Program studi sastra indonesia fakultas bahasa dan seni universitas negeri jakarta



Yüklə 86,8 Kb.
tarix22.11.2017
ölçüsü86,8 Kb.
#11443

FUNGSI SEMANTIK KLAUSA PADA 3 ABSTRAK DALAM JURNAL FILSAFAT DRIYARKARA

description: logounj.jpg

Dosen Pengampu:

Dra. Miftahul Khairah Anwar, M.Hum

Disusun Oleh:

Nur Alva Amadea (2125152614)

2 SIS


PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2016


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat dan Ridha-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “FUNGSI SEMANTIK KLAUSA PADA 3 ABSTRAK DALAM JURNAL FILSAFAT DRIYARKARA”. Makalah ini merupakan tugas yang diberikan dalam mata kuliah Sintaksis di program studi Sastra Indonesia.

Dalam penulisan makalah ini saya menyampaikan ucapan terima kasih dosen pengampu mata kuliah Sintaksis dan orangtua yang telah memberikan dukungan materil maupun moril sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Jakarta, 7 Januari 2017

Tim Penulis



BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Menurut Kridalaksana (1985: 6), sintaksis adalah subsistem tata bahasa mencakup kata dan satuan-satuan yanglebih besar dari kata serta hubungan antara satuan itu. Menurut Chaer (2009:3), sintaksis adalah subsistem kebahasaan yang membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata itu ke dalam satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan sintaksis, yakni kata, frasa, klausa, kalimat dan wacana. Ramlan (1987 : 21) memberi batasaan sintaksis sebagai cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, frasa. Pengertian sintaksis yang dikemukakan oleh para tokoh tersebut menunjukan bahwa sintaksis adalah cabang linguistik yang bidang kajiannya meliputi satuan lingual berwujud kata, frasa, klausa, kalimat hingga wacana.

Dalam ilmu sintaksis terdapat fungsi semantik. Fungsi semantik adalah relasi antara predikator dengan argumennya dalam suatu klausa. Predicator biasanya berwujud verba, sedangkan argumen berwujud nomina atau pronominal. Predikator merupakan pusat klausa yang menentukan kehadiran argumen. Kehadiran argumen ini sangta berpengauh pada keutuhan makna. Bagi Dik (1980:3), kerangka predicator adalah struktur awal yang menentukan (1) kategori sintaksis (verba, nomina, adjektiva yang diperlakukan sebagai predikat), (2) jumlah argument yang dibutuhkan predikat, (3) fungsi semantik dari masing-masing argumen, (4) posisi yang harus diduduki oleh argumen.

Maka dari itu dalam makalah ini akan menganalisis fungsi semantik klausa pada 3 abstrak dalam jurnal filsafat driyarkara

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah makalah ini, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.


  1. Apa itu Fungsi Semantik Klausa?

  2. Bagaimana cara menganalisis dengan Fungsi Semantik Klausa?

I.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah makalah ini, tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.



  1. Untuk mengetahui pengertian Fungsi Semantik Klausa.

  2. Untuk mengetahui cara menganalisis kalimat dengan Fungsi Semantik Klausa.


BAB II

KAJIAN TEORI

II.1 Landasan Teori

Fungsi semantik adalah relasi antara predikator dengan argumennya dalam suatu klausa. Predicator biasanya berwujud verba, sedangkan argumen berwujud nomina atau pronominal. Predikator merupakan pusat klausa yang menentukan kehadiran argumen. Kehadiran argumen ini sangta berpengauh pada keutuhan makna. Bagi Dik (1980:3), kerangka predicator adalah struktur awal yang menentukan (1) kategori sintaksis (verba, nomina, adjektiva yang diperlakukan sebagai predikat), (2) jumlah argument yang dibutuhkan predikat, (3) fungsi semantik dari masing-masing argumen, (4) posisi yang harus diduduki oleh argumen.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Data yang dihasilkan dari penelitian ini adalah data-data verbal. Pendeskripsian data-data tersebut disampaikan melalui kata atau bahasa yang terdapat dalam 3 abstrak pada jurnal filsafat driyarkara.

2.2 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah 3 abstrak dalam jurnal filsafat driyarkara.

2.3 Sumber Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian ini terdiri atas sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer dalam penelitian ini diambil dari Jurnal Filsafat Driyarkara. Akan tetapi, hanya terkonsentrasi pada 3 abstrak yang terdapat dalam jurnal filsafat driyarkara.

