Uji aktivitas antimutagenik ekstrak metanol beberapa rimpang tumbuhan famili zingiberaceae berdasarkan jumlah sel eritrosit bermikronukleus (mnpce)



Yüklə 81,12 Kb.
tarix30.04.2018
ölçüsü81,12 Kb.
#40520


UJI AKTIVITAS ANTIMUTAGENIK EKSTRAK METANOL BEBERAPA RIMPANG TUMBUHAN FAMILI ZINGIBERACEAE BERDASARKAN JUMLAH SEL ERITROSIT BERMIKRONUKLEUS (MNPCE)
Sri Atun1; Retno Arianingrum1; Sri Untari2
1 Dosen Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta

2 Dosen Fakultas Kedokteran Hewan UGM

ABSTRAK
Penelitian ini sebagai upaya untuk mengembangkan potensi tumbuhan herbal dari famili Zingiberaceae yang belum banyak diteliti, seperti kunci pepet, temu ireng, temu giring, dan laos. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antimutagenik ekstrak metanol dari rimpang tumbuhan kunci pepet, temu ireng, temu giring, dan laos. Metode yang digunakan adalah melalui penelitian di laboratorium. Ekstraksi dari masing-masing rimpang kunci pepet, temu ireng, temu giring, dan laos dilakukan secara maserasi dengan pelarut metanol. Ekstrak yang diperoleh dikeringkan dan diuji aktivitas antimutagenik secara invivo menggunakan mencit jantan galur Balb-c yang berusia 6-7 minggu. Uji aktivitas antimutagenik dilakukan dengan menghitung jumlah sel eritrosit polikromatik bermikronukleus (MNPCE) dari mencit akibat induksi senyawa penyebab mutasi (siklofosfamid) dibandingkan terhadap mencit kontrol dan eksperimen. Dosis ekstrak masing-masing sampel yang digunakan 300 dan 600 mg/Kg bb. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol kunci pepet, temu giring, temu ireng, dan laos menunjukkan aktivitas antimutagenik. Prosentase aktivitas antimutagenik ekstrak metanol berturut-turut dari yang paling tinggi pada dosis 300 mg/kg bb adalah temu giring, temu ireng, kunci pepet, dan laos, dengan aktivitas adalah 95,6; 81,9; 80; dan 50 %.

Kata kunci : antimutagenik; Zingiberaceae; kunci pepet; temu giring; temu ireng; laos

Pendahuluan

Kanker adalah proses pertumbuhan sel yang tidak terkontrol yang diikuti oleh invasi sel ke jaringan disekitarnya serta penyebaran (metastasis) ke bagian tubuh lain. Sifat utama sel kanker adalah proliferasi terus menerus sehingga menyebabkan ketidakseimbangan antara sel hidup dengan sel mati (Parton et al, 2001). Menurut catatan WHO pada tahun 2000 hingga tahun 2010 kanker menempati urutan kedua sebagai penyebab kematian di dunia setelah penyakit jantung dan diperkirakan akan mengalami peningkatan hingga pada tahun 2030 akan menempati urutan pertama. Oleh karena itu, diperlukan pengobatan yang tepat untuk meningkatkan kualitas hidup penderita kanker.

Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kanker adalah akibat terjadinya mutasi gen pada DNA. Apabila sudah terjadi mutagen pada DNA, maka kanker tersebut menjadi sangat sulit untuk disembuhkan. Hubungan zat-zat mutagen atau karsinogen pada manusia dalam kehidupan sehari-hari dapat terjadi melalui berbagai hal, antara lain : makanan dan minuman, obat-obatan, kosmetika dan perantaraan lingkungan. Mengingat banyaknya pemaparan zat mutagen atau karsinogen yang mungkin terjadi, perlu adanya upaya untuk mencegah terjadinya pemaparan tersebut atau dengan menggunakan zat antimutagen atau antikarsinogen. Oleh karena itu perlu dikembangkan bahan dari obat tradisionil yang dapat bersifat antimutagen.

Beberapa tumbuhan yang telah diteliti yang bersifat antimutagenik antara lain Momordica carantia (Shumanth M & Nagarjuna C., 2010), asam askorbat (Farghaly, 2009), beberapa senyawa kurkumin dan turunannya (Adam, 2004), senyawa fenol seperti asam elagat (Smerakh, 2002), ekstrak kunyit, kayumanis, temulawak (Atmawidjaya, 2000). Oleh karena itu dalam penelitian ini akan diuji beberapa rimpang tumbuhan famili Zingiberaceae yang belum pernah dilaporkan atau diteliti aktivitas antimutageniknya, seperti kunci pepet (Kaemferia rotunda), temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb), temu giring (Curcuma heyneana Val), dan laos (Alpinia galanga Sw).

