manusia akan mengikuti Iblis”.

3.

34/Saba: 20

Dan sesungguhnya iblis telah dapat membuktikan kebenaran sangkaannya terhadap mereka, lalu mereka (manusia) mengikuti-nya, kecuali sebagian orang-orang yang beriman.


Sumpah-serapah Iblis yang akan menyesatkan manusia terbukti, bahwa manusia memang mengikuti jejak Iblis, kecuali sebagian orang-orang yang beriman


4.

15/Al-Hijr: 39-40

Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan yang tidak sejalan denganMu) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,

Kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka".




Iblis akan menyesatkan seluruh manusia, kecuali sebagian yang ikhlas, dengan cara menciptakan pandangan yang baik pada sikap dan perbuatan manusia yang tidak sejalan dengan Allah.
Artinya: manusia merasa beriman, merasa benar, merasa taat, merasa saleh, dsb, padahal sikap dan perbuatannya itu tidak sejalan dengan Kehendak Allah.




Dst






Dari semua ayat tentang Iblis, yang paling dominan dari watak Iblis adalah enggan SUJUD kepada ADAM (sebagai Khalifah fil ardhi/Nabi/Rasul). Ada 10 ayat yang mengungkapkan penolakan Iblis untuk sujud (taat) kepada Adam.

Karena Iblis divonis sesat oleh Allah, akhirnya Iblis bersumpah-serapah. Iblis dengan menggerakkan bala-tentaranya dari bangsa Jin dan Manusia (syetan-syetan) akan menyesatkan seluruh manusia. Caranya yaitu dengan MENCIPTAKAN pandangan yang BAIK. Artinya, manusia merasa beriman, merasa benar, merasa taat, merasa saleh, dsb, padahal sikap dan perbuatannya itu tidak sejalan dengan Kehendak Allah. Maksudnya, imannya tidak sejalan dengan Kehendak Allah. Ibadahnya tidak sejalan dengan kehendak Allah, kesalehannya tidak sejalan dengan kehendak Allah.

Bahkan terhadap orang yang tidak taat beragama pun Iblis menciptakan pandangan yang baik. Seolah-olah mereka itu merasa telah benar juga menjalankan agamanya. Hingga terhadap manusia yang paling buruk pun Iblis menciptakan pandangan yang baik.

Inilah yang kita semua harus HATI-HATI dan WASPADA. Kita harus Hati-hati supaya keagamaan kita sejalan dengan Kehendak Allah, yakni harus selalu mentaati ALLAH, RASULULLAH, atau ULIL AMRI di antara mereka; dan HATI kita supaya selalu mengingat-ingat ALLAH. Lalu harus waspada, maksudnya, WASPADA dari godaan NAFSU dan SYETAN yang selalu menyenangi perbuatan yang TIDAK SEJALAN dengan Kehendak ALLAH sebagaimana diajarkan dan diteladankan oleh RASULULLAH.
PENUTUP
Dari kajian singkat tentang makna dari term Khalîfah fil ardhi, Malaikat, dan Iblis dalam Al-Quran dapatlah disimpulkan hal-hal berikut:

Orang kebanyakan menyebut Manusia sebagai Khalîfah fil ardhi. Apa gelaran setinggi itu pantas diberikan kepada manusia? Bukankah Al-Quran menyandangkan predikat-predikat negatif kepada manusia: zhalim dan bodoh (Qs. 33/Al-Ahzab ayat 72), tukang membantah (Qs. 18/Al-Kahfi ayat 54), merugi (Qs. 103/Al-`Ashr), dijatuhkan ke tempat yang serendah-rendahnya (Qs. 6/At-Tin: 4-6), cenderung beragama dengan mengikuti keberagamaan orang tua/leluhurnya (Qs. 31/Luqman ayat 20-21), dan alangkah amat-sangat kekafirannya (Qs. 80/Abasa ayat 17-23)? dan sejumlah predikat negatif lainnya? Silakan gunakan metode tematik Al-Quran, dari sebanyak 281 ayat tentang Manusia (term basyar diungkapkan 37 kali, al-insan 65 kali, dan an-nâs 179 kali) hampir semuanya diungkapkan dengan predikat-predikat negatif.

Dengan menggunakan metode al-Qarafi dalam memahami term-term atau kata-kata dari ayat-ayat Al-Quran, term Khalîfah fil ardhi seharusnya dikaitkan dengan konteks ayat yakni tentang Khalîfah fil ardhi (=Wakil Tuhan di bumi, yakni Rasulullah), bukannya tentang Nabi Adam terlebih-lebih tentang manusia secara keseluruhan. Oleh karena itulah konteks ayat term Khalîfah fil ardhi dihubungkan dengan kerelaan para Malaikat untuk sujud (dalam arti taat) serta penolakan Iblis untuk sujud kepada Nabi Adam sebagai Khalîfah fil ardhi (yang pertama), juga kepada Khalîfah-khalîfah fil ardhi (para Rasul) berikutnya sebagaimana difirmankan dalam berbagai ayat Al-Quran tentang Malaikat dan Iblis/syetan.

