Ii tinjauan pustaka



Yüklə 68,21 Kb.
tarix27.12.2017
ölçüsü68,21 Kb.
#18176

II TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka yang digunakan diambil secara selektif sehingga didapat beberapa pustaka yang berkaitan dengan penelitian yang meliputi tanaman teh, pengolahan teh, teh putih, antioksidan pada teh, DPPH yang termasuk didalamnya radikal bebas, serta analisis regresi korelasi.



2.1. Tanaman Teh (Cammelia sinensis)

Tanaman teh yang secara umum dibudidayakan di Indonesia Menurut Otto Kuntze diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan biji)

Sub divisi : Angiospermae (tumbuhan biji terbuka)

Kelas : Dicotyledoneae (tumbuhan biji belah)

Sub Kelas : Dialypetalae

Ordo (bangsa) : Guttiferales (Clusiales)

Familia (suku) : Camelliaceae (Theaceae)

Genus (marga) : Camellia

Spesies (jenis) : Camellia sinensis

Teh merupakan tanaman yang secara komersial tumbuh di daerah tropis dan sub tropis. Teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1686 sebagai tanaman hias. Tahun 1728 pemerintah Belanda mulai mendatangkan biji-biji teh dari Negara Cina untuk dibudidayakan di Pulau Jawa, tetapi usaha perkebunan teh pertama baru berhasil pada tahun 1828 (Artanti dan Hanif, 2002).


Perkebuanan teh Indonesia mencapai 157.000 Ha terdiri atas 54% perkebunan rakyat, 24% Perkebunan besar Negara, dan 22% perkebunan besar Swasta (Yulianto, Dkk., 2007). Hampir 100% tanaman teh di Indonesia adalah Camellia sinensis varietas assamica. Varietas ini mempunyai kandungan polifenol yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas sinensis yang dibudidayakan di Jepang, China dan Taiwan sehingga potensinya sebagai antioksidan lebih baik (Rohdiana dan Tantan, 2004).

Disemua Negara, teh berasal dari tanaman yang hampir yaitu Cammelia sinensis. Perbedaan di antara jenis teh tersebut dikarenakan perbedaan cara produksi, iklim lokal, tanah, dan kondisi pengolahan. Ada kira-kira 1500 tanaman teh yang berbeda dan kira-kira 2000 campuran yang mungkin. Tanaman ini dapat tumbuh dengan subur di daerah dengan ketinggian 200 – 2000 m di atas permukaan laut, dimana semakin tinggi letak daerahnya, semakin menghasilkan mutu teh yang baik, misalnya teh Darjeeling dari India, terletak di atas ketinggian 1500 m (Spillane, 1992).



2.2. Pengolahan Teh

Dari daun teh (Camellia sinensis) segar bisa diolah menjadi beberapa jenis teh. Proses pengolahan teh dari daun teh secara umum di dunia diklasifikasikan menjadi teh non fermentasi (teh hijau), semi fermentasi (teh oolong), dan fermentasi (teh hitam) (Karori et. al., 2007). Teh hijau dibuat dengan cara menginaktifkan enzim oksidase atau fenolase yang ada dalam pucuk daun teh segar dengan cara pemanasan atau penguapan menggunakan uap panas, sehingga oksidasi enzimatik terhadap katekin dapat dicegah. Teh hitam dibuat dengan cara memanfaatkan terjadinya proses enzimatis terhadap kandungan katekin teh. Sementara itu, teh oolong dihasilkan melalui proses pemanasan yang dilakukan segera setelah proses rolling atau penggulungan daun, dengan tujuan untuk menghentikan proses fermentasi, yang memiliki karakteristik khusus dibandingkan teh hitam dan teh hijau (Hartoyo, 2003). Proses pengolahan teh talah mengalami beberapa diversivikasi menjadi produk khusus seperti teh putih, teh organik, teh decaffeineated, teh herbal, dan beberapa jenis campuran lain (Karori et. al., 2007).

Proses pengolahan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kandungan polipenol pada teh. Pada proses pengolahan terjadi oksidasi polipenol menjadi senyawa turunannya, sehingga semakin sedikit proses pengolahan kandungan polipenol pada teh semakin tinggi (Karori et. al., 2007). Perbedaan jenis proses pengolahan beberapa teh ditunjukan oleh Gambar 1.



