149
PENDIDIKAN TINGGI
(MODUS TUNGGAL, GANDA, DAN KONSORSIUM)
Siti Julaeha & Atwi Suparman
Salah satu masalah utama pendidikan tinggi adalah
pemerataan pendidikan. Hal ini ditunjukkan dengan terbatasnya
kapasitas perguruan tinggi dalam memberikan kesempatan kepada
kelompok penduduk yang berusia 19-24 tahun untuk memperoleh
pendidikan. Setiap tahun ajaran baru, hanya sebagian kecil dari
lulusan SLTA yang tertampung di perguruan tinggi. Tentu saja,
jumlah lulusan SLTA yang tidak tertampung ini akan terus
bertambah, jika tidak ditangani lebih lanjut. Hal ini terbukti dengan
masih rendahnya angka partisipasi kasar untuk pendidikan tinggi di
Indonesia pada tahun 1995, yaitu kurang lebih 10% (Soehendro,
1996).
Selain itu, berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
menuntut orang untuk terus belajar. Baik karena tuntutan pekerjaan
maupun untuk perluasan wawasan, orang mencari lembaga
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada mereka untuk
melanjutkan studi tanpa harus meninggalkan tempat kerjanya.
Sistem pendidikan yang cocok untuk mereka adalah sistem
pendidikan jarak jauh (distance education).
Penerapan sistem PJJ menuntut sebagian besar pembelajaran
tidak dilakukan secara tatap muka. Pembelajaran berlangsung
melalui perantaraan media, baik dalam bentuk media cetak, audio,
video, siaran radio dan televisi, maupun media berbasis jaringan.
Bahan belajar dirancang sedemikian rupa sehingga mahasiswa dapat
belajar secara mandiri. Kebiasaan belajar mandiri yang dilandasi
dengan disiplin belajar yang tinggi memungkinkan tumbuhnya
masyarakat belajar (learning society), yaitu masyarakat yang
memiliki budaya belajar secara terus menerus (Achir, 1997).
Dua ciri penting PJJ adalah pertama, bahwa PJJ dirancang
untuk melayani kebutuhan orang dewasa yang tidak mampu atau
150
tidak memiliki pilihan untuk mengikuti pendidikan di kampus, dan
bagi mereka yang karena kondisi pribadi seperti pekerja, yang hanya
dapat mengikuti pendidikan paruh waktu. Yang kedua, sebagai
konsekuensi dari peserta didik yang tidak dapat datang ke kampus
untuk mengikuti pembelajaran, materi pembelajaran harus tersedia
bagi mereka di mana pun mereka berada atau paling tidak dekat
dengan mereka (Rumble, 1981 dalam Tau, 2006). Untuk alasan ini
lembaga PJJ merancang, mengembangkan, memproduksi, dan
mendistribusikan bahan belajar kepada peserta didik.
Dalam sistem pendidikan Indonesia, PJJ sudah bukan menjadi
pendidikan alternatif lagi, tetapi telah menjadi sub-sistem pendidikan
nasional di Indonesia. Hal ini dinyatakan dalam Undang-Undang RI
No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 13
Ayat (2) bahwa pendidikan diselenggarakan dengan sistem terbuka
melalui tatap muka dan/atau jarak jauh. Lebih lanjut Pasal 31 Ayat
(2) menyatakan bahwa PJJ berfungsi memberikan layanan
pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat
mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.
Mengingat betapa pentingnya PJJ dalam upaya mengatasi
masalah pemerataan pendidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi mengajukan program PJJ sebagai salah satu strategi
implementasi pada bidang pemerataan dan tanggung jawab sosial
untuk menekankan peranan pendidikan tinggi dalam peningkatan
daya saing bangsa dalam Strategi Jangka Panjang Pendidikan Tinggi
(Higer Education Long Term Strategy) 2003 - 2010. Dalam
penyelenggaraannya, PJJ dapat dilakukan dalam berbagai bentuk,
modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar
serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan yang sesuai
dengan standar nasional.
Dalam pelaksanaannya PJJ mengalami perkembangan yang
sangat pesat sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi. Taylor (2001) menyatakan bahwa pelaksanaan PJJ
telah memasuki generasi kelima, yaitu The Correspondence Model
(generasi pertama), The Multi-Media Model (generasi kedua), The
Telelearning Model (generasi ketiga), The Flexible Learning Model
151
(generasi keempat), dan The Intelligent Flexible Learning Model
(generasi kelima). Sementara itu, Connolly & Stansfield (2006)
menyatakan bahwa penerapan teknologi informasi dan komunikasi
dalam pendidikan (tidak hanya PJJ) telah memasuki generasi
keenam, yang merupakan generasi ketiga dari e-learning.
Selain itu, model-model organisasi lembaga pendidikan tinggi
jarak jauh (PTJJ) juga terus berkembang. Secara umum, ada tiga
kategori lembaga pendidikan tinggi yang menyelenggarakn PJJ,
yaitu PTJJ modus tunggal (single mode), modus ganda (dual mode),
dan konsorsium. Dalam artikel ini akan dikaji tentang ketiga jenis
organisasi PJJ tersebut.
PENDIDIKAN TINGGI JARAK JAUH MODUS TUNGGAL
Moore & Kearsley (1996) mengemukakan bahwa PJJ adalah
pendidikan yang hanya bertujuan menyelenggarakan PJJ; segala
kegiatan diarahkan atau ditujukan pada PJJ. Pengertian ini sesuai
dengan pendapat Abrioux (2006) yang menyatakan bahwa lembaga
PJJ dengan modus tunggal adalah lembaga pendidikan di mana
sistem pembelajaran dan administratifnya dirancang dan diarahkan
pada penyediaan PJJ.
Keegan (1991) menyebut PJJ modus tunggal dengan istilah
autonomous distance-teaching institutions. Lebih lanjut Keegan
(1991) dan Garrison (1990) membagi lembaga jenis ini ke dalam dua
kategori yaitu public and private correspondence schools and
colleges dan distance teaching universities atau open universities.