Hasil penelitian Sri Atun (2011) menunjukkan bahwa ekstrak metanol temu giring menunjukkan menunjukkan aktivitas sitotoksik terhadap beberapa sel kanker seperti Cervical carcinoma (Ca Ski), Breast carcinoma (MCF-7, Hela S3 dan sel payudara T47D, sedangkan ekstrak metanol temu ireng menunjukkan aktivitas sitotoksik terhadap sel Cervical carcinoma (Ca Ski) masing-masing dengan LC50 dibawah 100 µg/ml. Dari hasil penelitian tersebut juga berhasil diisolasi dua senyawa seskuiterpen dari fraksi kloroform temu ireng yaitu kurkumenon (1) dan senyawa baru yang diberi nama aeruginon (2) (Sri Atun, 2011). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan adanya beberapa senyawa yang memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker juga menunjukkan sifat antimutagenik (Adam,2004). Namun sebaliknya, ada juga senyawa yang dapat membunuh sel kanker tetapi pada dosis tinggi bersifat mutagenik atau menyebabkan terjadinya mutasi gel, sebagai contohnya adalah siklofosfamid. Oleh karena itu sangat menarik untuk menguji aktivitas antimutagenik pada beberapa ekstrak rimpang tumbuhan famili Zingiberaceae yang beberapa diantaranya bersifat sitotoksik.




1 2



Metode Penelitian

1. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat eksploratif diskriptif, untuk mengeksplorasi senyawa bioaktif anti mutagenik dari beberapa rimpang tumbuhan famili Zingiberaceae, seperti kunci pepet, temu ireng, temu giring, dan laos.



2. Subyek dan Obyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah rimpang tumbuhan kunci pepet, temu ireng, temu giring, dan laos yang dibeli dari pasar Beringharjo dan diidentifikasi di Fakultas Biologi UGM. Obyek penelitian ini adalah aktivitas antimtageniknya.



3. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain :



Alat :

  • evaporator Buchi Rotavapor R-114

  • kandang tikus

  • peralatan gelas

  • seperangkat alat gelas, seperangkat alat bedah, neraca analitik, satu set alat, pembacaan preparat terdiri dari mikroskup, kamera, dan counter, deskglasser, ependorf, gelas objek

  • penguapan pelarut dilakukan pada tekanan rendah menggunakan alat evaporasi Buchi Rotavapor R-114

  • sentrifuge

  • water bath

  • Shaker bath

Bahan :

  • Na-CMC, siklofosfamid monohidrat ( control positif), metanol, xilol, pewarna giemsa, NaCl fisiologis, akuades

  • pelarut yang digunakan untuk ekstraksi ( etanol, metanol)

  • pelarut yang digunakan antara lain metanol, aseton, n-heksan, etil asetat, metilen klorida, kloroform dengan kualitas teknis dan p.a.

  • pakan tikus sesuai standar


Subyek uji

  • mencit jantan galur Balb-c yang berusia 6 – 7 minggu dengan berat badan 22,5-27, 5 g. Selama perlakuan mencit diberi makan berupa pelet 789 dan minuman dari air ledeng yang masing-masing diberikan secara ad-libitum


4. Prosedur Kerja

1. Pembuatan ekstrak metanol sampel tumbuhan

Sampel tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang kunci pepet, temu ireng, temu giring, dan laos. Masing-masing jenis sampel dikumpulkan, dicuci bersih, dikeringkan, dan dibuat serbuk. Selanjutnya dilakukan maserasi dari masing-masing serbuk rimpang dengan pelarut metanol selama 24 jam dan diulangi sebanyak 2 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan, dikeringkan dengan evaporator vakum.

2. Uji aktivitas antimutagenik

Masing-masing ekstrak metanol dari rimpang kunci pepet, temu ireng, temu giring, dan laos selanjutnya diuji aktivitas antimutageniknya secara invivo menggunakan mencit jantan galur Balb-c. Mencit jantan galur Balb-c yang berusia 6-7 minggu dengan berat badan 6-7 minggu dengan berat badan 22,5-27,5 g sebanyak 80 ekor. Hewan uji kemudian dibagi menjadi 14 kelompok perlakuan yang masing-masing terdiri dari 5 ekor mencit. Setiap kelompok mencit ditempatkan dalam kandang plastik yang berbeda dengan alas sekam, dengan suhu ruangan 23-25oC, kelembaban 70 -80% dan cahaya diatur dengan regulator 12 jam terang dan 12 jam gelap. Sebelum perlakuan mencit dipuasakan selama 18 jam, dan saat perlakuan semua mencit diberi makan berupa pelet-789 dan minuman dari air ledeng masing-masing secara ad-libitum. Perlakuan terhadap hewan uji terdapat pada tabel 1.