Gambar 1. Diagram proses pengolahan konvensional beberapa teh (Karori et al, 2007)

 Pengolahan teh merupakan suatu tindakan untuk memberi kondisi yang optimal pada daun teh agar terjadi proses reaksi kimia dalam sel-sel teh. Katekin, polifenol oksidase, dan kaffein merupakan senyawa-senyawa yang penting dalam pucuk teh yang akan diolah. Selama proses fermentasi polifenol mengalami oksidasi dengan bantuan enzim polifenol oksidase, dan diikuti reaksi-rekasi non-enzimatis menghasilkan senyawa-senyawa yang sangat berpengaruh terhadap warna dan citarasa seduhan teh (Nazarudin, 1993). Kandungan dari daun teh segar di tunjukan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Petikan Daun Teh Segar


Compounds %

Dry weight

Total Polyphenols

25 – 30

Flavanols

(-) Epigallocatechin gallate

8 – 12


(-) Epicatechin gallate

3 – 6

(-) Epigallo catechin

3 – 6

(-) Epicatechin

1 – 3

(+) Catechin

1 – 2

(+) Gallocatechin

3 – 4

Flavonols and flavonol glycosides

3 – 4

Leuco anthocyanins

2 – 3

Polyphenolic acids and depsides

3 – 4

Caffeine

3 – 4

Theobromine

0.2

Theophylline

0.5

Amino acids

4 – 5

Organic acids

0.5 – 0.6

Monosaccharides

4 – 5

Polysaccharides

14 – 22

Cellulose and Hemicellulose

4 – 7

Pectins

5 – 6

Lignin

5 – 6

Protein

14 – 17

Lipids

3 – 5

Chlorophylls and other pigments

0.5 - 0.6

Ash (minerals)

5 – 6

Sumber ; http://www.fmltea.com/Teainfo/tea-chemistry%20.htm

Komposisi kimia dari daun teh sangat bervariasi. Variasi tersebut sangat dipengaruhi oleh spesies, musim, iklim, umur daun, pemetikan, cara penanaman (Lin et. al., 1998), umur tanaman, ketinggian kebubun, dan klon (Rohdiana dan Tantan, 2004). Selain itu, proses pengolahan pada daun teh juga akan mempengaruhi terhadap senyawa kimia pada teh yang dihasilkan. Pada tabel 2 dijelaskan menganai perbandingan antara senyawa kimia pada teh putih dan teh hijau.



Tabel 2. Perbandingan Beberapa Senyawa Pada Teh Putih Dan Teh Hijau (g/100 g)

Parameter

Teh putih

Teh hijau

Total Polyphenols

21.54

19.18

Total Catechins

13.22

12.95

Caffeine

4.85

2.90

Epigallocatechin gallate

8.00

6.75

Epigallocatechin

1.11

2.84

Flavonol glycosides

0.61(1.25)

1.1(2.27)

Sumber : Hilal dan Engelhardt, (2007).

Selain secara qualitative, senyawa kimia pada teh juga bisa diukur secara kuantitatif menggunakan organoleptik, namun terlebih dahulu untuk mengukur senyawa ini teh harus diseduh. Penyeduhan teh akan menghasilkan kesan organoleptik yang berbeda dari tiap senyawa, seperti pada Tabel 3.



Tabel 3. Parameter Organoleptik Senyawa Kimia Pada Teh

Penyusun

Parameter

Colour

Theaflavins

Kuning kecoklatan

Thearubigins

Merah kecoklatan

Flavonol glycosides

Kuning tipis

Pheophorbide

Kecoklat-coklatan

Pheophytin

Kehitam-hitaman

Carotene

Yellow

Taste

Polyphenol

Astringent

Amino acids

Brothy

Caffeine

Pahit

Theaflavins

Astringent

Thearubigin

Ashy and slight astringent

Flavour

Linalool, Linalool oxide

Manis

Geraniol, Phenylacetaldehyde

Wangi bunga

Nerolidol, Benzaldehyde, Methyl salicylate, Phenyl ethanol

Wangi buah

Trans-2-Hexenal, n-Hexanal, Cis-3-Hexenol, Grassy, b-Ionone

Kesan segar

Sumber ; http://www.fmltea.com/Teainfo/tea-chemistry%20.htm

Pada Tabel 3. dijelaskan mengenai parameter organoleptik dari senyawa kimia pada seduhan teh. Kuat lemahnya dari senyawa kesan yang diterima tergantung dari tinggi rendahnya senyawa yang terekstrak pada saat diseduh. Sementara itu, banyak sedikitnya dari senyawa yang terekstrak pada seduhan tergantung dari lama dan waktu penyeduhan (Lee dan Chambers, 2009).