Perbedaan kedua jenis ini terletak pada kompleksitas struktur dan
ketentuan belajar.
Public and private correspondence schools and colleges
menyelenggarakan pendidikan dengan bahan belajar dan proses
pembelajaran yang cenderung tidak begitu kompleks, khususnya
dalam penggunaan big media dan pertemuan tatap muka. Selain itu,
lembaga ini biasanya menawarkan program kepada anak-anak atau
orang dewasa pada tingkat yang lebih rendah dari tingkat pendidikan
tinggi. The National Extention College, Cambridge; Leidse
Onderweijsinstellingen, Leiden; the New South Wales College of
152
External Studies, Sidney; dan the Alberta Correspondence School,
Kanada merupakan contoh dari public and private correspondence
schools and colleges.
Distance teaching universities atau open universities bertujuan
memberikan layanan dukungan sebanyak mungkin bagi peserta PJJ.
Distance teaching universities lebih memusatkan perhatiannya pada
penyediaan program untuk tingkat pendidikan tinggi, meskipun ada
beberapa lembaga pendidikan jenis ini yang menawarkan program di
luar tingkat pendidikan tinggi. Selain itu, jenis lembaga pendidikan
ini menggunakan media secara lebih komprehensif dalam kegiatan
pembelajarannya. Contoh PTJJ dengan modus tunggal adalah
Universitas Terbuka di Indonesia, the British Open University atau
The United Kingdom Open University (UKOU) di Inggris, the
FernUniversitat di Jerman, Sukhothai Thammathirat Open
University di Thailand, dan UNED di Spanyol. Semula Kanada
memiliki tiga universitas jarak jauh dengan modus tunggal, yaitu the
British Columbia Open University (BCOU), Tele-universite de
I’Universite du Quebec (TELUQ), dan Athabasca Universty.
Setelah 30 tahun Kanada hanya memiliki Athabasca University
sebagai satu-satunya PTJJ dengan modus tunggal (Abrioux, 2006).
Universitas Terbuka (UT) merupakan contoh PTJJ dengan
modus tunggal di Indonesia. Pada saat berdirinya, UT merupakan
satu-satunya lembaga pendidikan tinggi yang menyelenggarakan PJJ
secara utuh (single mode). UT didirikan pada tanggal 4 September
1984. UT didirikan Pemerintah Indonesia dengan tujuan: (1)
memberikan kesempatan yang luas bagi warga negara Indonesia dan
warga negara asing, di mana pun tempat tinggalnya untuk
memperoleh pendidikan tinggi; (2) memberikan layanan pendidikan
tinggi bagi mereka, yang karena bekerja atau karena alasan lain,
tidak dapat melanjutkan belajar di perguruan tinggi tatap muka; dan
(3) mengembangkan program pendidikan akademik dan profesional
yang disesuaikan dengan kebutuhan nyata pembangunan, yang
belum banyak dikembangkan oleh perguruan tinggi lain (UT, 2004).
UT, sebagai lembaga pendidikan tinggi yang hanya
menyelenggarakan PJJ, tidak menuntut mahasiswa untuk datang ke
153
kampus. Untuk menjadi mahasiswa UT, calon mahasiswa dapat
membeli berkas registrasi di kantor perwakilan UT di daerah yang
disebut Unit Program Belajar Jarak Jauh (UPBJJ), yang merupakan
unit pelaksana di daerah, di samping sebagai pusat sumber belajar.
UPBJJ tersebar di 37 kota di Indonesia, yang memiliki perguruan
tinggi negeri (PTN). Bahan belajar utama yang digunakan di UT
adalah berbentuk media cetak. Namun demikian, secara bertahap
UT mengembangkan bahan belajar non-cetak yang mengarah pada
paket bahan belajar multimedia. Untuk membantu mahasiswa dalam
belajar, UT menyediakan berbagai bentuk layanan bantuan belajar di
antaranya tutorial dengan berbagai modus (tutorial tatap muka,
elektronik, radio, dan tertulis), konseling, dan bimbingan akademik.
The British Open University (BOU) atau The United Kingdom
Open University (UKOU) adalah PTJJ dengan modus tunggal di
Inggris dengan misi utama membuka akses terhadap pendidikan
tinggi dan membuat pendidikan tinggi tersedia bagi semua orang
tidak hanya melalui penawaran program melalui PJJ tetapi juga
menghapus berbagai rintangan atau hambatan (Moore & Kearsley,
1996). UKOU digagas pada tahun 1966 dan mulai beroperasi pada
tahun 1969 dengan menerapkan enam konsep berikut: (1)
memberikan kesempatan kepada siapa saja untuk mengikuti
pendidikan tinggi dengan menggunakan media komunikasi massa;
(2) menerima mahasiswa tanpa batas umur dan latar belakang
pendidikan; (3) biaya yang dapat dijangkau banyak orang; (4) tidak
banyak pertemuan tatap muka; (5) membuat pendidikan tinggi lebih
relevan; serta (6) tidak rumit dan fleksibel untuk dipilih mahasiswa
(Suparman & Zuhairi, 2004: 96).
Sukhothai Thammathirat Open University (STOU)
merupakan PTJJ dengan modus tunggal di Thailand yang didirikan
pada tahun 1978, tetapi baru menerima mahasiswa baru pada tahun
1980. STOU tidak hanya menawarkan program-program gelar,
tetapi juga program pendidikan berkelanjutan.
Athabasca Universty (AU) didirikan oleh Pemerintah Alberta
pada tahun 1970. AU memungkinkan semua orang memperoleh
pendidikan pada tingkat perguruan tinggi tanpa memperhatikan
154
tempat tinggal atau tempat kerja dan komitmen karir atau keluarga.
AU berusaha menghilangkan kendala waktu, ruang, pengalaman
pendidikan sebelumnya, dan tingkat penghasilan atau pendapatan
(Athabasca University, 2005).
