1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar belakang
Wilayah Arktik mencakup daratan dan laut utara dari lingkar Arktik
(sebuah lingkaran pada garis lintang sekitar 66,34° di utara).
1
Wilayah Arktik
tersebut merupakan bagian dari delapan negara, antara lain Kanada,
Denmark/Greenland, Finlandia, Islandia, Norwegia, Rusia, Swedia, dan Amerika
Serikat. Namun Finlandia dan Swedia tidak berbatasan dengan laut Arktik dan
hanya sebagai negara Arktik
2
tanpa klaim yuridiksional di perairan Arktik dan
laut yang berdekatan.
3
Pada awalnya pembagian wilayah Arktik tersebut hanya berdasarkan pada
hukum nasional dari masing-masing negara yang berada di lingkar Arktik dan
didukung oleh kesepakatan internasional yaitu The Svalbard Treaty dalam status
of Spitsbergen yang ditandatangani di Paris pada 1920.
4
Dalam perjanjian ini
terjadi penetapan zona netral diantara negara-negara Arktik, dimana setiap negara
mendapatkan hak yang sama untuk mengeksploitasi deposit mineral dan sumber
daya alam.
5
Setelah itu terjadi perkembangan dalam penetapan batas wilayah
1
Ronald O’Rourke, “Changes in the Arctic: background and issues congress”, Congressional
Research Service, 2010, hlm. 1.
2
Negara yang berada disekitar wilayah Arktik dan tergabung kedalam Arctic Council, namun tidak
memiliki hak secara teritorial terhadap perairan di zona lingkar Arktik.
3
EY Oil and Gas Center, “Arctic oil and gas, EY Oil and Gas Center”, Moscow, 2013, hlm. 2.
4
Dmitri Trenin and Pavel K. Baev, “The Arctic a View from Moscow”, Carnegie Endowment for
International Peace, Washington DC, 2010, hlm. 7.
5
Ibid.
2
perairan yang dituangkan dalam United Nations Convention on the Law of the Sea
I (UNCLOS I) pada tahun 1958.
6
Pada 1982 diselenggarakan konferensi UNCLOS III, dimana terjadi
ratifikasi terhadap regulasi penetapan batas laut dari konvensi sebelumnya.
7
Hasil
dari ratifikasi ini adalah pemberian hak ekslusif bagi negara dengan garis pantai
untuk mengelola sumber daya negaranya pada zona 200 mil yang diperpanjang
dari batas perairan sebelumnya (12 mil dari bibir pantai).
8
Bagian yang paling
menjadi perhatian disini adalah pemberian hak bagi negara pantai untuk
mengajukan klaim terhadap Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) diluar batas 200 mil
yang telah ditetapkan.
9
Namun dalam mengajukan klaim ini, suatu negara harus
menyerahkan berkas yang digunakan sebagai bukti untuk mendukung klaim
tersebut, dan diserahkan pada United Nations Commission on the Limits of the
Continental Shelf (CLCS).
10
UNCLOS III diimplementasikan tahun 1994, dan
diratifikasi oleh 160 negara anggota Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) pada bulan
Maret 2010.
11
Diantara negara-negara Arktik, hanya Amerika Serikat yang tidak
ikut serta dalam penandatangan ratifikasi UNCLOS tersebut karena dinilai tidak
menguntungkan bagi kepentingan ekonomi dan keamanan negara.
12
6
James Harrison, “Evolution of the sea: developments in law-making in the wake of the 1982
Law of the Sea Convention”, University of Edinburgh, 2007, hlm. 24.
7
Ibid.
8
Märta Carlsson and Niklas Granholm, “Russia and The Arctic-Analysis and Discussion of
Russian Strategies”, FOI, 2013, hlm. 17.
9
Ibid.
10
Peter F. Johnston, “Arctic Energy Resources and Global Energy Security”, Journal of Military
and Strategic Studies Vol. 12 Issue 2 (Summer 2010), hlm. 16.
11
United
Nations
Covention
on
the
Law
of
the
Sea,
hlm.
137,
http://www.un.org/depts/los/convention_agreements/texts/unclos/unclos_e.pdf
12
Ronald O’Rourke, hlm. 11.
3
Berdasarkan penetapan batas wilayah perairan menurut UNCLOS, Rusia
menjadi negara dengan garis pantai terpanjang pada wilayah Arktik.
13
Dengan
letak geografis dan teritorial yang luas tersebut, zona Arktik Rusia memiliki
potensi ekonomi yang cukup besar mengingat Arktik menyimpan sumber daya
alam seperti hidrokarbon dan perikanan.
14
Untuk menjaga semua potensi sumber
daya alam tersebut, maka mempertahankan kedaulatan wilayah menjadi aspek
yang penting dan tidak boleh dikesampingkan.
15
Perbedaan persepsi yang terjadi karena ratifikasi UNCLOS terkait klaim
wilayah menimbulkan permasalahan, dimana Rusia beranggapan bahwa zona
seluas 1,2 juta km
2
yang berada disekitar Lomonosov dan Mendeleyev Ridge (laut
Barents, perairan di Okhotsk, selat Bering) merupakan terusan dari landas
kontinen negara.
16
Klaim Rusia terhadap wilayah Arktik terbagi atas dua bentuk,
antara lain: perluasan ZEE di perairan Arktik dan status terhadap Northern Sea
Route (NSR).