2.3. Teh Putih (White Tea)

Tidak ada definisi yang disepakati secara umum dari teh putih dan sangat sedikit menganai persetujuan internasionalnya. Diantaranya definisi yang diberikan didasarkan atas :



  1. Lokasi di Cina : teh putih didefinisikan sebagai sub-spesies yang diolah dari Camellia sinensis var. khenghe bai hao dan Camelia sinensi var. funghu bai hao yang hanya ditemukan di provinsi Fujian dan dengan proses yang sangat sedikit mengikuti tradisi disana. Teh putih merupakan tanaman musiman (musim semi) dengan kesan khusus dan bermanfaat bagi kesehatan.

  2. Negara produsen lain mendefinisikan teh putih sebagai peko yakni hanya potongan pucuk yang dipetik dan dikeringkan dengan proses yang sedikit. Bulu halus berwarna putih yang menyelimuti pucuk (peko) yang mengakibatkan disebut teh putih. Keterangan tersebut menjadi sebuah catatan, jika definisi tersebut digunakan secara umum, maka varietas teh putih Cina seperti Pai Mu Tan (White Peony) tidak termasuk (Hilal dan Engelhardt, 2007).

Teh putih dianggap mempunyai menfaat langsung bagi kesehatan, seperti (1) memiliki kandungan kafein lebih tinggi daripada teh hijau, (2) memiliki lebih tinggi kandangan antioksidan khususnya golongan katein daripada teh hijau, dan (3) memiliki kemampuan kemampuan sebagai zat aktif anti-mutagenetik yang tinggi dibandingkan dengan teh hijau. Dari kompsisi data yang didapat menjadi catatan bahwa dua anggapan pertama tidak terbukti. Tentunya hal tersebut merupakan strategi pasar yang bagus dan cara untuk menarik perhatian publik terhadap teh putih (Hilal dan Engelhardt, 2007).

Teh putih merupakan teh yang sedikit mengalami pemrosesan (Partial steaming dan pengeringan menggunakan sinar matahari). Teh putih diproduksi dari kuncup teh, menunjukan tingginganya kandungan dari EGCG dan ECG yang secara langsung banyak terkandung dalam daun muda segar. Keterangan tersebut diperkuat oleh Saijo et.al., (2004) tentang unsur kimia pada daun teh muda yang segar dan terjadinya perubahan terjadi ketika pembentukan daun. Penurunan pada ester asam galat dari katekin seperti EGCG dan ECG terjadi ketika pembentukan daun yang berati bahwa adanya sebuah biosintesis bagian asam galat yang lambat pada beberapa katekin galat dibandingkan dengan pembentukan berat kering. Ketika biosintesis katekin lebih lambat daripada pembentukan berat kering dari daun muda menjadi agak daun agak muda, nyata bahwa tidak ada kenaikan dalam daun agak muda dan daun tua sehingga katekin berpindah ke daun muda lain atau dirombak menjadi produk lain (Karoti et. al, 2007)



2.4. Antioksidan Pada Teh

Antioksidan adalah senyawa yang mampu menghambat oksidasi. Antioksidan merupakan senyawa pelindung sel melawan efek merusak dari Reactive Oxygen Species (ROS). Ketidakseimbangan antara antioksidan dengan ROS menimbulkan oxidative stress dan memicu kerusakan selular. Oxidative stress berhubungan dengan kanker, penuaan, atherosklerosis, inflamasi (Buhler dan Miranda,2000). Gambar 2. Menunjukan beberapa dampak klinis yang di timbukan oleh ROS berlebih.

Antioksidan mampu memberikan perlindungan bila diaplikasikan baik secara sistemik maupun topikal (Pinnell, 2003). Salah satu sumber antioksidan adalah daun teh. Daun teh mengandung senyawa polifenol, khususnya golongan katekin (Irianti dkk, 2000).