Pada hari kedua, tepatnya 6 jam setelah pemberian siklofosfamid yang kedua, semua mencit dibunuh dengan cara dislokasi leher, kemudian dibedah untuk diambil kedua tulang pahanya. Sumsum tulang diambil dengan menggunakan spet yang berisi 1 ml NaCl fisiologis kemudian disentrifugasi pada kecepatan 1000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang dihasilkan dibuang dengan menggunakan pipet tetes, sedangkan endapannya digunakan sebagai sediaan sel. Sediaan sel kemudian dibuat preparat apus pada gelas objek, dengan cara meneteskan sediaan sel pada gelas objek kemudian diratakan dengan desckglasser pada derajat kemiringan 45o. Selanjutnya preparat apus dikeringkan pada suhu kamar dan difiksasi dengan metanol absolut selama 10 menit. Setelah kering kemudian dicelupkan dalam larutan pewarna Giemsa 20% selama 30 menit.

Preparat apus setelah terwarnai, kemudian diamati jumlah sel eritrosit polikromatik bermikronukleus (MNPCE) di bawah mikroskup dengan perbesaran 1000 kali untuk setiap 1000 sel eritrosit polikromatik (PCE). Apabila hasil yang diperoleh dari pengamatan mikroskopik preparat apus kurang jelas, maka preparat difiksasi kembali menggunakan etanol 30, 50, 70 dan 80% serta etanol absolut secara bertingkat masing-masing selama 10 menit. Pada setiap akhir proses fiksasi menggunakan etanol preparat dicuci dengan air mengalir. Sebagai langkah terakhir preparat difiksasi dengan menggunakan xylol selama 10 menit. Kemudian preparat dicuci dengan air mengalir dan dikeringka kembali pada suhu kamar. Preparat kemudian diamati kembali di bawah mikroskup dengan perbesaran 1000 kali untuk setiap 1000 sel eritrosit polikromatik (PCE).