17
Perluasan ZEE tersebut berada disekitar Lomonosov Ridge dan
laut Barents, dimana lokasi ini memiliki potensi ekonomi yang besar terkait
sumber daya mineral dan perikanan. Sedangkan NSR menjadi prospek yang
cukup menjanjikan untuk rute pelayaran baru, karena dinilai memiliki potensi
yang dapat dikembangkan untuk mempersingkat rute pelayaran antara Eropa dan
Asia. Rusia ingin mengubah status hukum NSR dari perairan nasional ke koridor
13
Konygin A., “Oil Tanker Transportation in The Arctic”, International Journal of Scientific &
Technology Research, 2015, hlm. 1.
14
Lassi Heininen, “Russian Strategies in the Arctic: Avoiding a New Cold War”, Valdai
Discussion Club, 2014, hlm. 9.
15
Ibid.
16
Stephen J. Blank, “Russia in the Arctic”, Strategic Studies Institute, “tanpa tempat”, 2011, hlm.
47.
17
Ibid, hlm. 17.
4
transit internasional di bawah yurisdiksi Rusia.
18
Gagasan dalam pengembangan
wilayah Arktik merupakan pernyataan dari Presiden Rusia saat itu, Dmitry
Medvedev yang menyatakan bahwa tugas pertama dan utama adalah mengubah
Arktik menjadi basis sumber daya Rusia dalam abad 21.
19
Beberapa sengketa terkait batas maritim seringkali melibatkan negara-
negara Arktik seperti: Rusia, Amerika Serikat, Norwegia, Kanada, serta
Denmark.
20
Hal ini dikarenakan wilayah dari negara-negara tersebut saling
berbatasan langsung dan mengarah ke perairan Arktik, dimana intensitas
pertemuan masing-masing pihak sering terjadi dengan kepentingan yang saling
bersinggungan berdasarkan letak geografis.
21
Rusia sendiri menghadapi sengketa
teritorial dengan Amerika Serikat di laut Bering, dengan Norwegia di laut
Barents,
22
serta dengan Kanada dan Denmark dalam klaim terhadap Lomonosov
Ridge.
23
Hal ini dapat dilihat pada gambar peta klaim wilayah yang terjadi di
Arktik.
18
Barbora Padrtová, “Russian Approach Towards the Arctic Region”, CEENA, 2012, hlm. 6.
19
Blank, hlm. 66.
20
Johnston, hlm. 15.
21
Valery P. Pilyavsky, “The Arctic: Russian Geopolitical and Economic Interests”, Friedrich-
Ebert-Stiftung, 2011, hlm. 1.
22
Valery Konyshev and Alexander Sergunin, “Russia’s Policies on the Territorial Disputes in the
Arctic”, American Research Institute for Policy Development Vol. 2 No. 1 (March 2014), hal. 55.
23
Mate Wesley Aerandir, “Breaking the ice: potential U.S.-Russian maritime conflict in the
Arctic”, 2012, hlm. 22.
5
Gambar I.1 Peta klaim wilayah dari beberapa negara pada perairan Arktik
Sumber: Jeremy Bender, “The only map you need to see to know the Arctic is the next
major frontier”, Business Insider.
24
Dalam mendapatkan pengakuan internasional pada perluasan wilayah
perairan, Rusia mengajukan klaim kepada CLCS guna meminta delimitasi ZEE
dari 200 mil laut menjadi 350 mil laut yang membuat klaimnya menjadi terbesar
diantara negara-negara di sekitar Arktik lainnya.
25
Meskipun klaim tersebut
24
Jeremy Bender, “The only map you need to see to know the Arctic is the next major frontier”,
Business Insider, http://www.businessinsider.co.id/map-of-arctic-as-the-next-major-frontier-2016-
5/?r=US&IR=T#z7OimsChQZkqMbzy.97, diakses pada 8 Maret 2017.
25
Klaus Dodds, “Flag planting and finger pointing: The Law of the Sea, the Arctic and the
Political Geographies of the Outer Continental Shelf,” dalam Political Geography, Vol. 29, 2010,
hlm. 7.
6
ditolak oleh UNCLOS pada tahun 2001, namun Rusia masih bersikeras dan
berusaha untuk melengkapi bukti untuk mengajukan klaim.
26
Pada tahun 2007, Artur Chilingarov yang merupakan juru bicara State of
Duma
27
memimpin 2 armada kapal selam kecil milik Rusia dalam sebuah misi
untuk menyatakan klaim Rusia pada wilayah Lomonosov Ridge.
28
Kedua kapal
selam tersebut bergerak 2,5 mil (4 km) ke dasar Arktik, dimana mereka
mengumpulkan sampel air dan geologis serta menjatuhkan sebuah wadah titanium
berisi bendera Rusia untuk mendukung Argumen Rusia bahwa Lomonosov Ridge
adalah perluasan dari wilayahnya.
29
Rusia juga beberapa kali melakukan aksi
simbolis di wilayah Arktik melalui pasukan militernya pada 2008. Dengan
melakukan aksi-aksi tersebut, Rusia berusaha untuk memberikan sinyal kepada
negara lain untuk menjauhi wilayah teritorial milik Rusia.
30
Klaim Rusia pada wilayah Lingkaran Arktik menjadi yang terbesar dari
semua negara-negara yang berbatasan dengan Arktik, sehingga hal ini membuat
negara-negara disekitarnya menjadi sensitif terhadap tindakan Rusia.