Gambar 2. Beberapa dampak klinis yang ditimbulkan ROS berlebih (Lee et al, 2004)

Senyawa fenolik atau polifenol merupakan sekelompok metabolit sekunder dengan cincin aromatik, terikat satu atau lebih substituent gugus hidroksi (OH) (Proestos et al., 2006). Senyawa fenolik dianggap sebagai komponen antioksidatif terpenting pada tanaman, memberikan korelasi yang bagus antara konsentrasi fenolik dan aktivitasantioksidan (Zin et al., ,2004) .

Polifenol teh termasuk didalamnya flavanol, flavandiol, flavonoid, dan asam fenolat, menyususn bagian dari kandungan teh sebanyak 30% dari berat kering (Hilal dan Engelhardt, 2007). Kandungan polifenol utama pada daun teh segar adalah flavanol (flavan-3-ols) atau yang sering disebut katekin yang termasuk didalamnya: -epicatecin (EC), -epigallocatecin (EGC), -epicatecin 3-gallat (ECG), epigallocatecingallate (EGCG), -gallocatecin (GC), -catecin (C) dan –gallocatecin gallat (GCG) (Karori et. al., 2007).

Polifenol merupakan antioksidan kuat dalam menangkal radikal bebas (Rice-evan et. al, 1995). Polifenol sangat kuat menangkal superoxide, hydrogen peroksida, hydroxy radical, dan nitrit oksida (NO) yang dibentuk oleh berbagai jenis bahan kimia (Lin dan Liang, 2000). Shahidi dan Alexander (1998) menyebutkan bahwa katekin teh hijau mampu mencegah oksidasi lemak pada daging lebih kuat daripada α-tocoperol dan gallat dari katekin.

Kemampuan menangkal radikal bebas 1,1-piphnyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) oleh polifenol pada teh adalah sebagai berikut EGCG>ECG>EGC>EC=TF-2>TF-1> TF (Chen dan Ho, 1994). Teaflavin (TF) menunjukan kemampuan yang lebih rendah dalam menghelat oksidasi lemak dibandingkan katekin. Epimersisa katekin oleh panas menunjukan kemampuan yang sama atau lebih tinggi aktif antioksidan daripada katekin teh (Rice-evan et al,1997). Pada teh hijau yang diseduh dengan air murni mengalami epimerisasi pada suhu 820C. Mekanisme dari polifenol sebagai antioksidan melalui empat tahapan, yaitu:


  1. Melucuti radikal bebas.

  2. Sebagai donatur molekul hidrogen untuk mencegah pembentukan radikal bebas.

  3. Menonaktifkan oksigen tunggal yang nantinya dapat bertindak sebagai radikal bebas didalam tubuh.

  4. Menangkap ion logam, yaitu dengan cara berkaitan dengan ion logam yang dapat menghambat pembentukan radikal bebas. Beberapa ion logam, termasuk besi (Fe2+) dan tembaga (Cu2+), mendukung pembentukan radikal bebas. (Rohdiana, 2009)

Posisi aktif dari polifenol teh sebagai aktif antioksidan ditunjukan pada Gambar 3, dan penangkapan radikal bebas oleh bagain senyawa polifenol seperti pada Gambar 4.



Gambar 3. Posisi Aktif dari Polifenol teh sebagai anti oksidan aktif (Zhu et. al, 2004)



Gambar 4. Penangkapan Radikal Bebas oleh EGCG (Pietta et al., 1996)

Polifenol pada teh merupakan penyumbang terbesar terhadap kandungan total antioksidan pada teh, dimana polifenol mempunyai 73% bagian, dengan EGCG sebagai antioksidan yang paling aktif. Aktivitas dari EGCG menyumbang 32% dari potensi antioksidan teh (Rohdiana, 2009). Sementara itu pada teh putih atau teh tanpa fermentasi didominasi oleh EGCG sehingga sangat efektif menangkal radikal bebeas (Hilal dan Engelhardt, 2007).



