11
*) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan,
Vol. 6, No. 1 (2017)
Menurut Lobo dkk. (2006), kondisi asam
(pH≤4) menyebabkan penurunan fluks
signifikan pada membrane. Hal ini dapat
disebabkan oleh perbedaan titik ionisasi atau
nilai zeta potensial membrane berkaitan
dengan pH. Carvalho, dkk. (2011) dan
Childress dan Elimilech (2000) dalam
Mullett dkk. (2014) menyatakan pH larutan
memiliki pengaruh signifikan pada zeta
potensial membrane, hal ini disebabkan
karena pH menentukan muatan pada gugus
fungsi pada membrane dan molekul larutan.
Sedangkan,
Salopek
dkk.
(1992)
menyatakan
bahwa
zeta
potensial
merupakan
parameter
penting
pada
electrical
double
layer
dan
merepresentasikan karakteristik elektrisitas
pada membrane. Keberadaan electrical
double layer berkaitan dengan interaksi
elektrostatik
pada
membrane
dan
mempengaruhi stabilitas membrane tersebut.
Dengan penjelasan mengenai menurunnya
nilai fluks pada kondisi asam, tentunya
dibutuhkan tekanan operasi yang lebih
besar. Maka, penjelasan diatas dapat
mengindikasikan alasan pada kondisi asam
(pH=4) relatif fluks optimum pada tekanan 6
bar. Tekanan operasi pada kondisi asam
lebih besar dibandingkan tekanan operasi
pada kondisi netral (pH=7) dan kondisi basa
(pH=9).
Berdasarkan hasil penentuan titik tekanan
optimum untuk umpan tunggal diatas, hasil
rejeksi tiap parameter umpan tunggal dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil Pengujian Rejeksi
Umpan Limbah Radioaktif
a. Cesium
Uji rejeksi dilakukan dengan mengambil
sampel permeat umpan tiap variasi pH
dalam 1 tekanan optimum. Berdasarkan
hasil penelitian, didapatkan hasil rejeksi
cesium dalam limbah radioaktif sintetis yang
mengandung cesium dapat dilihat pada
Tabel 1.
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa
membrane NF270 dapat menyisihkan
cesium mencapai 100% pada pH 4, pH 7,
dan pH 9. Dalwani (2011) menyatakan
bahwa membrane nanofiltrasi DOW™ NF-
270 memiliki MWCO sebesar 270 g/mol.
Namun, membrane dapat menyisihkan unsur
cesium yang memiliki massa molar 168,36
g/mol. Hal ini disebabkan karena iso-electric
point (pH
IEP
) pada membrane DOW™ NF-
270 sebesar 3,2. Pengujian nilai pH
IEP
membrane NF-270 dinyatakan oleh Dalwani
(2011). Iso-electric point merupakan
parameter signifikan pada rejeksi ion.
Fornarelli dkk. (2013) menyatakan bahwa
hasil rejeksi maksimum unsur logam
terdapat pada kondisi pH umpan>pH
IEP
.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pH
umpan, muatan membrane, dan rejeksi ion
memiliki keterkaitan pada iso-electric point.
Sedangkan Artug (2007) dalam Mullett dkk.
(2014) menyatakan bahwa rejeksi minimum
umumnya
diperoleh
apabila
pH
umpan=pH
IEP
. Hal ini disebabkan apabila
pH umpan=pH
IEP
menyebabkan membrane
tidak bermuatan (uncharged membrane),
sehingga pada kondisi membrane bermuatan
netral maka penyisihan yang terjadi
merupakan sieving mechanism (mekanisme
pengayakan yang bergantung pada berat
molekul umpan).