31
Upaya
Rusia dalam mengumpulkan bukti untuk mengajukan klaim atas Arktik tersebut
26
Blank, hlm. 46.
27
Parlemen Rusia, secara formal merupakan sebuah badan legislatif yang memiliki otoritas dalam
pengambilan keputusan di Rusia.
28
Ibid.
29
Ibid, hlm. 44.
30
Ibid, hlm. 43.
31
Resolution No. 564 of 18 July 1969, “The Council of Ministers of the USSR concerning
Procedure for Carrying out Work on the Continental Shelf and the Protection of its Natural
Resources”, UN website.
http://www.un.org/Depts/los/LEGISLATIONANDTREATIES/PDFFILES/RUS_1969_Resolution
.pdf, diakses pada 18 Februari 2013.
7
ditentang oleh empat negara yang juga berbatasan dengan Rusia di Arktik yakni
Norwegia, Denmark, Kanada dan Amerika Serikat.
32
Negara-negara Barat menilai tindakan Rusia dalam menunjukkan klaim
terhadap wilayah Arktik tersebut bersifat provokatif dan mengancam bagi
kedaulatan dan keamanan negara-negara disekitarnya.
33
Oleh karena itu, negara-
negara Barat yang tergabung dalam North Atlantic Treaty Organization (NATO)
saling berkoordinasi dalam menekan peningkatan aktivitas Rusia di wilayah
Arktik, terutama yang berhubungan dengan kehadiran militer.
34
Amerika Serikat
mengeluarkan kebijakan “ National Strategy for the Arctic Region” pada tahun
2013, berisikan tentang pertahanan kedaulatan, membentuk aliansi, dan kerjasama
serta patuh terhadap aturan hukum laut.
35
Tiga negara pesisir Arktik lainnya
(Kanada, Denmark, dan Norwegia) juga telah menunjukkan komitmen mereka
untuk meningkatkan kehadiran militer mereka di wilayah tersebut, diantaranya
meningkatkan infrastruktur, penambahan armada dan jumlah pasukan secara
cepat.
36
Pada 25 Mei hingga 5 Juni 2015, NATO mengadakan sebuah latihan jet
tempur multinasional yang dipimpin oleh Norwegia. Hampir seratus jet dari
sembilan negara dilatih untuk mengatasi ancaman di darat dan udara, simulasi
memerangi artileri anti-pesawat dan pengisian bahan bakar udara. Kegiatan ini
32
Amelia
Fitriani,
“Rusia
Perbaharui
Upaya
Klaim
Kepemilikan
Arktik”,
http://dunia.rmol.co/read/2015/08/05/212384/Rusia-Perbaharui-Upaya-Klaim-Kepemilikan-
Arktik-, diakses pada 26 Februari 2017.
33
Andrea Shalal, “The US Military Now Sees Russia as its Biggest Threat”,
http://www.businessinsider.com/r-us-reshaping-budget-to-account-for-russian-military-threat-
2016-12, diakses pada 2 Februari 2017.
34
Nigel Chamberlain, “NATO’s Developing interest in the Arctic”, NATO Watch, 2012, hlm.2.
35
Marc
Lanteigne
,
“U.S.
Wary
of
Russia’s
Arctic
Military
Buildup”,
https://www.newsdeeply.com/arctic/community/2017/02/13/u-s-wary-of-russias-arctic-military-
buildup, diakses 1 maret 2017.
36
Chamberlain, hlm. 6.
8
dilakukan di tiga negara, antara lain: Norwegia, Finlandia, dan Swedia.
37
Kondisi
ini menarik perhatian Rusia terhadap perkembangan yang terjadi di Arktik yang
disebabkan oleh ekspansi NATO, dimana aktivitas aliansi tersebut mulai
mendekati wilayah perbatasan Rusia.
38
Demi mempertahankan dan mencapai kepentingan di wilayah Arktik,
Rusia membutuhkan penetapan batas teritorial yang jelas diantara negara-negara
yang berbatasan dengan perairannya.
39
Selain menggunakan metode diplomatik,
Rusia juga melakukan beberapa pendekatan lain untuk menunjukkan keseriusan
negara dalam menjaga dan mempertahankan wilayah tersebut.
40
Dimana Rusia
mulai mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mempertahankan kepentingannya
pada wilayah tersebut secara bertahap.
I.2
Rumusan Masalah
Sengketa terhadap klaim wilayah yang terjadi di Arktik menimbulkan
berbagai reaksi dari setiap negara yang terlibat. Posisi Rusia di Arktik sebagai
satu-satunya negara non-NATO memberikan tekanan tersendiri bagi Rusia.
Berbagai tekanan yang dihadapi Rusia seperti peningkatan aktivitas NATO
seperti: latihan militer, patroli di sekitar perairan yang dekat dengan perbatasan
Rusia dinilai mengancam kepentingannya di wilayah Arktik.
41
Mengingat wilayah
Arktik menjadi salah satu orientasi dalam kebijakan Rusia. Hal ini mendorong
37
North Atlantic Treaty Organization, “Key NATO & Allied Exercises”, 2015, hlm. 2.
38
Victor Maulana, “Doktrin Baru Rusia: Lawan Ekspansi NATO, Lindungi Crimea dan Arktik”.
https://international.sindonews.com/read/1026590/41/doktrin-baru-rusia-lawan-ekspansi-nato-
lindungi-crimea-dan-arktik-1437987626, diakses pada 25 Februari 2017.