Term Khalîfah dalam kalimat mufrod atau singular (maknanya=seorang Khalîfah) diungkapkan dalam 2 ayat Al-Quran, yakni Qs. 2/Al-Baqarah ayat 30 dan Qs. 38/Shâd ayat 26. Dalam Qs. 2/Al-Baqarah ayat 30 Allâh menegaskan: innî jâ`ilun fil ardhi khalîfah =AKU akan ”selalu” menjadikan seorang Khalîfah di bumi. Kalimat jâ`ilun adalah istimror, yakni terus-menerus. Makanya ayat ini lebih tepat diterjemahkan seperti itu. Maksudnya, Khalîfah fil ardhi itu bukan hanya Nabi Adam, melainkan Allah “selalu” menjadikan seorang Wakil-Nya di bumi (yakni salah seorang dari kalangan Manusia). Mengapa demikian, karena Manusia itu umurnya pendek-pendek (tidak seperti Malaikat dan Jin yang berumur panjang-panjang). Dengan wafatnya Nabi Adam tidak berarti di dunia ini tidak ada lagi Khalîfah fil ardhi, Allah “selalu” memilih Wakil-Nya di setiap zaman.

Qs. 2/Al-Baqarah ayat 31-34 tampaknya merupakan ayat utama yang dapat menjelaskan karakter para Malaikat, sehingga mereka mendapat pujian dan dijadikan Rukun Iman kedua. Tapi untuk memuaskan akal pikiran kita tampaknya term-term Malaikat perlu kita kaji seluruhnya dengan menggunakan metode tematik Al-Quran.

Dari semua ayat tentang Malaikat, yang paling dominan dari watak para Malaikat adalah mereka semua rela SUJUD kepada ADAM (sebagai Khalifah fil ardhi/Nabi/Rasul). Ada 10 ayat yang memerintahkan kepada para Malaikat untuk SUJUD kepada Adam. Watak ini sama sekali tidak dimiliki oleh bangsa Jin yang diwakili oleh IBLIS. Dia enggan sujud. Dia sombong dan merasa dirinya lebih baik.

Dari sejumlah ayat tentang Malaikat dan kita hubungkan dengan Rukum Iman kedua, berarti beriman kepada Malaikat-MalaikatNya Allah itu adalah “meneladani para Malaikat yang rela SUJUD (TAAT) kepada Khalifah fil ardhi/Nabi/Rasul, meneladani para Malaikat yang selalu menyembah Allah, selalu meMahaSucikan Allah, dan tidak pernah lelah dalam beribadah kepada Allah. Karena watak inilah sehingga para Malaikat dijadikan oleh Allah sebagai bagian dari RUKUN IMAN.

Demikian juga dari semua ayat tentang Iblis, yang paling dominan dari watak Iblis adalah enggan SUJUD kepada Nabi Adam (sebagai Khalifah fil ardhi/Nabi/Rasul). Ada 10 ayat yang mengungkapkan penolakan Iblis untuk sujud (taat) kepada Adam.

Karena Iblis divonis sesat oleh Allah, akhirnya Iblis bersumpah-serapah. Iblis dengan menggerakkan bala-tentaranya dari bangsa Jin dan Manusia (syetan-syetan) akan menyesatkan seluruh manusia. Caranya yaitu dengan menciptakan PANDANGAN yang BAIK. Artinya, manusia merasa beriman, merasa benar, merasa taat, merasa saleh, dsb, padahal sikap dan perbuatannya itu tidak sejalan dengan Kehendak Allah. Maksudnya, imannya tidak sejalan dengan Kehendak Allah. Ibadahnya tidak sejalan dengan kehendak Allah, kesalehannya tidak sejalan dengan kehendak Allah. Bahkan terhadap orang yang tidak taat beragama pun Iblis menciptakan pandangan yang baik. Seolah-olah mereka itu merasa telah benar juga menjalankan agamanya. Hingga terhadap manusia yang paling buruk pun Iblis menciptakan pandangan yang baik.