Pada hasil rejeksi umpan cesium pH 4, 7,
dan 9 yang berarti pH umpan>pH
IEP
, maka
membrane akan bermuatan negatif sehingga
terjadi gaya tarik-menarik antar ion Cs
+
yang disebut dengan proses electrostatic
attractive sehingga menghasilkan rejeksi
12
*) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan,
Vol. 6, No. 1 (2017)
yang tinggi pada kondisi asam, basa, dan
netral. Proses electrostatic attractive ini
merupakan salahsatu ikatan ionik, yaitu
apabila molekul bermuatan positif bereaksi
dengan molekul bermuatan negatif sehingga
menghasilkan ikatan ionik. Hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa belum terjadi
fouling yang signifikan pada permukaan
membrane sehingga dapat menghasilkan
tingkat rejeksi sebesar 100%.
b. Stronsium
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa
membrane NF270 dapat menyisihkan
stronsium mencapai 100% pada pH 7 dan
pH 9. Umpan stronsium memiliki berat
molekul sebesar 211,63 g/mol yang berarti
berat molekul umpan stronsium lebih kecil
dari MWCO membrane NF270 sebesar 270
g/mol. Proses penyisihan yang terjadi sama
seperti proses penyisihan pada unsur cesium,
yaitu terjadi proses electrostatic attractive.
Hasil rejeksi pada umpan stronsium
menunjukkan bahwa pada kondisi asam (pH
4) membrane hanya mampu merejeksi unsur
stronsium sebesar 63,2%. Sedangkan pH
umpan berada pada kondisi pH>pH
IEP
dimana seharusnya memiliki tingkat rejeksi
maksimal terkait muatan positif pada
stronsium (Sr
2+
) dan muatan negative pada
membrane. Proses yang terjadi pada rejeksi
pada stronsium sama dengan proses rejeksi
pada cesium, yaitu terjadi electrostatic
attractive. Pada kondisi asam, umpan
stronsium ditambahkan HCl untuk mengatur
pH. Dalam penambahan HCl terjadilah
reaksi kimia berupa:
Sr(NO
3
)
2
+ HCl + H
2
O → SrCl
2
+ HNO
3
+
H
2
O
Asam nitrat (HNO
3
) merupakan senyawa
asam yang bersifat korosif. Menurut
Benavente dan Vazquez (2004), asam nitrat
menyebabkan hidrolisis pada struktur pori
membrane, sehingga pori membrane dapat
melonggar.
Karena
penyebab
inilah
kandungan stronsium dapat lolos melewati
membrane sehingga tertampung dalam
permeat dan menghasilkan rejeksi yang
minim.
c. PAH
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa
membrane NF270 paling besar hanya dapat
menyisihkan senyawa PAH pada umpan
tunggal dengan tingkat rejeksi sebesar
35,52% pada pH 4. Menurut Xiaoxing dkk.
(2013), pada pH<5 kelarutan dari PAH
berkurang sehingga terbentuk makromolekul
pada umpan. Makromolekul ini terbentuk
dari molekul PAH yang semula larut
kemudian menggumpal akibat berkurangnya
kelarutan.
Sedangkan pada kondisi pH 7 dan pH 9,
rejeksi yang dihasilkan lebih kecil dari
rejeksi pH 4 disebabkan oleh sifat dari PAH
yaitu hidrofobik, tidak bermuatan, dan
memiliki berat molar 128,17 g/mol,
sedangkan MWCO membrane NF270
sebesar 270 g/mol. Dengan perbandingan
antara berat molekul PAH dan MWCO
membrane NF270 dapat dinyatakan bahwa
senyawa PAH dapat lolos melewati
membrane dan masuk ke dalam permeat.
Apabila dibandingkan dari segi muatannya,
Sanches dkk. (2011) menyampaikan bahwa
PAH merupakan senyawa tidak bermuatan
dan bersifat hidrofobik. Membrane NF270
bermuatan negatif pada pH>pH
IEP
dan
bermuatan positif pada pH
IEP
sedangkan
senyawa PAH tidak bermuatan, hal ini
mempengaruhi rejeksi sehingga membrane
tidak dapat mengikat muatan pada PAH dan
menyebabkan PAH dapat lolos ke permeat.
Hidrofilisitas membrane NF270 juga
mempengaruhi sifat hidrofobik dari PAH.
Braeken dkk. (2005) menyampaikan bahwa
PAH yang bersifat hidrofobik memiliki
gugus polar yang sedikit sehingga sulit
untuk larut pada pelarut polar yaitu air.
Dengan hidrofobisitas dan ukuran senyawa
PAH yang lebih kecil dibandingkan MWCO
dari membrane NF270 maka senyawa PAH