Analgetik narkotik, agonis dan antagonis analgetik



Yüklə 445 b.
tarix14.05.2018
ölçüsü445 b.
#44301


ANALGETIK NARKOTIK, AGONIS DAN ANTAGONIS ANALGETIK

  • ANALGETIK NARKOTIK, AGONIS DAN ANTAGONIS ANALGETIK

  • Dr. Pudjono, SU, Apt.

  • Oktober 2013


Analgetika adalah senyawa yang dapat menekan

  • Analgetika adalah senyawa yang dapat menekan

  • fungsi saraf pusat secara selektif dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa sakit.

  • Analgetika digunakan untuk mengurangi rasa sakit

  • tanpa mempengaruhi kesadaran.



Struktur senyawa analgetik



Analgetika narkotik dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif sehingga berguna untuk mengurangi rasa sakit karena: penyakit kanker; serangan jantung akut; sesudah operasi; kolik usus/ginjal.

  • Analgetika narkotik dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif sehingga berguna untuk mengurangi rasa sakit karena: penyakit kanker; serangan jantung akut; sesudah operasi; kolik usus/ginjal.

  • Efek samping : euforia; ketergantungan fisik dan mental, konstipasi, kontraksi pupil, nausea dan toleransi.

  • Penghentian pemberian obat secara tiba-tiba menyebabkan sindrom abstinence atau gejala withdrawal.

  • Kelebihan dosis dpt menyebabkan kematian karena terjadi depresi pernafasan.



Analgetika mempunyai karakteristik sebagai sebagai berikut :

  • Analgetika mempunyai karakteristik sebagai sebagai berikut :

  • a. Mempunyai suatu atom pusat (C atau N) yang

  • tidak mengikat atom H.

  • b. Pada atom pusat ini langsung mengikat cincin

  • aromatik

  • c. Suatu basa yang terikat pada atom pusat

  • dengan perantaraan 2 atom C. 



RESEPTOR OPIAT

  • RESEPTOR OPIAT

  • Dua penta-peptida yang menyebabkan aktivitas senyawa opioid, yakni:

  • Tyr-Gly-Gly-Phe-Met-OH ( Met-enkephalin) dan

  • Tyr-Gly-Gly-Phe-Leu-OH ( Leu-enkephalin).



Umumnya , aksi opioid pada reseptor mu-, delta-, dan kappa- pada neuron CNS menghasilkan:

  • Umumnya , aksi opioid pada reseptor mu-, delta-, dan kappa- pada neuron CNS menghasilkan:

  • Analgesia melaluipembebasan transmiter neural yang diturunkan.

  • Kenaikan nilai ambang sakit

  • sehingga menurunkan

  • kesadaran otak dari sakit.



  • reseptor opioid delta sebagai reseptor OP1, reseptor opioid kappa sebagai reseptor OP2 dan reseptor opioid mu sebagai reseptor OP3.











  • Sampai sekarang morfin merupakan analgetika yang paling kuat. Morfin diperoleh dari opium yang berasal dari getah kering tan. Papaver somniferum. Opium mengandung kurang lebih 30 alkaloida, antara lain : morfin, kodein, noskapin, papaverin, tebain dan

  • narsein. Narsein tak begitu penting dalam pengobatan.





2 tipe yang penting dari opium yaitu tipe :

  • 2 tipe yang penting dari opium yaitu tipe :

  • a. fenantren (morfin) yang mempunyai aksi pada

  • susunan saraf pusat

  • b. benzil isokinolin (papaverin) yang mempunyai aksi

  • sebagai antispasmodik otot polos.



TIPE / KERANGKA ALKALOID % ISI

  • TIPE / KERANGKA ALKALOID % ISI

  • OPIUM

  • Morfinan/Fenantren

  • Morfin 2-23 %

  • Kodein 0,3 – 3 %

  • Tebain 0,3 – 1,0 %

  • Benzilisokinolin

  • Papaverin 0,8 – 1,5 %

  • Noskapin

  • (=Narkotin) 2 – 12 %

  • Narsein 0,1 – 0,2 %





  • Mekanisme kerja :

  • Efek analgetika karena adanya pengikatan obat dengan sisi reseptor khas pada sel dalam otak dan spinal cord.

  • Rangsangan ini juga menimbulkan efek euphoria dan perasaan mengantuk.



Menurut Beckett dan Casy, reseptor turunan morfin mempunyai 3 sisi untuk menimbulkan aktivitas analgetika, yaitu :

  • Menurut Beckett dan Casy, reseptor turunan morfin mempunyai 3 sisi untuk menimbulkan aktivitas analgetika, yaitu :

  • a. Struktur bidang datar yang mengikat cincin aromatik obat melalui ikatan van der Waals.