Mungkin di sinilah letak optimistiknya iblis yang ketika divonis sesat oleh Allah ia memohon dipanjangkan umurnya. Iblis bersumpah akan mengepung manusia dan menyesatkannya (agar aba wastakbaro dan ana khoirun minhu). Jarang sekali manusia menteladani malaikat yang rela sujud (taat, itba`) kepada Adam sebagai wakil Tuhan di bumi, yakni para Nabi dan para Rasul, juga Ulil Amri atau para pelanjut Nabi Muhammad SAW sebagaimana disebut-sebut dalam hadits: khulafa`ur-rasyidin al-mahdiyin atau Ulama Pewaris Nabi.



DAFTAR BACAAN
Al-Quran dan Terjemahnya, Departemen Agama RI. (dalam Al-Quran Digital)

Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh (2009), Lubabut Tafsir min Ibni Katsir, terjemahan M. Abdul Ghoffar dengan judul Tafsir Ibnu Katsir, Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi`i, http://www. pustakaimamsyafii.com (E-Mail: surat@pustakaimamsyafii.com), Cetakan ketujuh.

Isawi, Muhammad Ahmad (2009), Tafsir Ibnu Mas`ud, terjemahan Ali Murtadho Syahudi, Jakarta: Pustaka Azzam http://www.pustakaazzam.com (E-Mail: pustaka_azzam@telkom.net).

Al-Maraghi, Ahmad Mustafa (1992), Tafsir Al-Maraghi, terjemahan Anwar Rasyidi dkk, Semarang: PT Karya Toha Putra, Cetakan kedua.

Muhammad, Abu Ja`far bin Jarir Ath-Thabari (2007), Jami` Al-Bayan `an Ta`wil Ayi Al-Quran, terjamahan Ahsan Askan dengan judul Tafsir Ath-Thabari, Jakarta: Pustaka Azzam http://www.pustakaazzam.com (E-Mail: pustaka_azzam@telkom.net).

al-Qarafi (1973), Syarh Tanqihul Fusul, dalam Khozin Affandi (2001), ”Makna Wasilah”, dalam AFKAR: Majalah Pahingan Warga Syathariah, Edisi XV/Ahad Pahing/05/2001.

al-Qattan, Manna’ Khalil (2001), Studi Ilmu-ilmu Qur’an, terjemahan Mudzakir AS, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, Cetakan ke-6. Rahmat, Munawar (2010), Dari Disertasi: Konsep Insan Kamil Perspektif Sufisme Syaththariah, Bandung: ADPISI Press.

al-Qurthubi, Syekh Imam (2007), Al-Jami` li Ahkaam Al-Quran (Tafsir Al-Qurthubi), terjemahan Fathurrahman dkk, Jakarta: Pustaka Azzam, http://www.pustakaazzam.com (E-Mail: pustaka_azzam@telkom.net).


Quthb, Sahid Sayid (2000). Tafsir Fi Zhilalil Quran. Terjemahan As`ad Yasin dkk. Jakarta: Gema Insani Press, http://www.gemainsani.co.id (E-Mail: gipnet@indosat.net.id).

Rahmat, Munawar (2012), Manusia Menurut Al-Quran Cenderung Memper-tuhankan Hawa Nafsu, dalam Jurnal Ta`lim Volume 10 No. 2 September 2012.

Rahmat, Munawar (2010), Pendidikan Insan Kamil Berbasis Sufisme Syaththariah, Bandung: ADPISI Press.

ash-Shiddieqy, Hasbi (1980), Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran/Tafsir, Jakarta: Bulan Bintang.

ash-Shiddieqy, Hasbi (1972), Ilmu-Ilmu Al-Quran, Jakarta: Bulan Bintang.

Shihab, M. Quraisy (2007), Tafsir Al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, http://www.lenterahati.com (E-Mail: lenterahatijakarta@yahoo.com), Cetakan kesebelas.

Shihab, M.Q. (1996), Wawasan al-Quran: Tafsir Maudu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan.

Asy-Syaukani, Al-Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad (2008), Tafsir Fathul Qadir, terjemahan Amir Hamzah Fachruddin & Asep Saefullah, Jakarta: Pustaka Azzam, http://www.pustakaazzam.com (E-Mail: pustakaazzam @telkom.net).



Thabathaba`i, Sayid Muhammad Husain (2010). Al-Mizan. Terjemahan Ilyas Hasan. Jakarta: Penerbit Lentera, Cetakan pertama, E-Mail: pentera@cbn.net.id.


1 Penulis adalah dosen PAI di Departemen Pendidikan Umum FPIPS UPI , email munawarrahmat.pai@upi.edu

Jurnal Pendidikan Agama Islam – Ta`lim Vol. 13 No. 1 – 2015


Yüklə 46,92 Kb.

Dostları ilə paylaş:




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©genderi.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

    Ana səhifə