2.5. DPPH (1,1-Diphnyl, 2-Picrylhidrazl)

DPPH atau 1,1-Diphnyl,2-Picrylhidrazl merupakan radikal bebas. Radikal bebas adalah sekelompok bahan kimia baik berupa atom maupun molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya. Radikal bebas merupakan suatu kelompok bahan kimia dengan reaksi jangka pendek yang memiliki satu atau lebih elektron bebas (Droge, 2002). Karena adanya elektron berpasangan ini, maka secara kimiawi radikal bebas menjadi sangat reaktif, dan akan mengambil elektron dari molekul lain sehingga molekul tersebut akan menjadi radikal bebas, demikian seterusnya hingga terjadi reaksi yang berantai.

Radikal bebas bisa berasal dari dalam tubuh (endogen) atau luar tubuh (eksogen). Sumber endogen radikal bebas adalah turunan dari oksigen reaktif, misalnya radikal anion superoksida (O2), radikal Hidroksil (OH) yang merupakan radikal paling reaktif, dan radikal peroksil (ROO•). Okigen reaktif tersebut berasal dari hasil samping proses oksidasi (autooksidasi, oksidasi enzimatik, oksidasi ion logam-logam transisi), pembakaran sel, dan metabolisme Sementara itu, radikal bebas eksogen bisa berasal dari polusi, radiasi, dan obat-obatan. Oksidasi dalam polusi misalnya dari asap rokok yang bertanggung jawab atas terjadinya kerusakan saluran pernapasan (Droge, 2002).

Radikal bebas berkontribusi terhadap kelainan pada manusia termasuk kangker, arteheroscerolisis¸ arthis, ischemia, Central Nervous System (CNS) injury, gastristis, dementia, kelainan ginja dan Acquerid Immune Deficiency System (AIDS) (Sajilata et. al., 2008). Radikal bebas juga secara disengaja diproduksi oleh tubuh sebagai respon kekebalan tubuh. Serbuan bakteri dan mikroorganisme infeksius lainnya akan dihambat oleh sel darah putih khusus menggunakan radikal bebas yang berasal dari oksigen reaktif. Akan tetapi jika radikal bebas terlalu berlabih dan tidak sesuai dengan sistem keseimbangan dalam tubuh, maka radikal bebas akan mendorong runtuhnya akreditas kesehatan tubuh (Rohdiana, 2009).

Radikal bebas yang umumnya digunakan dalam model penelitian adalah DPPH. Menurut Widono dan Sudirman (2001), DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang stabil, sehingga apabila digunakan sebagai pereaksi, cukup dilarutkan dan tidak perlu dibuat recenter (peratus), dengan cara mereaksikan pereaksi-pereaksi sebagaimana yang dilakukan pada radikal bebas nitrit oksida. Adapun reaksi radikal bebas DPPH dengan antioksidan sebagai penangkap radikal bebas di tunjukan pada Gambar 5.



Gambar 5. Reaksi Radikal bebas DPPH dengan Antioksidan

Analisis penangkapan radikal bebas DPPH terhadap beberapa jenis teh menunjukan ekstrak teh hijau dan teh putih memiliki kemampuan yang tinggi dalam menangkap radikal bebas, namun lebih rendah dari teh kuning, tetapi lebih tinggi daripada teh fermentasi (teh hitam). Penangkapan radikal bebas berkorelasi dengan derajat ferementasi dari dauh teh. Kemampuan penangkapan radikal bebas yang tinggi ditemukan pada ekstrak teh fermentasi yang sangat cepat dan tanpa fermentasi, sedangkan yang paling rendah ditemukan pada teh fermentasi. Keterangan tersebut menunjukan bahwa kemampuan penangkapan radikal bebas dari ekstrak teh tergatung pada kandungan katekin, sedangakan pengkapan radikal bebas yang rendah disebabkan tingginya kandungan dari tannin, tingginya senyawa tearubigin dan teaflavin (Gramza, 2008).



    1. Analisis Regresi

Analisis regresi merupakan suatu metode yang digunakan untuk menganalisis hubungan antar perubah. Hubungan tersebut diekspresikan dalam bentuk persamaan yang mengubah peubah terikat (Depedent Variabel) Y dengan satu ata lebih peubah bebas (Independent Variable) X1,X2, …Xn. Terdapat dua jenis regresi yaitu regresi linear dan regresi tidak linear. Pada konsep regersi linear, apabila hanya satu peubah bebas, maka model yang diperoleh dinamakan model regersi linear sederhana. Sedangkan apabila digunakan lebih dari satu peubah bebas, model yang diperoleh dinamakan regresi linear ganda.