  • b.Tempat anionik yang mampu berinteraksi dengan pusat muatan positif obat

  • c. Lubang dengan orientasi yang sesuai untuk menampung bagian –CH2 dari proyeksi cincin piperidin yang terletak di depan bidang yang

  • mengandung cincin aromatik dan pusat dasar.





 

  •  



  • Hubungan antara struktur dan aktivitas turunan morfin:

  • a. Eterifikasi dan esterifikasi gugus hidroksi fenol akan menurunkan aktivitas analgetik meningkatkan aktivitas anti batuk dan meningkatkan efek kejang

  • b. Eterifikasi, esterifikasi, oksidasi atau penggantian gugus hidroksil alcohol dengan halogen atau hidrogen dapat meningkatkan aktivitas analgetik, meningkatkan efek stimulan, tetapi juga meningkatkan toksisitasnya.

  • c. Pengubahan gugus hidroksil alkohol dari posisi 6 ke posisi 8 menurunkan aktivitas analgetik secara drastis.

  • d. Pengubahan konfigurasi hidroksi pada C6 dapat meningkatkan aktivitas analgetik.



e.Hidrogenasi ikatan rangkap C7-C8 dapat menghasilkan

  • e.Hidrogenasi ikatan rangkap C7-C8 dapat menghasilkan

  • efek yang sama atau lebih tinggi dibanding morfin.

  • f. Substitusi pada cincin aromatik akan mengurangi

  • aktivitas analgetik.

  • g. Pemecahan jembatan eter antara C4 dan C5 akan

  • menurunkan aktivitas.

  • h. Pembukaan cincin piperidin menyebabkan penurunan

  • aktivitas.

  • Demetilisasi pada C17 dan perpanjangan rantai alifatik yang terikat pada atom N dapat menurunkan aktivitas.

  • Adanya gugus alil pada atom N menyebabkan

  • senyawa bersifat antagonis kompetitif.

  •  



Tabel : Hubungan struktur dan aktivitas turunan morfin.  

  • Tabel : Hubungan struktur dan aktivitas turunan morfin.  

  • Gugus Modifikasi Nama obat Akt. analgetik

  •   Morfin 100

  • Hidroksi Fenol -OH

  • -OCH3 Kodein 15

  • (+ antibatuk) -OCH2CH3 Etilmorfin 10

  • (Dionin) (+kemosis)

  •  

  • Hidroksi Alkohol -OH

  • -OCH3 Heterokodein 500

  • - OC2H5 240

  • -OCOCH3 Asetilmorfin 420

  • = O Morfinon 37

  •  



Alisiklik tidak jenuh -CH = CH- -CH2-CH2- Dihidromorfin 120

  • Alisiklik tidak jenuh -CH = CH- -CH2-CH2- Dihidromorfin 120

  •  

  • Jembatan eter = C – O – CH- =C-OH H2C- 13

  •  

  • N-tersier N-CH3 N-H Normorfin 5

  • N-R antagonis morfin

  • (R= allil, propil,iso-

  • butil)

  • N+(CH3)3 1 (+efek kurare kuat)

  • N-CH2-CH2- C6H5 1400

  •  

  • Substitusi pada cincin -NH2 (pada posisi 2) aktivitas turun

  • aromatik - Cl / Br (pada posisi 1) 50

  • -CH3 (pada posisi 6 ) 280

  •  













1. Morfin

  • 1. Morfin

  • Alkaloida ini pertama kali diisolasi oleh Serturner dan

  • Derasne (1803). Merupakan basa dari tanaman yang

  • pertama kali dikenal dan diisolasi.

  • Morfin diperoleh dari buah opium, Papaver somniferum,

  • resin yang diperoleh dengan menusuk polong yang

  • belum masak, atau dari jerami buah opium.

  • Dalam opium kadar morfinnya beragam dari 5 – 20 %.

  • Alkaloida bebas berupa kristal seperti jarum putih, levo

  • rotatori, tidak berbau, mempunyai rasa pahit.



Hampir tidak larut dalam air (1:5000), eter (1:6250)

  • Hampir tidak larut dalam air (1:5000), eter (1:6250)

  • atau kloroform (1:1220). Agak larut dalam alkohol

  • (1:210). Karena adanya gugus fenolat, mudah larut dalam hidroksida, logam alkali atau alkali tanah.

  • Morfin merupakan analgetik yang poten, terhadap

  • segala penyakit, tetapi mudah menyebabkan addiksi.



Morfin dapat mengendalikan nyeri yang disebabkan luka yang serius, neoplasma, migrain, radang selaput dada, kolik pada ginjal dan empedu, dan berbagai penyebab lain.