Dengan memperhatikan uraian tersebut dapat dinyatakan
bahwa PTJJ modus tunggal adalah pendidikan tinggi yang hanya
menyelenggarakan PJJ. Sebagian besar kegiatan pembelajaran dan
administratif pada PTJJ modus tunggal dilaksanakan dengan bantuan
media.
Bates (2000) mengemukakan bahwa jumlah target kelompok
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan PTJJ menerapkan
modus tunggal. Seperti yang dikemukakan oleh Daniel (1998 dalam
Bates, 2000) bahwa hampir semua the mega universities dengan
jumlah mahasiswa lebih dari 100.000 merupakan PTJJ dengan
modus tunggal. Hal ini terjadi karena PTJJ dengan modus tunggal
tergantung pada skala ekonomi. Pendidikan tinggi dengan jumlah
mahasiswa yang banyak, antara 9.000 sampai 22.000, lebih efektif
dan efisien apabila menerapkan modus tunggal daripada modus
ganda (Keegan & Rumble, 1982 dalam Abrioux, 2006).
Berkenaan dengan kelebihan PTJJ modus tunggal, Abrioux
(2006) mengemukakan bahwa lembaga pendidikan memiliki
komitmen yang kuat dalam menyelenggarakan PJJ dengan sistem
belajar terbuka dan jarak jauh serta untuk mencapai standar kualitas
dan profesional. Selain itu, PTJJ dengan modus tunggal memiliki
kemampuan untuk menyediakan registrasi terbuka, pendaftaran
terbuka dan fleksibel, serta menyelenggarakan pendidikan dengan
sistem belajar individualisasi. Namun demikian, PTJJ dengan
modus tunggal menuntut infrastruktur yang mahal. Efektivitas biaya
pendidikan hanya dapat dipenuhi melalui jumlah mahasiswa yang
tinggi. Di samping itu, untuk meningkatkan kualitas layanan
pendidikan, lembaga PTJJ modus tunggal hendaknya tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas yang telah dilakukannya,
mengembangkan jaringan dukungan lokal, merekrut mahasiswa
dalam lingkup internasional, memperluas pengembangan produk,
serta meningkatkan kerja sama.
155
PENDIDIKAN TINGGI JARAK JAUH MODUS GANDA
Sejalan dengan banyaknya permintaan dari masyarakat
terhadap PTJJ serta perkembangan teknologi komunikasi dalam
dunia pendidikan, bermunculanlah perguruan tinggi lain yang
menyelenggarakan PTJJ, di samping mereka masih tetap melayani
masyarakat untuk mengikuti pendidikan konvensional. Banyak
lembaga pendidikan tinggi menyelenggarakan program pendidikan
tatap muka dan jarak jauh sekaligus dengan memanfaatkan berbagai
teknologi baru untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa yang
beragam. Pendidikan tinggi seperti ini disebut pendidikan tinggi
modus ganda (dual mode). Secara umum, Abrioux (2006)
mengemukakan bahwa lembaga pendidikan dengan modus ganda
adalah lembaga yang sistem pembelajaran dan administratifnya
mendukung PTJJ dan berbasis kampus (campus-based).
Keegan (1991) menggunakan istilah mixed institutions untuk
lembaga pendidikan biasa yang menyelenggarakan PJJ. Ada tiga
jenis lembaga pendidikan yang termasuk pada kategori ini.
Pertama adalah "independent study divisions of conventional
colleges and universities". Pengembangan program pada lembaga
jenis ini tergantung pada fakultas dari universitas induknya. Pada
lembaga jenis ini, mahasiswa PJJ mempelajari materi dan mengikuti
ujian yang sama dengan mahasiswa pendidikan biasa sehingga
sertifikat atau ijazah yang diterima oleh mahasiswa PJJ sama dengan
sertifikat atau ijazah yang diberikan kepada mahasiswa pendidikan
tinggi biasa. Salah satu jenis program pendidikan yang merupakan
contoh jenis ini adalah program Extension pada beberapa
universitas atau institut, misalnya Independent Study Divisions of the
University of Nebraska dan University of Wisconsin Extension di
Amerika serta Ramkhamhaeng University dan Chulalongkorn
University di Thailand.
Kedua adalah consultation model. Kegiatan belajar pada
lembaga pendidikan jenis ini dimulai dengan seminar yang harus
diikuti oleh mahasiswa PJJ di kampus setelah mahasiswa
mempelajari bahan belajar yang disediakan di rumah. Setelah
156
mengikuti seminar, mahasiswa melakukan kegiatan belajar mandiri
di rumah masing-masing. Kegiatan belajar mandiri ini diselingi
dengan kegiatan konsultasi yang seringkali merupakan kegiatan
yang wajib diikuti oleh mahasiswa. Kegiatan konsultasi ini
berlangsung di kampus selama satu hari kerja. Dalam kegiatan ini
mahasiswa memperoleh bimbingan langsung dari dosen masing-
masing mata kuliah atau mata pelajaran yang diikutinya. Lembaga
pendidikan tinggi jenis ini banyak dijumpai di universitas dan
institut di Rusia dan Jerman.
Ketiga adalah the Australian integrated mode. Menurut jenis
ini, pengajar mempunyai tugas ganda, yaitu merancang dan
melaksanakan pertemuan tatap muka wajib bagi mahasiswa yang
mengikuti PJJ dan mahasiswa yang mengikuti pendidikan biasa.
Baik mahasiswa pendidikan tinggi biasa di kampus maupun
mahasiswa jarak jauh memperoleh pembinaan dan bimbingan
akademik dari staf pengajar yang sama dan diuji dengan instrumen
evaluasi yang sama pula. Pada lembaga yang menerapkan jenis
pendidikan ini, mahasiswa yang mengikuti PJJ mempunyai hak dan
kewajiban yang sama dengan mahasiswa yang mengikuti pendidikan
biasa. Perbedaan di antara kedua kelompok mahasiswa tersebut
terletak pada modus atau metode pembelajaran. Mereka
meregistrasi mata kuliah dan mengikuti ujian yang sama serta
memperoleh ijazah atau diploma yang sama dengan mahasiswa yang
mengikuti pendidikan biasa pada lembaga pendidikan tersebut. Di
samping di Australia, jenis ini juga diterapkan di Zambia, Fiji, Papua
Nugini, dan Jamaika.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa PTJJ modus
ganda adalah PJJ yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan
tinggi biasa.