39
Blank, hlm. 46.
40
Ibid.
41
Andrew Holland, “America’s Role in the Arctic Opportunity and Security in the High North”,
American Security Project, 2014, hlm. 5.
9
Rusia untuk mengambil sikap lebih tegas untuk mempertahankan kepentingannya
pada wilayah sengketa, meskipun pada dasarnya Rusia telah mengajukan klaim
permohonan perluasan ZEE kepada CLCS.
I.3
Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka
pertanyaan penelitian yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah
“bagaimana kebijakan pertahanan Rusia dalam menghadapi NATO dalam
isu sengketa wilayah di perairan Arktik ?”
I.4
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kebijakan pertahanan Rusia
dalam menjaga kepentingannya pada wilayah sengketa di perairan Arktik.
I.5
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian penulis ini adalah :
1.
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis dan
menambah referensi bagi masyarakat agar dapat lebih mengetahui
tentang kajian yang penulis teliti.
2.
Bagi mahasiswa hubungan internasional agar dapat menggunakan
penelitian penulis ini sebagai bahan referensi untuk penelitian
selanjutnya.
10
I.6
Studi Pustaka
Studi pustaka yang bersumber dari buku, karya ilmiah, jurnal, artikel, serta
tulisan lainnya yang berkaitan dengan kebijakan Rusia terhadap wilayah Arktik
menjadi referensi dan pedoman dalam melakukan penelitian ini. Dimana dalam
setiap tulisan tersebut terdapat berbagai informasi serta pandangan yang berbeda
dalam memandang fenomena dari kasus yang diangkat oleh peneliti.
Sumber pertama yang digunakan dalam studi pustaka ini adalah jurnal dari
jurnal dari Cepik, Marco, and Bertol Frederico Licks yang berjudul Defense
Policy in Brazil: Bridging the gap between ends and means?.
42
Tulisan ini
menganalisis Kebijakan Pertahanan Brazil dalam hal kemampuannya untuk
mengurangi kesenjangan antara tujuan dan sarana yang menjadi pokok bahasan
kebijakan pertahanan. Sejak tahun 2003, kebijakan pertahanan Brazil telah
berkembang seiring dengan meningkatnya peran Brazil dalam sistem
internasional. Mempertahankan proses ini tergantung pada kondisi institusional,
ekonomi, dan operasional yang belum sepenuhnya dijamin. Mereka membutuhkan
negosiasi, reformasi, dan perspektif strategis. Dengan mengidentifikasi tantangan-
tantangan khusus yang muncul melalui kerangka institusi keamanan nasional,
proses pembangunan kemampuan tempur, siklus anggaran, serta dari basis
industri pertahanan, pada tulisan ini juga menjelaskan alasan mereka dan
menawarkan petunjuk kebijakan konkret untuk mengatasi hambatan.
42
Cepik, Marco, and Bertol Frederico Licks, “Defense Policy in Brazil: Bridging the gap between
ends and means?”, Defense Studies Vol 16, 2016.
11
Kedua, tesis dari Gerhard Martin Louw, South African Defence Policy and
Capability: The Case of the South African National Defence Force.
43
Memaparkan mengenai peranan angkatan bersenjata di seluruh dunia memiliki
tiga fungsi utama, seperti: pembangunan kekuatan, gelar kekuatan dan kerja
paksa. Kebijakan Pertahanan memainkan peran membimbing dalam semua ini,
tetapi sangat penting dalam membangun pemikiran untuk penciptaan mereka
kemampuan militer yang memaksa pengembangan membawa. Akhir Perang
Dingin, yang bertepatan dengan dispensasi politik baru di Afrika Selatan, juga
memunculkan paradigma keamanan baru: sebuah teori menyiratkan kedua
pengurangan utilitas kekuatan militer, dan penyesuaian dalam penggunaan
kekuatan militer. Fenomena ini mengubah konteks di mana negara menghasilkan
kebijakan pertahanan modern, tetapi tidak mempengaruhi hubungan kausal antara
publikasi kebijakan dan hasil kegiatan pembangunan kekuatan militer. Biasanya,
kebijakan pertahanan mengandaikan pengembangan angkatan bersenjata yang
efektif dan efisien dalam melaksanakan mandat mereka - suatu kondisi yang dapat
diukur dari segi organisasi tingkat integrasi, keterampilan, kualitas dan respon.
Tesis ini menggunakan konsep ini, baik sebagai titik tolak dan sebagai perangkat
pengorganisasian struktural, untuk menggambarkan varians antara kebijakan
pertahanan dan kemampuan militer. Sebuah analisis umum publikasi kebijakan
pertahanan Afrika Selatan menunjukkan bahwa, memang, pembuat kebijakan
telah benar-benar dipertimbangkan efektivitas angkatan bersenjata 'ketika mereka
menulis White Paper (1996) dan Ulasan Pertahanan (1998). Perbedaan penelitian
43
Gerhard Martin Louw, “South African Defence Policy and Capability: The Case of the South
African National Defence Force”, Stellenbosch University, 2013.
12
terletak pada aktor negara yang diteliti serta bentuk kebijakan pertahanan yang
diambil oleh negara.
Ketiga, Justyna Gotkowska yang berjudul Norway and the Bear:
Norwegian defence policy – lessons for the Baltic Sea region.