  • Morfin dapat mengendalikan nyeri yang disebabkan luka yang serius, neoplasma, migrain, radang selaput dada, kolik pada ginjal dan empedu, dan berbagai penyebab lain.

  • Sediaan berupa garam HCl atau sulfat.

  • Morfin diikat oleh protein plasma 20-35 %, dan mempunyai waktu paro eliminasi : 2,4 - 3,4 jam.

  • Dosis oral 20 – 25 mg / 4 jam.



Anorexia

  • Anorexia

  • Kehilangan berat

  • badan

  • Dilatasi pupil

  • dingin

  • Keluar keringat

  • berlebihan

  • Abdominal cramps

  • Muscle spasms

  • Hyperirritability

  • Lacrimation

  • Tremor

  • Increased heart rate

  • Increased blood pressure



  • 2. Kodein

  • Kodein diperoleh dari hasil metilasi gugus OH fenol morfin. Efek analgetik lemah tapi mempunyai efek anti batuk yang kuat.

  • Kecenderungan kecanduan lebih rendah dibanding morfin dan tidak menimbulkan depresi pernafasan.

  • Dalam sediaan sebagai garam HCl, fosfat dan sulfat.

  • Obat terikat oleh protein plasma 7-25 %. Kadar plasma

  • tertinggi dicapai dalam 0,5 – 1,5 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paro plasma 2 – 4 jam.

  • Dosis oral analgetik : 30 mg, 4 kali sehari.

  • Dosis oral anti batuk : 5 – 10 mg , 4 kali sehari.



      • 3. Heroin
  •  

  • Heroin diperoleh dengan cara asetilasi kedua gugus hidroksi dari morfin.

  • Efek analgetik dan euforianya lebih tinggi dibanding morfin.

  • Kecenderungan addiksinya lebih cepat dan efek sampingnya jauh lebih besar dari morfin.

  • Heroin sering disalah gunakan sehingga dikatagorikan sebagai obat terlarang.





4. Apomorfin Hidroklorida

  • 4. Apomorfin Hidroklorida

  • Berupa kristal putih, atau putih keabuan, tidak berbau, berkilauan dan peka terhadap cahaya. Dapat dibuat dengan cara memanaskan morfin HCl pada suhu 140oC dengan HCl 35% dibawah tekanan.

  • Apomorfin mempunyai efek stimulan yang tinggi sehingga mempunyai aksi sebagai emesis dengan mekanisme sentral murni.

  • Untuk menghasilkan emesis diberikan secara subkutan, secara oral tidak efektif. Apomorfin merupakan emetik yang cepat (10-15 menit) paling efektif dan aman.



Pada penyimpanan dalam larutan asam kuat, morfin

  • Pada penyimpanan dalam larutan asam kuat, morfin

  • akan menjadi apomorfin yang mudah teroksidasi

  • menjadi turunan aril kinon yang berwarna hijau tua (Reaksi Pellagri)



II. Turunan Meperidin

  • II. Turunan Meperidin

  • Meskipun strukturnya tidak berhubungan dengan morfin tetapi masih menunjukkan kemiripan karena mempunyai pusat atom C-kuartener,rantai etilen, gugus N-tersier dan cincin aromatik sehingga dapat berinteraksi dengan reseptor analgetik.

  • Walaupun kedudukan fenil pada posisi ekuatorial lebih disukai namun daya analgetik meperidin lebih poten bila cincin aromatik pada posisi aksial, karena pada posisi aksial lebih cocok dengan permukaan reseptor.

  •  

  • Contoh obat-obat turunan meperidin      





R1 R2 R3 R4 Nama obat Aktivitas analgetik

  • R1 R2 R3 R4 Nama obat Aktivitas analgetik

  • H H COOC2H5 CH3 Meperidin 1

  • H H COOCH(CH3)2 CH3 Pro peridin 15

  • H 3-CH3 OCOC2H5 CH3 Alfaprodin 5

  • H 3,6-diCH3 OCOC2H5 CH3 Trimeperidin 7,5

  • H H COOC2H5 CH2CH2-C6H5 Feneridin 2,5

  • H H COOC2H5 CH2CH2-C6H4-NH2 Anileridin 3,5

  • H H COOC2H5 CH2CH2CN-C(C6H5)2 Defenoksilat konstipan

  • CON(CH3)2

  • P-Cl H COOC2H5 CH2CH2C (C6H5)2 Loperamida konstipan

  • C2 H5 – C=O

  • H H -N-C6H5 CH2CH2-C6H5 Fentanil konstipan







  1.   Meperidin HCl = Pethidine HCl = Dolantin

  •   1.   Meperidin HCl = Pethidine HCl = Dolantin

  • Aktivitas analgetiknya diantara morfin dan kodein. Meperidin digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada kasus obsetri dan untuk premedikasi pada anestesi.