Namun demikian, suatu lembaga pendidikan tinggi
biasa yang menyelenggarakan PTJJ tidak disebut sebagai lembaga
pendidikan tinggi jarak jauh tetapi tetap sebagai lembaga pendidikan
tinggi biasa (Suparman & Zuhairi, 2004).
Hal utama yang menyebabkan berkembangnya PJJ adalah
pentingnya belajar sepanjang hayat, perkembangan ekonomi yang
berbasis pengetahuan yang global, serta kompetisi yang tergantung
157
pada perbaikan dan perubahan terus-menerus. Keadaan ini
menuntut lembaga pendidikan, khususnya pendidikan tinggi untuk
merespons terhadap tuntutan tersebut dengan menyediakan program-
program, kualifikasi, dan cara penyampaian baru. Lebih lanjut,
Bates (2000) mengemukakan bahwa sistem pendidikan tinggi perlu
merespons tuntutan yang berkenaan dengan asesmen kemampuan
awal (prior learning), penyampaian pembelajaran secara luwes,
tuntutan meningkatkan atau memperbaharui profesionalisme,
sertifikasi non-kredit dan resertifikasi, serta pengukuran hasil
belajar.
Faktor lain yang mendorong tumbuhnya PTJJ adalah
teknologi. Teknologi berpengaruh terhadap seluruh aspek
kehidupan. Teknologi juga memiliki potensi untuk memperbaiki
efektivitas pembelajaran. Akses terhadap sumber belajar melalui
Internet memberikan kesempatan kepada peserta didik yang semula
di luar jangkauan untuk memperoleh informasi lebih luas.
Teknologi yang dimanfaatkan secara bijaksana dapat memfasilitasi
penguasaan tingkat tinggi dari belajar sesuai dengan karakteristik
masyarakat berbasis pengetahuan. Hal ini menunjukkan tekanan
ideologis dan komersial pada sistem pendidikan untuk
memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran.
Selain itu, kecenderungan yang berpengaruh terhadap
pendidikan adalah bisnis. Para pebisnis melihat pasar belajar
sepanjang hayat sebagai sesuatu yang menunjukkan bahwa setiap
orang siap dan berkeinginan untuk membayar.
Dengan memperhatikan uraian tersebut, tampak bahwa
pendidikan tinggi biasa menawarkan berbagai program PJJ dapat
disebabkan oleh keinginan program yang ada untuk berubah menjadi
program PJJ atau karena permintaan dari salah satu stakeholders.
Dengan modus ganda ini, pendidikan tinggi dapat meningkatkan
akses masyarakat untuk mengikuti pendidikan di tingkat perguruan
tinggi.
Croft (Tau, 2006) mengidentifikasi empat kondisi yang
menjamin keberhasilan implementasi PJJ yang menerapkan modus
ganda, yaitu: adanya unit administratif dengan beberapa tingkat
158
otoritas, memiliki kerja sama dengan unit yang lain, memiliki staf
yang terlatih, dan dana yang memadai. Sehubungan dengan itu,
diperlukan pandangan dan pendekatan sistem yang akan mencakup
keempat kondisi tersebut. Pelaksanaan pendidikan tinggi modus
ganda menuntut pemahaman sistem (sistem universitas) dan
penataan hubungan subsistem termasuk peran masing-masing dalam
menginformasikan rancangan sistem PJJ yang sesuai dengan
konteks.
Struktur dasar pendidikan tinggi modus ganda menuntut
adanya unit atau bagian yang bertanggung jawab untuk
mengkoordinasikan penyediaan atau pengembangan program-
program PJJ (Tau, 2006). Fungsi unit atau bagian tersebut
memfasiltasi proses PJJ yang mencakup pengembangan bahan
belajar, pendistribusian bahan belajar, tutorial dan konseling, laporan
peserta didik, serta penilaian atau akreditasi.
Powar (Tau, 2006) mengemukakan bahwa pengaturan yang
berhasil dalam lembaga akademik pada tingkat tertentu tergantung
pada struktur organisasinya. Lebih jauh Nnazor (1994 dalam Tau,
2006) mengemukakan bahwa struktur organisasi dari unit PJJ
menyediakan atau mengembangkan kerangka kerja bagi semua
orang yang terlibat bekerja dan juga membentuk sikap anggota
organisasi melalui proses sosialisasi organisasi. Penelitian yang
dilakukan The Tau (2002 dalam Tau, 2006) menemukan bahwa
kekurangan strategi implementasi untuk mengarahkan pekerjaan PJJ
sebagai salah satu kekurangan utama yang berpengaruh negatif
terhadap kualitas pekerjaan. Masalah pengintegrasian struktur PJJ
ke dalam pendidikan biasa ini dihadapi oleh beberapa PTJJ modus
ganda, seperti University of Zambia dan the Corespondence and
Open Studies Institute di University of Lagos.
Berkenaan dengan berbedanya struktur organisasi PJJ dari
pendidikan biasa, Ntloedibe-Kuswani & Tau (2006 dalam Tau,
2006) mengemukakan pentingnya institusi memikirkan pengenalan
PJJ secara pelan-pelan (mid-stream) kepada seluruh unit atau staf
pendidikan tinggi. Untuk itu, perlu dilakukan analisis front-end
sebelum program PJJ dirancang, dikembangkan, dan
159
diimplementasikan. Analisis front-end ini mempersiapkan institusi
untuk mengarahkan tantangan potensial yang mungkin berpengaruh
negatif terhadap kualitas PJJ.