44
Upaya Norwegia
dalam menjaga keamanan wilayahnya yang kaya terhadap sumber daya alam
terutama dalam ekstraksi minyak bumi dan gas alam dari landas kontinen
Norwegia yang dimulai pada tahun 1970-an. Sektor perminyakan Norwegia
menghasilkan sepertiga dari anggaran pendapatan negara dan menyumbang lebih
dari setengah dari ekspor negara itu. Selain potensi ekonomi yang berasal dari
hidrokarbon, industri perikanan dan transportasi laut juga memiliki prospek yang
menjanjikan bagi perkembangan ekonomi Norwegia. Karena pentingnya bagian
utara Norwegia dalam pembangunan ekonomi negara dan berdiri pada geopolitik
dunia, kebijakan ekonomi dan luar negeri Oslo didasarkan pada memastikan
kemampuan untuk menjaga akses dan memanfaatkan sumber daya alam di
wilayah ini. Akibatnya, setiap tantangan atau ancaman terhadap keamanan
didefinisikan secara luas dari wilayah ini dinilai sangat penting untuk kebijakan
pertahanan Norwegia. Guna menghadapi tantangan potensial dan ancaman yang
dihadapi Norwegia di wilayah utara, Norwegia telah mengejar kebijakan
pertahanan didasarkan pada kerjasama dan pencegahan. Kerjasama berarti
membangun kontak dan meningkatkan kerja sama dengan Rusia dalam hubungan
lintas-perbatasan, di sektor minyak bumi dan dalam bidang militer. Langkah-
langkah pencegahan termasuk mempertahankan kredibilitas NATO sebagai
aliansi pertahanan kolektif dan memperkuat kehadirannya di wilayah tersebut;
44
Justyna Gotkowska, “Norway and the Bear: Norwegian defence policy – lessons for the Baltic
Sea region” , Ośrodek Studiów Wschodnich, Warsaw, 2014.
13
meningkatkan kerjasama militer dengan Amerika Serikat; membangun
kemampuan militer Norwegia sendiri untuk operasi potensial di utara negara itu;
dan mengembangkan kerja sama politik dan militer di Eropa Utara. Tujuan utama
dari kebijakan pertahanan Oslo adalah untuk meminimalkan kemungkinan krisis
dan konflik yang muncul di Kutub Utara. Permasalahan disini merujuk
kemampuan Norwegia dalam mempertahankan sumberdaya serta pengelolaan
secara berkelanjutan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi. Merujuk pada
permasalahan tersebut, Norwegia mengambil beberapa kebijakan pertahanan,
antara lain: kerjasama dengan Rusia, memperkuat pertahanan bersama NATO,
membangun kapabilitas pertahanan sendiri. Perbedaan antara sumber yang
digunakan dengan kajian yang dilakukan peneliti terletak pada aktor yang diteliti
serta upaya yang dilakukan oleh aktor tersebut dalam mempertahankan
kepentingan nasionalnya.
Keempat, paper dari Ekaterina Klimenko yang berjudul Russia’s Evolving
Arctic Strategy : Drivers, Challenges and New Opportunities.
45
Berisikan tentang
upaya Rusia dalam membangun dan mengelola sumber daya energi yang terdapat
di wilayah Arktik Rusia. Dimana terdapat beberapa pemaparan mengenai
perkembangan kebijakan Rusia terhadap tambang minyak dan gas yang dimiliki.
Kebijkan tersebut ditujukan kepada perusahaan minyak negara seperti Gazprom
dan Rosneft untuk mendorong produksi pada tambang-tambang besar seperti: laut
Barents, Pechora, Kara, serta semenanjung Yamal yang dinilai memiliki cadangan
yang cukup. Selain itu juga terdapat beberapa poin mengenai faktor yang
mempengaruhi keijakan yang diambil tersebut. Salah satu hal yang menjadi
45
Ekaterina Klimenko, “Russia’s Evolving Arctic Strategy: Drivers, Challenges and New
Opportunities”, SIPRI, 2014.
14
perhatian adalah persaingan dalam menguasai pasar antara Rusia dengan Amerika
Serikat. Kondisi ini sangat berpengaruh pada permintaan terhadap minyak bumi
dan gas Rusia yang sempat mengalami penurunan. Beberapa tindakan diambil
guna mengatasi permasalahan tersebut seperti pembangunan pada tambang baru
serta memperluas pangsa pasar. Perbedaan penelitian dengan sumber ini terletak
pada bentuk kebijakan Rusia dalam menjaga dan mencapai kepentingan nasional
negara, penelitian ini lebih berfokus pada kebijakan Rusia untuk membangun
kekuatan dalam bidang ekonomi untuk mengembangkan wilayahnya melalui
kerjasama sehingga dapat mengikat aktor atau negara lain dalam peningkatan
infrastruktur di zona Arktik Rusia.
Kelima, sumber yang berasal dari tulisan Lincoln Edson Flake yang
berjudul Russia’s Security Intentions in a Melting Arctic.
46
Dalam tulisan ini
dijelaskan mengenai bagaimana relevansi kebijakan Rusia terhadap keamanan
pada kawasan tersebut. Sebagai satu-satunya negara pesisir non-NATO di Arktik,
serangkaian penyebaran militer dan mengumumkan peningkatan ke infrastruktur
dan sistem senjata sejak tahun 2007 telah menyebabkan spekulasi bahwa Moskow
berusaha untuk membangun kembali militer pada sektor Arktik. Menggunakan
dokumen strategi dan pernyataan kebijakan sejak tahun 2008 sebagai instrumen
analisis, tulisan ini berisikan menganai pandangan Moskow terkait keamanan
dalam perubahan iklim yang terjadi Arktik. Hasil temuan mengungkapkan bahwa
Rusia melakukan pengaktifan kembali kembali kekuatan militernya di Kutub
Utara, namun disisi lain Rusia juga turut aktif dalam kerjasama dalam
pengembangan dan pengamanan wilayah Arktik dengan negara disekitarnya.