  • Sering digunakan sebagai obat pengganti morfin untuk pengobatan penderita kecanduan turunan morfin karena mempunyai efek analgetik seperti morfin tetapi kecenderungan ketagihannya rendah.



Mempunyai efek spasmolitik, karena penekanan langsung menyerupai papaverin pada otot polos.

  • Mempunyai efek spasmolitik, karena penekanan langsung menyerupai papaverin pada otot polos.

  • Pemakaian lain adalah mengurangi nyeri keguguran

  • yang berat, dan dengan barbiturat atau obat penenang

  • lain menghasilkan amnesia/kelupaan pada keguguran.

  • Absorpsi obat dalam saluran cerna cukup baik, obat diikat oleh protein plasma sekitar 40 – 50%.

  • Kadar plasma tertinggi obat dicapai dalam 1 – 2 jam,

  • dengan waktu paro plasma sekitar 5 jam.

  • Dosis oral, IM dan SC : 50 – 100 mg, dapat diulang setiap 3 – 4 jam.



2. Difenoksilat (Lomotil)

  • 2. Difenoksilat (Lomotil)

  • Strukturnya berhubungan erat dengan meperidin, tetapi efek analgetiknya lemah karena adanya gugus yang besar pada atom nitrogen. Mempunyai efek penghambatan pergerakan saluran cerna sehingga digunakan sebagai konstipan pada diare. Pada dosis normal obat tidak menimbulkan adiksi.

  • Digunakan untuk pengobatan diarrhae dengan pelbagai sebab.

  • Dosis lazim dewasa untuk permulaan 5 mg, 3 – 4 x sehari, dengan dosis perawatan sangat rendah dan ditentukan secara individu.

  • Obat ini mempertinggi toksisitas barbiturat.

  •      



 3. Loperamid HCl (Imodium)

  •  3. Loperamid HCl (Imodium)

  • Strukturnya mirip dengan difenoksilat, tetapi efeknya lebih spesifik, lebih kuat dan lebih lama. Loperamid mempunyai efek langsung pada otot longitudinal dan sirkular usus dan menyebabkan konstipasi, sehingga dapat digunakan sebagai konstipan pada kasus diare akut dan kronik.

  • Efek lebih kuat dibandingkan lomotil.

  • Dosis awal dewasa 4 mg, diikuti dengan dosis pemeliharaan 2 mg, sampai diare berhenti.



   4. Fentanil

  •    4. Fentanil

  • Merupakan analgetik narkotik yang sangat kuat, yang digunakan sebagai premedikasi pada anestesi sistemik sebelum operasi.

  • Aktivitasnya 100 x morfin, dengan masa kerja yang pendek (0,5 jam).

  • Umumnya pemakaiannya dikombinasi dengan droperidol. Dosis IM atau IV : 100 mcg, untuk premedikasi dikombinasi dengan droperidol

  • ( 2,5 –5 mg), dosis IV 50 – 100 mcg.



Turunan Metadon:

  • Turunan Metadon:





  • Pada tahun 1945 Ehrhart, Bockmuhl dan Schaumann telah mensintesis analgetika metadon dan mengujinya secara farmakologik. Kerja analgetik ini ditemukan secara kebetulan. Metadon bersifat optis-aktif dan biasanya digunakan dalam bentuk garam HCl. Meskipun tidak mempunyai cincin piperidin, tetapi turunan metadon dapat membentuk cincin bila dalam larutan atau cairan tubuh karena ada daya tarik menarik antara basa N dengan gugus karbonil

  •  





Contoh obat :

  • Contoh obat :

  • 1. Metadon

  • Efek analgetika, 2 x morfin, 10x meperidin tapi

  • toksisitasnya 3 – 10 kali morfin. Turunan metadon

  • digunakan sebagai obat pengganti morfin untuk

  • pengobatan kecanduan turunan morfin, karena

  • dapat menimbulkan efek analgetik seperti morfin,

  • tetapi efek addiksinya lebih rendah.

  •  



2. Propoksifen

  • 2. Propoksifen

  • Dalam sediaan biasanya dalam bentuk garam HCl

  • atau nafsilat. Yang aktif sebagai analgetik adalah

  • bentuk isomer  (+) . Bentuk isomer  (-) dan -

  • diastereoisomer mempunyai aktivitas analgetik

  • rendah.

  • Propoksifen praktis tidak menunjukkan bahaya

  • Addiksi dan dibanyak negara termasuk senyawa

  • analgetika yang paling banyak digunakan.







Yüklə 445 b.

Dostları ilə paylaş:




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©genderi.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

    Ana səhifə