Selain perbedaan struktur organisasi, proses pengembangan
bahan belajar pada PTJJ juga berbeda dengan pengembangan bahan
belajar pada pendidikan tinggi biasa. Pada PTJJ, proses
pengembangan bahan belajar bersifat industri semu (quasi
industrial) (Tau, 2006). Proses industri semu tersebut membawa
suatu dimensi yang hampir asing dalam pengaturan dan pengelolaan
pendidikan tinggi biasa. Perbedaan proses pengembangan bahan
belajar ini menimbulkan situasi konflik antara kebebasan akademik
dan kepentingan mempertahankan efektivitas mekanisme produksi.
Hal ini menuntut perhatian PTJJ untuk menjamin kualitas
penyediaan atau pengembangan bahan belajar.
Banyak universitas biasa di Indonesia dan dunia yang telah
memperkenalkan PJJ untuk berjalan bersama-sama dengan
pendidikan biasa dalam satu lembaga yang memuculkan pendidiikan
tinggi dengan modus ganda. Unversity of Wisconsin dan University
of Houston di Amerika, University of New England di Australia,
Universiti Sains Malaysia di Malaysia, The Universite du Quebec a
Montreal (UQAM) dan Thompson Rivers University (TRU) di
Kanada, Indira Gandhi National Open University (IGNOU) di India,
Ramkhamhaeng University di Thailand, The University of Mindanao
On-the Air (UM Air) di Filipina, serta Universitas Gajah Mada
(UGM) dan Institut Bank Indonesia (IBI) di Indonesia.
The Universiti Sains Malaysia (USM) merupakan pendidikan
tinggi yang menerapkan modus ganda. USM telah berhasil
mengintegrasikan penyampaian program on-and-off campus yang
sama dalam hal kurikulum dan silabus. Strategi unik yang dilakukan
adalah dengan membawa mahasiswa PJJ ke dalam pendidikan on-
campus untuk menjadi mahasiswa penuh pada tahun terakhir studi.
Strategi ini tidak hanya memperkaya pengalaman mahasiswa dewasa
tetapi juga menguntungkan lingkungan kelas perkuliahan di mana
debat yang sehat dan perluasan perspektif dapat digunakan sebagai
sarana berbagi dengan mahasiswa lain yang lebih muda. Selain itu,
160
memasukkan mahasiswa program jarak jauh senior dapat
meningkatkan pendaftaran mata kuliah spesialis pada tingkat yang
lebih tinggi yang membuat mereka lebih efektif dalam belajar dan
efisiensi dalam dana (Dhanarajan, 1992).
The Universite du Quebec a Montreal (UQAM) dan
Thompson Rivers University (TRU) merupakan pendidikan tinggi
modus ganda di Kanada. UQAM merupakan universitas tempat
bergabungnya the Tele-universite de I’Universite du Quebec
(TELUQ) yang semula sebagai PTJJ modus tunggal. Sementara itu,
Thompson Rivers University (TRU) merupakan tempat
bergabungnya the British Columbia Open University (BCOU) yang
semula merupakan PTJJ dengan modus tunggal.
Indira Gandhi National Open University yang didirikan tahun
1985 memiliki dua tugas, yaitu sebagai universitas biasa serta
mengkoordinasikan dan menentukan standar untuk lembaga PJJ lain
di India. IGNOU didirikan dengan tujuan menyediakan pendidikan
tinggi yang efektif dari segi biaya dan berkualitas bagi sebagian
besar warga masyarakat. Dalam penyelenggaraan pendidikannya,
IGNOU menerapkan prinsip kualitas dan pemerataan kesempatan
dalam pendidikan tinggi.
Ramkhamhaeng University di Thailand didirikan pada tahun
1971. Universitas ini diselenggarakan dengan tujuan: (1) untuk
memperluas daya jangkau pendidikan tinggi bagi mahasiswa yang
mengarah pada kualitas kehidupan yang tinggi dan
perhatian/kepedulian terhadap lingkungan; (2) mengembangkan
lulusan yang berkualitas tinggi dengan pengetahuan profesional
yang signifikan; (3) menghasilkan lulusan dengan etika tinggi, ide-
ide kreatif, kepemimpinan, dan keterampilan yang dibutuhkan untuk
membantu pengembangan masyarakat dan negara; (4)
mengembangkan sistem manajemen universitas yang lebih efektif,
dengan penekanan pada efisiensi dan kualitas, serta hubungan staf
yang efektif dengan universitas lain, lembaga pendidikan, dan
masyarakat; (5) memajukan perkembangan budaya, adat-istiadat,
dan seni Thailand; serta (6) mengembangkan dan mentransfer
teknologi, mendukung dan menerapkan teknologi baru melalui cara
161
yang sesuai dengan pengetahuan asli (Ramkamhaeng University,
1998).
The University of Mindanao on-the Air (UM Air) adalah
bagian dari University of Mindanao (universitas biasa) yang
menawarkan program untuk para guru. Program ini diselenggarakan
dengan menggunakan radio dan forum pertemuan sehingga guru-
guru yang berada di pelosok dapat melanjutkan studi mereka untuk
mencapai gelar magister (Suparman & Zuhairi, 2004).
Salah satu lembaga pendidikan tinggi di Indonesia yang
menyelenggarakan pendidikan tinggi modus ganda adalah
Universitas Gajah Mada (UGM) di Yogyakarta. Program PJJ yang
ditawarkan oleh UGM adalah Program Magister Manajemen Rumah
Sakit dan Program Magister Manajemen Pelayanan Kesehatan pada
Fakultas Kedokteran. Kedua program tersebut mulai dibuka pada
tahun 1996. Salah satu persyaratan untuk mengikuti program ini
adalah bahwa calon mahasiswa harus memiliki komputer atau
laptop/notebook. Komputer ini akan digunakan pada waktu
orientasi dan ujian di kampus serta pada saat kegiatan belajar
mandiri berlangsung.