Sumber data sekunder merupakan data pelengkap yang digunakan dalam penelitian ini, misalnya buku-buku, makalah-makalah, dan artikel-artikel di situs internet (online) yang berkaitan dengan objek penelitian. Data yang diambil adalah data yang berhubungan dengan penelitian ini sebagai pelengkap dan penunjang.

2.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini melalui beberapa tahap, yaitu teknik baca, catat, dan riset kepustakaan. Teknik baca dengan cara membaca objek penelitian secara cermat guna menemukan pokok permasalahan. Selain itu, membaca beberapa buku lain guna dijadikan referensi/acuan dasar dalam meneliti. Teknik catat dengan cara mencatat data yang telah diperoleh dari hasil membaca, data tersebut dicatat sesuai dengan data yang diperlukan dalam penelitian. Riset kepustakaan dengan cara memahami skripsi ataupun sumber-sumber lain yang relevan.



BAB IV

PEMBAHASAN

IV. 1 Abstrak dalam artikel yang berjudul Tanpa Pamrih dalam Bhagavad Gita dan Immanuel Kant

Terhadap pertanyaan ‘apa yang harus saya lakukan’, Bhagavad Gita (abad 5 SM) menjawab, “Jalankan saja kewajibanmu, jangan mengharap hasil; jangan biarkan pahala menjadi motif tindakanmu; demikian pula jangan biarkan dirimu berdiam diri”. Sementara itu, Immanuel Kant (1724-1804) menjawab, “bertindaklah semata-mata menurut prinsip (maksim) yang dapat sekaligus kau kehendaki menjadi hukum umum”. Keduanya mengandung pesan yang sama, tetapi memiliki penjelasan yang berbeda karena bertolak dari tradisi yang berbeda. Bhagavadgita berasal dari filsafat India sedangkan Immanuel Kant lahir dri filsafat Barat. Tema tentang filsafat lintas peradaban seperti ini dikaji secara khusus dalam ‘filsafat perbandingan’. Artikel ini bertujuan untuk menjadi pengantar bagi ‘etika perbandingan’ dengan cara membandingkan konsep bertindak ‘tanpa pamrih’ menurut filsafat India dan filsafat Barat. Langkah yang ditempuh adalah menguraikan persamaan dan perbedaan kedua pandangan, lalu menelusuri asumsi-asumsi filosofis yang mendasari perbedaan tersebut.

Analisis :




KLAUSA
Terhadap pertanyaan ‘apa yang harus saya lakukan’, Bhagavad Gita (abad 5 SM) menjawab, “Jalankan saja kewajibanmu, jangan mengharap hasil; jangan biarkan pahala menjadi motif tindakanmu; demikian pula jangan biarkan dirimu berdiam diri”.


INTI

ARGUMEN 2:

“Jalankan saja ….. dirimu berdiam diri”.

(perihal)

Terhadap pertanyaan ‘apa yang harus saya lakukan’

(Perihal)



PERIFERAL



PREDIKATOR :

Menjawab


(Perbuatan)

ARGUMEN 1 :

Bhagavad Gita (abad 5 SM)

(Pelaku)


()




  1. Sementara itu, Immanuel Kant (1724-1804) menjawab, “bertindaklah semata-mata menurut prinsip (maksim) yang dapat sekaligus kau kehendaki menjadi hukum umum”.


ARGUMEN 2:

“bertindaklah semata-mata….. menjadi hukum umum”.

(perihal)

PREDIKATOR :

Menjawab


(Perbuatan)

ARGUMEN 1 :

Immanuel Kant (1724-1804)

(Pelaku)

()


Sementara itu

(waktu)


PERIFERAL

KLAUSA



INTII




  1. Keduanya mengandung pesan yang sama, tetapi memiliki penjelasan yang berbeda karena bertolak dari tradisi yang berbeda.


KLAUSA



PERIFERAL

INTII



tetapi memiliki penjelasan yang berbeda karena bertolak dari tradisi yang berbeda.

(penyerta)





ARGUMEN 2:

Pesan yang sama

(perihal)

PREDIKATOR :

Mengandung

(keadaan)

ARGUMEN 1 :

Keduanya

(pokok)

()





  1. Bhagavadgita berasal dari filsafat India sedangkan Immanuel Kant lahir dari filsafat Barat.


KLAUSA



PERIFERAL

INTII



sedangkan Immanuel Kant lahir dari filsafat Barat.

(perbandingan)





ARGUMEN 1 :

Bhagavadgita

(pengalaman)

ARGUMEN 2:

dari filsafat India

(jangkauan)

PREDIKATOR :

Berasal


(keadaan)

()




KLAUSA
Tema tentang filsafat lintas peradaban seperti ini dikaji secara khusus dalam ‘filsafat perbandingan’.