Pada regresi leniar sederhana hubungan hubungan antara varibel x dan y dinyatakan dalam persamaan berikut :

Yi = β0 + β1Xi + µi ; i=1,2….N

Y = Variabel Terikat; X = Varibel Bebas ; µ = Gangguan Sitokastik; β0 dan β1 = Parameter Regresi; i = Pengamatan ke i ; N= Banyaknya Observasi. Untuk memudahkan notasi, model terestimasi sering di tuliskan

y = α + βx

Dengan α sebagai penaksir untuk intercept β0 dan β adalah penaksir β1. Pada pelaksanaanya, karena regresi linear sering digambarkan dalam bentuk garis, nilai y sering dilambangkan dengan nilai Ŷ (y topi), α diganti a dan β diganti b sehingga membentuk persamaan

ŷ = a + bx

Regeresi linear sederhana selanjutnya dikembangkan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel respon dengan jumlah varibel bebas lebih dari satu atau yang dikenal dengan regresi linear ganda. secara umum model regresi ganda dapat dituliskan sebagai berikut :

Yt = β0 + β1X1t + β1X1t + β2X2t +… +βkXkt + µ1 ; t =1,2….N

Untuk memudahkan notasi, model terestimasi sering di tuliskan

Y = β0 + β1X1t + β1X1t + β2X2t +… +βkXkt

dari persemaan regresi akan didapat nilai koefisien korelasi (r).



      1. Koefisien Korelasi (r)

Koefisien korelasi menujukan kekuatan hubungan linear dan arah hubungan variabel acak. Besarnya koefisien korelasi berkisar antara +1 sampai dengan -1. Korelasi mempunyai kemungkinan pengujian hipotesis dua arah. Korelasi dikatakan searah jika nilai koefisien korelasi positif. Sebaliknya, jika negatif korelasi disebut tidak searah. Jika koefisien korelasi tidak sama dengan nol (0) maka ada hubungan antara variabel x dan y. dan jika koefisien korelasi +1 maka hubungan antara variabel x dan y adalah sempurna. Adapun ketentuan yang digunakan untuk r yaitu, apabila r hitung lebih besar dari r tabel maka koefisien dinyatakan signifikan (Sugiyono, .2009)

      1. Koefisien Determinasi (R2)

Dari nilai r akan didapat nilai koefisien determinasi yaitu dengan mengkuadratkan r sehingga dilambangkan dengan R2 (R square). koefisiesn determinsai (R2) menerangkan seberapa besar variasi atau pengaruh variabel y yang dapat diterangkan variabel x. Jika R2 = 0 maka tidak ada variasi variabel y yang dapat diterangkan variabel x. Namun, jika R2 = 1 maka variasi y diterangkan seluruhnya oleh x atau semua titik berada pada garis regresi.

R2 berkisar antara 0-1 yang berari semakin kecil nilai R2 maka hubungan kedua varibel semakin lemah. Sebaliknya, jika R2 semakin mendekati 1, maka hubungan kedua varibel semakin kuat. Apabila dikaitkan dalam persamaan linear maka nilai y dapat dejelaskan sebesar persen (%) R2 oleh nilai x. Sedangkan sisanya, yaitu 100% -%R2, dijelaskan oleh faktor lain (Sarwono, 2008).



Data yang disajikan untuk dilakukan analisis regresi hendaknya tidak mengalami permasalan pencilan yang berpotensi sebagai data berpengaruh. Akibat adanya data tersebut maka akan menimbulakan autokorelasi dan multikolinearitas. Selain itu, data yang disajikan juga tidak mengalami heteroskedastisitas atau adanya ketidasamaan residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Autokorelasi adalah adanya korelasi antar variabel itu sendiri pada pengamatan yang berbeda waktu dan individu. Sedangkan multikolinearitas adalah semua data variabel bebas membentuk suatu interval yang sama misalnya X1 = 4 X2


Yüklə 68,21 Kb.

Dostları ilə paylaş:




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©genderi.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

    Ana səhifə