Tabel 1. Perlakuan Hewan Uji



Kelompok

Perlakuan setelah 18 Jam puasa




Jam ke -1

30 menit kemudian

24 jam kemudian

30 menit kemudian

6 jam kemudian

I. kontrol

Lar. Na-CMC 1 %

-

Lar. Na-CMC 1 %

-

Dislokasi leher dan pembedahan untuk diambil sumsum tulang paha

II. kontrol positif

Larutan Siklofosfamid dosis 50 mg/kg BB dalam akuades steril

-

Larutan Siklofosfamid dosis 50 mg/kg BB dalam akuades steril

-

III. Perlakuan (4 kelompok)

Ekstrak metanol dari masing-masing rimpang dosis 600 mg/kg BB dalam Na-CMC 1%

-

Ekstrak metanol dari masing-masing rimpang dosis 600 mg/kg BB dalam Na-CMC 1%

-

IV. Perlakuan (4 kelompok)

Ekstrak metanol dari masing-masing rimpang 300 mg/kg BB dalam Na-CMC 1%

Larutan siklofosfamid dosis 50 mg/ kg BB dalam akuades steril

Ekstrak metanol dari masing-masing rimpang 300 mg/kg BB dalam Na-CMC 1%

Larutan siklofosfamid dosis 50 mg/ kg BB dalam akuades steril

V. Perlakuan (4 kelompok)

Ekstrak metanol dari masing-masing rimpang dosis 600 mg/kg BB dalam Na-CMC 1%

Larutan siklofosfamid dosis 50 mg/ kg BB dalam akuades steril

Ekstrak metanol dari masing-masing rimpang dosis 600 mg/kg BB dalam Na-CMC 1%

Larutan siklofosfamid dosis 50 mg/ kg BB dalam akuades steril


Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Hasil penelitian

a. Ekstraksi dan fraksinasi sampel tumbuhan

Bahan tumbuhan yang berupa serbuk kering rimpang kunci pepet, temu giring, temu ireng, dan laos, masing-masing sebanyak 3 Kg, dimasukkan ke dalam jerigen plastik ukuran 20 L, dan ditambahkan pelarut metanol sebanyak 10 L, selanjutnya direndam selama 24 jam. Ekstrak dari masing-masing sampel selanjutnya disaring dan dikumpulkan filtratnya. Residu selanjutnya di maserasi kembali menggunakan metanol, dan diulang seperti prosedur sebelumnya sebanyak 2 kali. Filtrat yang diperoleh dari masing-masing sampel tumbuhan selanjutnya dipekatkan menggunakan evaporator vakum. Ekstrak kental dari masing-masing tumbuhan selanjutnya di partisi berturut-turut menggunakan pelarut n-heksan, kloroform, dan etil asetat. Ekstrak hasil partisi selanjutnya dipekatkan dengan evaporator vakum, sehingga diperoleh ekstrak kental. Hasil ekstraksi dan partisi dari masing-masing rimpang tumbuhan di sajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Hasil ekstraksi dan partisi dari sampel rimpang kunci pepet, temu giring, temu ireng,

dan laos


No

Sampel tumbuhan (berat Kg)

Berat ekstrak kental (g)







Metanol

n-heksan

Kloroform

Etil asetat

1

Kunci pepet (3 kg)

230

43,2

135,8

31,9

2

Temu ireng (3 kg)

430

120

85

-

3

Temu giring (3 kg)

150

45

35

86

4

Laos (3 kg)

567

48,8

157,6

127,3

b. Hasil uji aktivitas antimutagenik ekstrak metanol beberapa rimpang tumbuhan famili

Zingiberaceae

Uji mutagenik ekstrak metanol dari rimpang kunci pepet, temu giring, temu ireng, dan laos dilakukan dengan perhitungan terbentuknya sel eritrosit polikromatik bermikronukleus (MNPCE) dari sumsum tulang paha mencit jantan galur Balb-c yang berusia 6 – 7 minggu. Sebagai kontrol positif digunakan siklofosfamid yang merupakan obat kanker yang pada dosis tinggi menyebabkan mutagenik. Dalam penelitian ini juga diamati pengaruh pemberian siklofosfamid diikuti pemberian ekstrak. Hasil analisis data uji mutagenik terdapat pada tabel 3, sedangkan bentuk sel polikromatik seperti terdapat pada gambar 2.

Prosentase aktivitas dari masing-masing ekstrak dihitung menggunakan rumus :

% aktivitas = (reratakontrol positif – (rerata kontrol negatif + rerataperlakuan + reratablanko sampel)) x 100%

reratakontrol positif – (rerata kontrol negatif+ reratablanko sampel)






A

B





C


D



Gambar 2 . Sel eritrosit sumsum tulang pada (A); kontrol negatif (B); kontrol positif (C)

blanko sampel temu ireng 600 mg/kg bb; (D) perlakuan temu ireng 300 mg/kg bb dan siklofosfamid 50 mg/kg bb



Tabel 3. Hasil uji mutagenik masing-masing ekstrak metanol


No

Perlakuan

Jumlah MNPCE

Mean ± SD

% aktivitas

1

Kontrol Negatif (Na-CMC 1% )

0; 0; 0;0;0

0 ± 0

-

2

Kontrol Positif (Siklofosfamid dosis 50 mg/kg bb

7; 6; 9; 1

5,75 ± 3,4

-

3

Ekstrak metanol kunci pepet dosis 600 mg/kg bb (blanko sampel kunci pepet)

0; 0; 0; 3

0,75 ± 1,5

-

4

Siklofosfamid 50 mg/kg bb dan ekstrak metanol kunci pepet dosis 300 mg/kg bb

1; 0 ;0; 3

1,0 ± 1,4

80,0

5

Siklofosfamid 50 mg/kg bb dan ekstrak metanol kunci pepet dosis 600 mg/kg bb

0; 2; 4; 3

2,25 ± 1,7

55,0

6

Ekstrak metanol temu giring dosis 600 mg/kg bb (blanko sampel temu giring)

0; 0; 0;0;0

0 ± 0

-

7

Siklofosfamid 50 mg/kg bb dan ekstrak metanol temu giring dosis 300 mg/kg bb

0; 0; 0;1

0,25 ± 0,5

95,6

8

Siklofosfamid 50 mg/kg bb dan ekstrak metanol temu giring dosis 600 mg/kg bb

0; 0; 0; 1

0,25 ± 0,5

95,6

9

Ekstrak metanol temu ireng dosis 600 mg/kg bb (blanko sampel temu ireng)

0; 0; 0;0;1

0,2 ± 0,4

-

10

Siklofosfamid 50 mg/kg bb dan ekstrak metanol temu ireng dosis 300 mg/kg bb

0; 0; 2;2

1,0 ± 1,15

81,9

11

Siklofosfamid 50 mg/kg bb dan ekstrak metanol temu ireng dosis 600 mg/kg bb

0; 0; 3; 3

1,5 ± 1,7

72,9

12

Ekstrak metanol laos dosis 600 mg/kg bb (blanko sampel laos)