INTII



PREDIKATOR :

Berasal dikaji secara khusus

(proses)

()


ARGUMEN 2:

dalam ‘filsafat perbandingan’.

(alat)

ARGUMEN 1 :

Tema tentang filsafat lintas peradaban seperti ini

(pengalaman)



KLAUSA
Artikel ini bertujuan untuk menjadi pengantar bagi ‘etika perbandingan’ dengan cara membandingkan konsep bertindak ‘tanpa pamrih’ menurut filsafat India dan filsafat Barat.


PERIFERAL

INTII



dengan cara membandingkan konsep bertindak ‘tanpa pamrih’ menurut filsafat India dan filsafat Barat.

(cara)


ARGUMEN 1 :

Artikel ini (pelaku)





ARGUMEN 2:

bagi ‘etika perbandingan’ (sasaran)



PREDIKATOR :

menjadi pengantar (proses)

()



lalu menelusuri asumsi-asumsi filosofis yang mendasari perbedaan tersebut.

(cara)


PREDIKATOR :

menguraikan persamaan dan perbedaan (proses)

()

PERIFERAL

ARGUMEN 2:

kedua pandangan, (hasil)



INTII

ARGUMEN 1 :

Langkah yang ditempuh (sasaran)



KLAUSA
Langkah yang ditempuh adalah menguraikan persamaan dan perbedaan kedua pandangan, lalu menelusuri asumsi-asumsi filosofis yang mendasari perbedaan tersebut.

IV.2 Abstrak dalam artikel yang berjudul Kewajiban atau Keutamaan? Etika kewajiban dan keutamaan dala Bhagavad Gita*

Tulisan ini hendak membahas konsep etika yang terdapat dalam Bhagavad Gita dari sudut pandang etika Barat yang membedakan antarab etika kwajiban dan etika keutamaan. Secara umum, Gita dengan konsep dharma-nya tampak lebih condong kearah etika kewajiban. Namun demikian, sebenarnya Gita juga memuat etika keutamaan meski sejauh ini belum ada yang secara khusus membahas topic ini. oleh karena itu, tulisan inipertama-tama hendak memberikan penjelasan singkat mengenai etika keutamaan , baru kemudian masuk ke dalam pembahasan mengenai kedua pendekatan etika tersebut di dalam Gita. Pada akhirnya, akan menjadi jelas bahwa ajaran moral Gita mengandung etika kewajiban sekaligus juga etika keutamaan, dimana keduanya saling melengkapi.

Analisis :



  1. Tulisan ini hendak membahas konsep etika yang terdapat dalam Bhagavad Gita dari sudut pandang etika Barat yang membedakan antara etika kwajiban dan etika keutamaan.


dari sudut pandang etika Barat yang membedakan antara etika kwajiban dan etika keutamaan.

(penyerta)



ARGUMEN 2:

Konsep etika yang terdapat dalam bhagavad gita

(jangkauan)

PREDIKATOR :

Hendak membahas (proses)

()

PERIFERAL

ARGUMEN 1:

Tulisan ini (pelaku)



INTII

KLAUSA



Secara umum,

(penyerta)



ARGUMEN 2:

lebih condong kearah etika kewajiban.

(jangkauan)

PREDIKATOR :

Tampak


(keadaan)

()


PERIFERAL

INTII

KLAUSA
Secara umum, Gita dengan konsep dharma-nya tampak lebih condong kearah etika kewajiban.


ARGUMEN 1 :

Gita dengan konsep dharma-nya

(pokok)




meski sejauh ini belum ada yang secara khusus membahas topik ini.

(kemungkinan)



ARGUMEN 2:

Etika keutamaan

(pengalaman)

ARGUMEN 1 :

Gita juga (pokok)

PREDIKATOR :

memuat


(keadaan)

()


INTII

KLAUSA

PERIFERAL
Namun demikian, sebenarnya Gita juga memuat etika keutamaan meski sejauh ini belum ada yang secara khusus membahas topik ini.

  1. oleh karena itu, tulisan inipertama-tama hendak memberikan penjelasan singkat mengenai etika keutamaan , baru kemudian masuk ke dalam pembahasan mengenai kedua pendekatan etika tersebut di dalam Gita.


KLAUSA



PERIFERAL

INTII



baru kemudian masuk ke dalam pembahasan mengenai kedua pendekatan etika tersebut di dalam Gita.