46
Lincoln Edson Flake, “Russia’s Security Intentions in a Melting Arctic”,
Military and Strategic
Affairs Vol. 6 No.1, 2014.
15
Meskipun dapat dilihat bahwa kehadiran militer Rusia di wilayah Arktik turut
memicu kekhawatiran bagi negara-negara Arktik lainnya. Namun agresifitas
Rusia dengan serangkaian kebijakan militernya tersebut, menimbulkan
permasalahan ekonomi terkait budget dalam peningkatan alutsista tersebut
menjadi salah satu kunci utama. Untuk membangun dan meningkatkan performa
armada militernya di wilayah Arktik, Rusia harus meningkatkan pengeluarannya
dikarenakan kondisi medan yang ekstrem juga melihat bagaimana perkembangan
negara-negara sekitar yang notabene merupakan anggota NATO. Oleh karena itu,
Rusia membutuhkan peningkatan besar-besaran untuk mengimbangi dan mampu
berdiri sendiri ditengah potensi ancaman yang muncul. Hal inilah yang menjadi
mempengaruhi pengeluaran Rusia dibidang militer terus meningkat setiap
tahunnya. Dalam tulisan ini, penulis menilai bahwa Rusia cukup kewalahan untuk
membangun kembali kekuatan militernya di kutub utara.
Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis dengan sumber-sumber yang
dijadikan sebagai dasar penelitian sebelumnya terdapat aktor negara yang terlibat
serta kebijakan yang diambil oleh negara-negara tersebut. Penulis lebih berfokus
bentuk kebijakan pertahanan yang diambil Rusia serta faktor-faktor yang
mempengaruhi kebijakan pertahanan Rusia dalam menghadapi sengketa klaim
teritorial di wilayah Arktik. Sedangkan sumber-sumber tersebut lebih cenderung
menjelaskan mengenai dinamika perubahan kebijakan Rusia dalam mengelola
wilayah Arktik.
16
I.7
Kerangka Konseptual
I.7.1
Defense Ownership
Secara umum kebijakan pertahanan merupakan keseluruhan rencana
atau program yang disusun dan tindakan yang diambil oleh sebuah negara
dimasa perang maupun masa damai untuk melindungi keamanan negara
tersebut dari ancaman militer negara lain. Menurut Trevor Nevitt Dupuy,
terdapat tiga alasan mengapa suatu negara perlu mengembangkan sistem
pertahanannya. Pertama, hak sebuah bangsa untuk hidup dan mempertahankan
diri dari serangan penindasan bangsa lain. Kedua, kebutuhan akan rasa aman
dari gangguan pemberontakan internal yang mengganggu upaya pencapaian
kesejahteraan sosial ekonomi rakyatnya. Ketiga, sistem internasional yang
anarkis setiap saat dapat memunculkan dilema keamanan yang dapat
mengganggu stabilitas keamanan dalam negeri.
47
Menurut Leif-Eric Easley, kekuatan militer dibutuhkan dalam
menunjang pertahanan negara. Hal ini dingkapkan melalui konsep Defense
ownership yang mengarah pada pentingnya keberadaan aset militer secara
fisik dan sah untuk menyediakan keamanan nasional berdasarkan kepentingan
nasional utamanya.
48
Kecukupan kapabilitas militer yang dimiliki suatu
negara menjadi prioritas utama bagi pemerintah, dimana suatu negara
melakukan defense sebagai bentuk kebijakan pertahanan negara. Sebuah
negara harus menetapkan kebijakan pertahanannya untuk mempertahankan
47
Trevor Nevitt Dupuy, “International Military and Defense Encyclopedia”, Macmillan, New
York, 1993, hlm. 7.
48
Leif-Eric Easley, “Defense Ownership or Nationalist Security: Autonomy and Reputation in
South Korean and Japanese Security Policies”, The John Hopkins University Press Vol. XXVII
No. 2 (Summer-Fall 2007), hlm. 155.
17
kepentingan nasionalnya. Dalam melakukan defense ownership, sebuah
negara perlu meningkatkan anggaran pertahanannya untuk memordernisasi
perlengkapan serta pengembangan kemampuan personel militernya.
Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi suatu negara dalam melakukan
defense ownership, seperti: national capabilities, external threat, dan ally
reliability.
49
1.
National capabilities
Kapabilitas suatu negara akan mempengaruhi perkembangan dan
bagaimana negara tersebut memperoleh kekuatan pertahanannya. Kondisi
finansial akan menunjang suatu negara dalam melakukan defense dalam
menghadapi ancaman yang datang dari lingkungan internasional.
Lokasi atau posisi geografis suatu negara juga mempengaruhi kapabilitas
nasional serta orientasi politik luar negeri suatu negara. Pada satu sisi
berdasarkan posisi geografis, terdapat negara-negara yang mudah diserang
oleh negara lain (selalu terancam) dan disisi lain terdapat negara dengan
posisi geografis lebih strategis dari yang lainnya. Sehingga pada akhirnya
untuk dapat survive di dalam sistem internasional yang anarki, suatu
negara perlu meningkatkan power untuk mempertahankan kontrol
terhadap negara lain dan membentuk benteng dari ancaman dalam
mengejar kepentingan nasionalnya.