0; 0; 0;3

0 ,75 ± 1,5

-

13

Siklofosfamid 50 mg/kg bb dan ekstrak metanol laos dosis 300 mg/kg bb

0; 2; 3; 5

2,5 ± 2,1

50

14

Siklofosfamid 50 mg/kg bb dan ekstrak metanol laos dosis 600 mg/kg bb

1; 3; 4; 5

3,25 ± 1,7

35


2. Pembahasan

Hasil analisis uji mutagenik menunjukkan bahwa masing-masing ekstrak metanol rimpang kunci pepet, temu giring, temu ireng, dan laos pada dosis 600 mg/kg bb tidak menimbulkan adanya sel eritrosit polikromatik bermikronukleus (MNPCE), artinya ekstrak tersebut tidak bersifat mutagenik pada dosis 600 mg/ kg BB. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui juga adanya sifat antimutagenik dari ekstraks metanol rimpang kunci pepet, temu giring, temu ireng, dan laos, oleh karena dapat menurunkan jumlah sel MNPCE pada kelompok mencit yang diberi siklofosfamid diikuti pemberian ekstrak dosis 300 dan 600 mg/ kg BB. Prosentase aktivitas antimutagenik berturut-turut dari yang paling tinggi adalah temu giring, temu ireng, kunci pepet, dan laos, dengan aktivitas pada dosis 300 mg/kg bb adalah 95,6; 81,9; 80; dan 50 %.


Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak metanol kunci pepet, temu giring, temu ireng, dan laos menunjukkan aktivitas antimutagenik. Prosentase aktivitas antimutagenik ekstrak metanol berturut-turut dari yang paling tinggi pada dosis 300 mg/kg bb adalah temu giring, temu ireng, kunci pepet, dan laos, dengan aktivitas adalah 95,6; 81,9; 80; dan 50 %.



Daftar Pustaka

Adams BK, Ferstl EM, Davis MC, Herold M, Kurtkaya S, Camalier RF, Hollingshead MG, Kaur G, Sausville EA, Rickles FR, (2004). Synthesis and biological evaluation of novel curcumin analogs as anti-cancer and anti-angiogenesis agents. Bioorg Med Chem. 12 (14):3871–3883.

Atmawidjaja S, Sukmadjaja, Asyarie, Elin Herlina, (2000), Uji daya antimutagenik beberapa ekstrak bahan alam secara mikrobiologi, Kongres Ilmiah Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia XI1 Tahun 2000

Farghaly A. A. and Mona A.M. Abo-Zeid, (2009), Evaluation of the Antimutagenic Effect of Vitamin C against DNA Damage and Cytotoxicity Induced By Trimethyltin in Mice, Nature and Science; 7(12).

Morikawa T, Matsuda H, Ninomiya K, Yoshikawa M, (2002), Medicinal Foodstuff XXIX. Potent protective effect of sesquiterpenes and curcumin form Zedoria rhizome on liver injury induced by D-galatosamin/lipopolysaccharide or tumor necrosis factor-α. Biol. Pharm. Bull. 25 (5) 627-631.

Parton, Martina., Dowsett, Mitchel., and Smith, I., (2001), Studies of Apoptosis in Breast Cancer, BMJ, 322: 1528-1532

Smerak K, Sestakova H, Polivkova Z, Barta I., Turek B, (2002), Antimutagenic Effect of Ellagic Acid and its Effect on the Immune Response in Mice, Czech J. Food Sci. Vol. 20, No. 5: 181–191

Sumanth M and Chowdary G.N, (2010), Antimutagenic activity of aqueous extract of momordica charantia, Int.J. for Biotech. and Mol. Biol. Res. Vol. 1(4), pp.42-46



Sri Atun, Retno Arianingrum, Nurfina Aznam, Sri Nurestri, (2011), Phytochemical study on some Curcuma species from Indonesia, Laporan Penelitian kerjasama internasional, akan dipresentasi seminar Internasional ISNPC 27, 10-15 Juli 2011, Brisbane, Australia.

    Wu, Y., Chen, Y., Xu,J., and Lu L. (2002). Anticancer activities of curcumin on human Burkitt’s lymphoma, Zhonghua Zhong Liu Za Zhi, 24(4), 348-352.

Yüklə 81,12 Kb.

Dostları ilə paylaş:




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©genderi.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

    Ana səhifə