Dalam mengikuti program ini, kegiatan pembelajaran dimulai
dengan kegiatan on-campus selama dua minggu. Kegiatan ini
merupakan kegiatan orientasi, yang dilakukan pada setiap awal
semester. Dalam kegiatan ini, mahasiswa tidak hanya memperoleh
informasi tentang materi yang berkaitan dengan program pendidikan
tetapi juga teknik pengoperasian Internet. Setelah kegiatan orientasi
berakhir, mahasiswa melakukan kegiatan belajar mandiri dengan
menggunakan modul sebagai bahan belajarnya. Belajar mandiri ini
berlangsung selama lima bulan. Dalam kurun waktu lima bulan ini,
mahasiswa tidak hanya melakukan belajar mandiri, tetapi juga
mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen yang dikirim melalui
electronic mail. Hasil tugas yang dikerjakan mahasiswa
berpengaruh terhadap keikutsertaannya dalam ujian akhir semester.
Di samping mengerjakan tugas yang diberikan dosen, selama belajar
mandiri mahasiswa juga dapat berkonsultasi dengan dosen
pembimbingnya. Kegiatan konsultasi ini dilakukan melalui surat
162
elektronik. Pada akhir kegiatan pembelajaran, mahasiswa mengikuti
ujian akhir semester di kampus.
Di samping UGM, Institut Bankir Indonesia di Jakarta juga
menyelenggarakan program PJJ. Adapaun program yang ditawarkan
adalah Program Pejabat Pemberian Kredit dan Program Manajemen
Bank Perkreditan Rakyat (Suparman & Zuhairi, 2004).
Dari uraian tersebut tampak bahwa karakteristik umum jenis
pendidikan tinggi modus ganda adalah mahasiswa yang mengikuti
PJJ tidak hanya melakukan belajar mandiri tetapi juga ada
pertemuan terstruktur di kampus. Pertemuan tersebut wajib diikuti
oleh mahasiswa. Selain itu, bahan belajar yang digunakan dan soal
ujian dikembangkan oleh staf pengajar pada lembaga pendidikan itu
sendiri. Hak dan kewajiban mahasiswa PJJ sama dengan hak dan
kewajiban mahasiswa pendidikan biasa. Mata kuliah yang harus
diambil dan ujian yang harus diikuti, serta ijazah atau sertifikat yang
diperoleh mahasiswa PJJ sama dengan yang diperoleh mahasiswa
pendidikan biasa.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa pendidikan tinggi
modus ganda memiliki beberapa keunggulan. Pertama, kombinasi
antara bahan belajar yang dikembangkan dalam bentuk bahan belajar
tercetak dengan kegiatan tatap muka lebih memungkinkan
mahasiswa untuk memperoleh bahan belajar yang terstruktur dan up
to date. Kedua, dengan adanya pertemuan tatap muka yang
terjadwal, dosen dapat mengontrol atau mengawasi penguasaan
mahasiswa terhadap materi yang bersifat aplikasi dan keterampilan.
Penemuan the World Wide Web di awal tahun 1990-an telah
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap berbagai
perguruan tinggi, khususnya bagi lembaga yang sebelumnya belum
memiliki program PJJ. Pengembangan perangkat lunak telah
mempermudah para dosen dalam mengembangkan sendiri
komponen-komponen mengajar melalui online. Penelitian yang
dilakukan oleh Dziuban, dkk. (1999 dalam Bates, 2000)
menunjukkan bahwa nilai tinggi diperoleh ketika pembelajaran tatap
muka dikombinasikan dengan belajar online daripada pembelajaran
yang hanya dilakukan melalui tatap muka atau hanya melalui online.
163
Namun demikian, karena mahasiswa harus mengikuti kegiatan
tatap muka di kampus, pendidikan tinggi dengan modus ganda tidak
mungkin menjangkau mahasiswa dalam wilayah yang cukup luas.
Selain itu, Abrioux (2006) mengemukakan bahwa pengajar pada PJJ
dengan modus ganda menghadapi hambatan yang berat, khususnya
pengajar yang tidak tertarik dengan PJJ serta yang menilai lebih
rendah dan kurang efektif bentuk PJJ dibandingkan dengan
pembelajaran tatap muka. Bates (2000) menambahkan bahwa
pendidikan tinggi modus ganda tidak dapat memenuhi biaya
pengembangan mata kuliah yang banyak secara terpusat.
Lebih jauh, Bates (2000) mengemukakan beberapa tantangan
yang PJJ modus ganda, yaitu perubahan pangsa pasar,
perkembangan dalam bidang teknologi, penurunan dana dari
pemerintah, privatisasi pendidikan tinggi, globalisasi, dan kompetisi
yang meningkat. Berkenaan degan tingkat kompetisi yang
meningkat, Bates (2000) mengemukakan bahwa pendidikan biasa
yang beralih pada PJJ harus meyakinkan atau menjamin kualitas
yang tinggi pembelajaran jarak jauh untuk mahasiswa off-campus
(jarak jauh). Hal ini tidak berarti bahwa tugas pengajar hanya
memasukkan materi ke dalam jaringan tetapi lebih dari itu. Pengajar
juga harus mengembangkan pembelajaran dan dukungan terhadap
mahasiswa secara online untuk penawaran mata kuliah secara utuh.
Lebih jauh Jones (2005) mengemukakan bahwa dari hasil penelitian
tentang penambahan tugas dari lembaga pendidikan biasa (tatap
muka) menjadi PJJ menuntut adanya asesmen ulang atau
restrukturisasi peran pengajar. Hal ini berkenaan dengan peran
akademis yang berkaitan dengan kompetensi yang harus dimiliki
oleh pengajar jarak jauh, layanan lembaga, dan pengembangan
profesinal.
Dalam beberapa lembaga pendidikan modus ganda, PJJ
didesentralisasi pada setiap fakultas. Ketika PJJ didesentralisasi di
fakultas, kegiatan cenderung menurun dibandingkan dengan sistem
sentralisasi, kecuali dalam bidang kegiatan yang memungkinkan
fakultas akan memperoleh dana atau masukan.