2.
External threat
49
Ibid, hlm. 156.
18
Ancaman dapat berasal dari lingkungan internasional suatu negara,
pandangan suatu negara terhadap aktor disekitarnya dapat memicu reaksi
yang dinilai memberikan gangguan terhadap keberlangsungan negara
tersebut. Meskipun pada dasarnya ancaman terhadap suatu negara bisa
datang dari dalam maupun luar, namun dalam kebanyakan ancaman yang
muncul tersebut lebih sering berasal dari lingkungan luar negara itu
sendiri. Konsep keamanan tradisional melihat ancaman yang muncul
selalu bersifat militer, oleh karena itu pendekatan yang digunakan juga
bersifat militeristik.
50
Menurut Marsheimer, suatu negara akan lebih berfokus melihat offensive
capabilities dari lawan yang potensial ketika mengamati lingkungannya
untuk menentukan negara mana yang dinilai sebagai ancaman bagi
kelangsungan negara.
51
Terdapat tiga hal yang menjadi kekhawatiran suatu
negara yang disebabkan oleh sistem internasional, antara lain: tidak
adanya otoritas yang dapat melindungi negara tersebut dari negara lainnya,
fakta bahwa setiap negara memiliki beberapa kapabilitas militer ofensif,
fakta bahwa suatu negara tidak dapat menentukan dengan jelas mengenai
maksud dan tujuan dari negara lain.
52
50
Perwita dan Yani, “Pengantar Ilmu Hubungan Internasional”, PT. Remaja Rosda Karya,
Bandung, 2006, hlm. 123.
51
John J. Mearsheimer, “Anarchy and the struggle for power: The Tragedy of Great Power
Politics”, New York, W W Norton & Company, 2001, hlm. 45.
52
Ibid, hlm. 32.
19
3.
Ally reliability
Menurut Easley, suatu negara membutuhkan jaminan terhadap keamanan
negaranya. ketika beberapa negara menghadapi lingkungan internasional
yang sama, negara-negara tersebut dapat melakukan beberapa hal untuk
menjamin keamanannya dalam merespon kondisi tersebut.
53
Pernyataan Easley tersebut sesuai dengan pendapat James D. Morrow,
dimana sebuah aliansi terbentuk berdasarkan persamaan kepentingan antar
negara.
54
Suatu negara akan bergabung kedalam sebuah aliansi jika hal
tersebut dianggap menguntungkan bagi negaranya.
55
Ally reliability melihat upaya negara dalam mencapai keseimbangan antara
kapabilitas militer dengan tugas dari pertahanan nasional. Suatu negara
dapat mengembangkan kapabilitasnya sendiri (internal balancing),
bergabung dengan negara lain melawan ancaman (external balancing),
atau bergabung dengan sumber ancaman itu sendiri (bandwagoning).
56
Dalam melihat upaya Internal balancing dari segi ally reliabiility,
penelitian ini menggunakan pemikiran Paul Dibb sebagai konsep
pendukung yang mengarah pada konsep self reliance, konsep ini
digunakan untuk mendefinisikan pembentukan pertahanan militer secara
mandiri. Ide self reliance muncul dari keraguan suatu negara terhadap
53
Easley, hlm. 157.
54
Stephen B. Long, “A winning proposition? States’ military effectiveness and the reliability of
their allies”, Macmillan Publishers Vol. 52 No. 3, 2015, hlm. 366.
55
Ibid.
56
Leif-Eric Easley, hlm. 155.
20
aliansi dalam menjamin keamanan wilayahnya.
57
Pada umumnya negara
menegaskan bahwa kecukupan kapabilitas sendiri merupakan hal yang
penting bagi kedaulautan nasional sebagai upaya untuk mengurangi
ketergantungan terhadap kekuatan luar negeri.
I.8
Metode Penelitian
I.8.1
Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
deskrtiptif. Menurut Strauss dan Corbin yang dimaksud dengan penelitian
kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang
tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik
atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran).
58
John Creswell mendefinisikan
penelitian kualitatif sebagai sebuah penelitian yang mengeksplorasi permasalahan
manusia dan sosial, dimana peneliti membangun sebuah gambaran yang kompleks
dan menyeluruh, menganalisa kata-kata, membuat sebuah laporan secara detail.
59
Penelitian bersifat deskriptif bertujuan untuk menghasilkan kesimpulan yang
komprehensif mengenai kejadian spesifik yang dialami oleh individu atau
kelompok.
60
I.8.2
Batasan Penelitian
57
Paul Dibb, “Review of Austialia’s Defence Capabilities”, Report to the Minister for Defence,
AGPS, Canberra, 1986, hlm. 51.
58
Jane Ritchie and Jane Lewis, “Qualitative Research Practice: A Guide for Social Science
Students and Researchers”, Sage Publications, london, 2003, hm. 3.
59
J. R. Raco, “Metode Penelitian Kualitatif – Jenis Karakteristik dan Keunggulannya”, Grasindo,
Jakarta, 2010, hlm. 4.
60
Vickie A. Lambert dan Clinton E. Lambert, “Qualitaive Descriptive Research: An Acceptable
Design”, Pacific Rim International Journal of Nursing Research vol. 16 No. 4 (Oktober-Desember
2012), hlm. 255.