(tujuan)




PREDIKATOR :

Memberikan penjelasan mengenai

(perbuatan)

()


ARGUMEN 1 :

tulisan ini pertama-tama hendak (pelaku)



ARGUMEN 2:

Etika keutamaan

(pengalaman)




  1. Pada akhirnya, akan menjadi jelas bahwa ajaran moral Gita mengandung etika kewajiban sekaligus juga etika keutamaan, dimana keduanya saling melengkapi.


KLAUSA



PERIFERAL

INTII



dimana keduanya saling melengkapi

(penyerta)



ARGUMEN 2:

Etika kewajiban sekaligus juga etika keutamaan

(pengalaman)

PREDIKATOR :

Mengandung

(keadaan)

()


ARGUMEN 1 :

Pada akhirnya, akan menjadi jelas bahwa ajaran moral Gita (pokok)


IV.3 Abstrak dalam artikel yang berjludul Membongkar Sarang Mental Priyayi Sebuah Cara Baca atas Burung-Burung Manyar

Dengan latar Indonesia pada masa perjuangan kemerdekaan dan Orde Baru, roman Burung-Burung Manyar (BBM) memotret kehidupan suatu golongan masyarakat tertentu, yakni priyayi, tentara, dan akademisi. Dalam kisah-kisahnya, tampaklah bagaimana yang disebut ‘mental priyayi’ tak pernah hilang dari masyarakat Indonesia bahkan dalam diri para prjuang Republik sekalipun. Demikian pula yang disebut Indonesia modern zaman Orde Baru sesungguhnya juga tak luput dari mental priyayi warisan Hindu tersebut. Dengan kiasan burung manyar yang membuat sarangnya, BBM tampil sebagai seruan Mangunwijaya yang mengingatkan bahwa kemerdekaan Indonesia belum berarti apa-apa tanpa diikuti dengan membongkar sarang mental priyayi itu.

Analisis :




KLAUSA
Dengan latar Indonesia pada masa perjuangan kemerdekaan dan Orde Baru, roman Burung-Burung Manyar (BBM) memotret kehidupan suatu golongan masyarakat tertentu, yakni priyayi, tentara, dan akademisi.


PERIFERAL

INTII



PREDIKATOR :

Memotret kehidupan suatu golongan masyarakat tertentu

(perbuatan)

()


ARGUMEN 1 :

roman Burung-Burung Manyar (BBM)

(pelaku)

Dengan latar Indonesia pada masa perjuangan kemerdekaan dan Orde Baru (waktu)

ARGUMEN 2:

yakni priyayi, tentara, dan akademisi.

(hasil)




  1. Dalam kisah-kisahnya, tampaklah bagaimana yang disebut ‘mental priyayi’ tak pernah hilang dari masyarakat Indonesia bahkan dalam diri para pjuang Republik sekalipun.


bahkan dalam diri para pjuang Republik sekalipun.

(kemungkinan)



INTII

PERIFERAL

KLAUSA



ARGUMEN 1 :

Dalam kisah-kisahnya, tampaklah bagaimana disebut ‘mental priyayi’ (pengalaman)



PREDIKATOR :

tak pernah hilang (keadaan)



ARGUMEN 2:

Dari masyarakat

(jangkauan)




  1. Demikian pula yang disebut Indonesia modern zaman Orde Baru sesungguhnya juga tak luput dari mental priyayi warisan Hindu tersebut.


KLAUSA



PERIFERAL

INTII



Demikian pula yang disebut

(kesangsian)





ARGUMEN 1 :

Indonesia modern zaman Orde Baru (pokok)



PREDIKATOR :

sesungguhnya juga tak luput (keadaan)



ARGUMEN 2:

dari mental priyayi warisan Hindu tersebut (jangkauan)






  1. Dengan kiasan burung manyar yang membuat sarangnya, BBM tampil sebagai seruan Mangunwijaya yang mengingatkan bahwa kemerdekaan Indonesia belum berarti apa-apa tanpa diikuti dengan membongkar sarang mental priyayi itu.


Dengan kiasan burung manyar yang membuat sarangnya

(penyerta)



ARGUMEN 2:

bahwa kemerdekaan Indonesia belum berarti apa-apa tanpa diikuti dengan membongkar sarang mental priyayi itu.

(hasil)

PREDIKATOR :

Yang mengingatkan (perbuatan)



ARGUMEN 1 :

BBM tampil sebagai seruan Mangunwijaya (pelaku)

PERIFERAL

INTII

KLAUSA




Yüklə 86,8 Kb.

Dostları ilə paylaş:




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©genderi.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

    Ana səhifə