164
PENDIDIKAN TINGGI JARAK JAUH DENGAN
KONSORSIUM
Model organisasi PJJ yang ketiga adalah konsorsium. Model
ini diterapkan oleh beberapa lembaga pendidikan tinggi yang
bergabung untuk menyelenggarakan PTJJ. Moore & Kearsley
(1996) mengemukakan bahwa PTJJ konsorsium beranggotakan dua
atau lebih lembaga atau unit PJJ yang berbagi tugas dalam
perancangan dan/atau penyampaian program. Lebih khusus Feasley
(2003) menyatakan bahwa PTJJ model konsorsium adalah asosiasi
atau perkumpulan yang bekerja sama dalam penyediaan PJJ serta
memiliki minimal persetujuan untuk menyusun informasi program
dan mata kuliah yang disajikan melalui jarak jauh pada web site
yang umum. PJJ dengan modus konsorsium dianggap model yang
paling bermanfaat dalam prinsip, tetapi jarang dapat dilaksanakan
(seldom workable).
Alasan dibentuknya konsorsium adalah keterbatasan sumber
baik dana maupun manusia, menurunnya pendaftaran, ledakan
informasi, dan perubahan fundamental dalam komunikasi
masyarakat, serta pengembangan program yang dibagi ke dalam
kelompok selain menurunkan biaya juga melayani banyak orang.
Keuntungan utama yang diperoleh melalui model pendidikan
tinggi konsorsium adalah adanya jaringan yang memungkinkan
untuk merekrut mahasiswa lebih luas. Keberhasilan konsorsium
juga disebabkan oleh fleksibilitas dan otonomi lokal yang
disediakan. Lebih luas, Lewis (1983, dalam Feasley, 2003)
mengemukakan bahwa setiap anggota konsorsium akan memperoleh
beberapa keuntungan dalam berbagai aspek sebagai berikut.
•
Penyewaan atau pembelian materi pembelajaran cetak dan
elektronik.
•
Pembuatan materi pembelajaran cetak dan elektronik.
•
Penggunaan fasilitas telekomunikasi dan air time.
•
Promosi dan pemasaran program pendidikan.
•
Pengumpulan dana dan berbagi sumber.
•
Pengembangan persiapan registrasi timbal balik anggota
konsorsium.
165
•
Pelaksanaan kegiatan pengembangan staf dan pengajar.
Beberapa lembaga pendidikan yang menerapkan model
konsorsium di antaranya adalah The National University
Teleconference Network (NUTN) dan The University of Mid-
America (UMA) di Amerika, The Deutsches Institut fur Fernstudien
(DIFF) di Jerman, The Federation Interuniversitaire de
L’Enseignement a Distance (FIED) di Perancis, Italy’s Consorzio
Per L’Universita a Distanza (CUD) di Italia, The Irish National
Distance Education Center di Dublin, dan The Northern Ontario
Education Access Network di Kanada (Moore & Kearsley, 1996).
Baru-baru ini sepuluh perguruan tinggi di Indonesia bergabung
dalam konsorsium untuk menyelenggarakan PJJ bagi guru SD.
NUTN didirikan tahun 1982 dalam pertemuan National
University Continuing Education Association (NUCEA) di
Washington DC. NUTN beranggotakan 66 universitas dan The
Smithsonian Institute, dengan basis di Oklahoma State University,
yang kemudian pindah ke Old Dominion University pada tahun
1994. Model NUTN berhasil di Amerika karena cara kerja NUTN
sesuai dengan perusahaan bebas dan filsafat perusahaan di banyak
universitas di Amerika.
The University of Mid-America (UMA) merupakan
konsorsium yang didirikan pada tahun 1975. UMA beranggotakan
sembilan medwestern universities yang didasarkan pada program
berbasis video yang berhasil pada University of Nebraska. Idenya
bahwa setiap universitas menghasilkan mata kuliah yang disediakan
bagi semua mahasiswa pada universitas anggota konsorsium. UMA
berhenti pada tahun 1982 karena rendahnya pendaftaran, tingginya
biaya produksi video, dan hilangnya dukungan biaya. Namun
demikian, mata kuliah untuk belajar mandiri yang menekankan pada
penggunaan video masih tetap digunakan oleh sebagai besar
perguruan tinggi yang membentuk konsorsium.
The Deutsches Institut fur Fernstudien (DIFF) adalah lembaga
penelitian dan pengembangan yang tidak memiliki mahasiswa
sendiri, tetapi mengembangkan bahan belajar dan model-model
pembelajaran untuk digunakan oleh universitas yang bekerja sama.
166
Lembaga ini memiliki tujuan: menguji dan mengembangkan
kemungkinan kajian akademik di mana kehadiran terus-menerus dari
mahasiswa pada suatu lembaga tidak penting.
Di Perancis, PJJ tersedia pada tingkat regional yang terbentuk
dari 22 universitas yang tergabung dalam the Federation
Interuniversitaire de L’Enseignement a Distance (FIED). Lembaga
ini dikembangkan untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan pusat
PJJ serta pengajar yang mempersiapkan PJJ dan juga mengajar pada
kelas tatap muka.
Italy’s Consorzio Per L’Universita a Distanza (CUD)
didirikan pada tahun 1984. Lembaga ini merupakan konsorsium
yang merancang bahan belajar dan layanan dukungan mahasiswa
untuk digunakan oleh mahasiswa yang mendaftar kepada perguruan
tinggi yang merupakan anggota konsorsium.
The Irish National Distance Education Center didirikan tahun
1982. Lembaga ini merupakan salah satu fakultas di The National
Institute for Higher Education di Dublin dan bekerja sama dengan
berbagai perguruan tinggi dalam pengembangan dan penyediaan
program PJJ secara nasional.
Di Kanada, the Northern Ontario Education Access Network
melayani 27 komunitas melalui pusat-pusat koordinasi pada
beberapa perguruan tinggi. Berbagai kelompok dapat menggunakan
jaringan ini untuk menyelenggarakan program-program PJJ.