21
Batasan masalah pada penelitian ini adalah kebijakan Rusia dalam
mengelola dan mempertahankan wilayah Arktik sebagai basis strategi sumber
daya dan pertahanan negara ditengah sengketa teritorial yang terjadi dengan
tekanan dari negara-negara NATO. Penentuan batasan masalah ini dilakukan agar
penelitian tidak melebar dari rumusan masalah yang telah ditetapkan sebelumnya.
Untuk batasan waktu, peneliti menetapkan waktu penelitian yakni 2008-2015,
atau lebih tepatnya saat doktrin mengenai kepentingan di Arktik yang dituangkan
dalam dokumen “Foundations of Russian Federation State Policy in the Arctic
through 2020 and Beyond” disetujui pada tahun 2008, hingga tahun 2015 dimana
terjadi pembaharuan doktrin militer terbaru Rusia yang lebih konsisten.
I.8.3
Unit dan Tingkat Analisis
Sebelum menentukan tingkat analisa dalam suatu penelitian terlebih
dahulu perlu dilakukan penetapan terhadap unit analisa dan unit ekplanasi. Unit
analisa adalah objek yang perilakunya hendak kita teliti. Unit ekplanasi adalah
objek yang mempengaruhi perilaku unit analisa yang akan digunakan.
61
Unit
analisa dalam penelitian ini adalah negara yaitu Rusia, sedangkan unit
eksplanasinya adalah respon NATO terkait isu sengketa wilayah di perairan
Arktik. Jadi tingkat analisa dalam peneitian ini adalah sistem internasional,
mengingat isu yang diteliti tersebut melibatkan beberapa negara-negara pada
lingkar Arktik yang turut mempengaruhi pola perilaku Rusia.
61
Mohtar Masoed, “Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi”, LP3ES, Jakarta,
1990, hlm. 35-39.
22
I.8.4
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder.
Dimana data yang diperoleh berasal dari tulisan-tulisan yang telah ada
sebelumnya yang terkait dengan isu yang dibahas oleh peneliti. Teknik ini
dilakukan dengan cara mengumpulkan, mempelajari, dan menyeleksi dokumen
baik yang berbentuk buku, jurnal, artikel, maupun tulisan lainnya yang berkaitan
dengan penelitian ini. Bahan tersebut didapatkan dari ruang pustaka, media masa,
juga hasil dari akses pada situs online yang telah diverifikasi sebelumnya.
I.8.5
Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data
Mengingat banyaknya sumber informasi yang diperoleh, maka dalam
penulisan ini dilakukan seleksi dan pemilihan atas sumber, dokumen dan
informasi yang dianggap paling relevan dengan tujuan penulisan dan kemudian
dokumen dan informasi di deskripsikan secara tekstual. Melalui prosedur
kualitatif, data dianalisis, menetapkan, menguraikan, dan mendokumentasikan
alur sebab/konteks dalam pengetahuan yang sedang dipelajari beserta rincian-
rinciannya untuk menilai ide atau makna yang terkandung di dalamnya.
62
Penelitian ini akan diawali dengan penjelasan mengenai sengketa yang
terjadi antar negara-negara Arktik, kemudian dilanjutkan pada dokumen-dokumen
kebijakan pertahanan Rusia terkait wilayah sengketa di perairan Arktik. Kebijakan
pertahanan Rusia melalui penempatan pangkalan militer tersebut merupakan
fokus penelitian yang akan dianalisis oleh penulis. Dalam menganalisa kebijakan
pertahanan Rusia tersebut serta untuk menjawab pertanyaan penelitian maka
62
Catherine Marshall and Gretchen B. Rossman, “Designing Qualitative Research 3e”. California:
Sage Publication Inc, 1999, hlm.117
23
penulis menggunakan kerangka analisis Leif-Eric Easley mengenai defense
ownership yang menilai bahwa kekuatan militer dibutuhkan Rusia sebagai bentuk
pertahanan negara dengan melihat berbagai faktor yang mempengaruhi
pengambilan kebijakan pertahanan Rusia tersebut.
24
I.9
Sistematika Penulisan
BAB I
Pendahuluan
Pada bab ini terdiri atas, latar belakang masalah, rumusan masalah,
pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, studi
pustaka, landasan teoritis dan kerangka konseptual, metodologi
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II
Kebijakan Rusia
Pada bab ini akan menjelaskan bagaimana klaim Rusia pada zona
Arktik beserta Kepentingan Rusia pada wilayah tersebut.
BAB III
Respon negara-negara Arktik melalui NATO
Pada bab ini berisikan mengenai permasalahan sengketa wilayah
yang dihadapi Rusia di Arktik, beserta respon dari negara-negara
Arktik lainnya yang menolak upaya klaim dari Rusia.
BAB IV
Analisis kebijakan pertahanan Rusia di Arktik
Pada bab ini menjelaskan bagaimana kebijakan pertahanan Rusia
dalam menghadapi isu sengketa di Arktik melalui pembangunan
pangkalan militer dengan menggunakan konsep defense ownership.
Peneliti akan melihat national capabilities, external threat, dan ally
reliability sebagai determinan yang mempengaruhi kebijakan yang
di ambil Rusia tersebut.
BAB V
Kesimpulan
25
Bab ini merupakan kesimpulan dan rangkuman atas uraian yang
telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya.
Dostları ilə paylaş: |