Di Indonesia sedang dikembangkan konsorsium dari sepuluh
perguruan tinggi dalam menyelenggarakan program pendidikan guru
SD melalui sistem PJJ. Kesepuluh perguruan tinggi tersebut adalah
Universitas Sriwijaya, Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta,
Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Negeri Yogyakarta,
Universitas Negeri Malang, Universitas Muhammadiyah Malang,
Universitas Nusa Cendana, Universitas Tanjung Pura, Universitas
Cendrawasih, dan Universitas Negeri Makassar. Program yang
ditawarkan ini menggunakan kurikulum yang sama untuk semua
anggota konsorsium. Bahan belajar yang digunakan dalam program
PJJ ini dikembangkan oleh kesepuluh perguruan tinggi tersebut.
Masing-masing perguruan tinggi menggembangkan bahan belajar
167
secara utuh (cetak, audio/video, web-based, dan naskah tutorial
online) untuk dua atau tiga mata kuliah (Departemen Pendidikan
Nasional, 2006).
KESIMPULAN
Ketiga model organisasi PTJJ (modus tunggal, ganda, dan
konsorsium) dapat diterapkan untuk mengatasi masalah pemerataan
pendidikan tinggi. Setiap jenis memiliki keunggulan dan
kelemahan. Kita tidak perlu mempertentangkan mana yang lebih
baik di antara ketiganya. Yang lebih penting dan yang merupakan
tantangan bagi kita adalah bagaimana memanfaatkan ketiga model
organisasi pendidikan tinggi tersebut tidak hanya dalam upaya
meningkatkan akses penduduk usia 19-24 tahun ke dalam
pendidikan tinggi tetapi juga dalam memberikan jaminan dan bukti
bahwa kualitas lulusan PTJJ sama dengan lulusan pendidikan tinggi
biasa. Ukurannya bukan sekedar nilai yang dicapai mahasiswa
selama perkuliahan tetapi juga kemampuan lulusan dalam bekerja di
bidang yang relevan dengan program studi yang diambilnya.
Dengan demikian, kita tidak hanya mengatasi masalah pemerataan
pendidikan tetapi juga meningkatkan mutu pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Abrioux, D. A.M.X. 2006. Strategic issues in single and dual mode
distance education: The organizational blending of two
Canadian distance universities. [Online]. Tersedia:
http://www.col.org/colweb/webdav/site/
myjahiasite/shared/docs/06singleDualDE_Canada.pdf [8
Maret 2007].
Achir, Y.C.A. 1997. Reformasi pendidikan sebagai upaya
memaksimalkan hasil pendidikan. Dalam M. Dawan Rahardjo
(Ed.), Keluar dari kemelut pendidikan nasional: Menjawab
tantangan kualitas sumberdaya manusia abad 21 . Jakarta:
Internusa.
Athabasca University. 2005. About Athabasca University. [Online].
168
Tersedia: http://www.athabascau.ca/aboutAU.php [1 April
2007].
Bates, A. W. 2000. Distance education in dual mode higher
education institutions: Challenges and changes. [Online].
Tersedia: http://bates.cstudies.ubc.ca [19 Maret 2007].
Connolly, T. & Stansfield, M. 2006. Using games-based e-learning
technologies in overcoming difficulties in teaching
information systems. Journal of Information Technology
Education, 5, 459-476. [Online]. Tersedia:
http://www.jite.orgdocument/vol5/v5p459-
476.Connolly170.pdf [5 Desember 2006].
Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Pedoman operasional
penyelenggaraan konsorsium Program PJJ S1 PGSD.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Dhanarajan, G. 1992. Dual mode institutions: The off-campus centre
of Universities Sains Malaysia. [Online]. Tersedia:
http://www.worldbankorg/ disted/Policy/Program/uni-02.html
[19 Maret 2007].
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2003. Higher education long
term strategy 2003-2010. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi.
Feasley, C. E. 2003. Evolution of national and regional organization.
Dalam Moore & Anderson (Eds.), Handbook of Distance
Education. Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum
Associates, hal. 37 – 48.
Garrison, D. R. I990. Understanding distance education: A
framework for the future. London: Routledge.
Jones, T. 2005. Dual mode academics: A comparison of
conventional and distance education experiences. Turkish
Online Journal of Distance Education, 6 (2). [Online].
Tersedia: http://tojde.anadolu.ed.tr/tojde18/
articles/asticle7.htm [19 Maret 2007].
Keegan, D. 1991. Foundations of distance education (2
nd
ed.).
London: Routledge.
Moore, M. G. & Kearsley, G. 1996. Distance education: A system
169
vew. Belmont: Wadsworth.
Ramkhamhaeng University. 1998. The university: Objectives,
Vision, and Mission. [Online]. Tersedia:
http://www.ru.ac.th/english/english2005/ university/about.htm
[1 April 2007]
Soehendro. B. 1996. Kerangka pengembangan pendidikan tinggi
jangka panjang 1996-2005. Jakarta: Proyek Pengembangan
Staf dan Sarana PerguruanTinggi.
Suparman, A. & Zuhairi, A. 2004. Pendidikan jarak jauh: Teori dan
praktek. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tau, O. 2006. Structure and process in dual model institution:
Implication for development. [Online]. Tersedia:
http://pcf4.dec.uwi.edu/viewpaper.htm [19 Maret 2007].
Tylor, J. C. 2001. Fifth generation distance education. Makalah
dalam 20
th
ICDE World Conference on Open Learning and
Distance Education: The Future of Learning – Learning for
the Future, Shaping the Transition. Jerman: 01-05 April 2001.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
Universitas Terbuka. 2004. Mengenal Universitas Terbuka.
[Online]. Tersedia:
http://public.ut.ac.id/index.php?module=pagemaster&PAGE_
user_op=view_page&PAGE_id=41&MMN_position+4:2 [1
April 2007].
Dostları ilə paylaş: |