Gambar 10 Eosinofil
Pada penelitian kali ini diperoleh jumlah eosinofil yang disajikan pada
Tabel 2, rataan eosinofil paling tinggi dan paling rendah diperoleh pada minggu
ke-6 dan ke-7 yaitu 288,70 sel/mm
3
dan 99,94 sel/mm
3
. Secara keseluruhan,
rataan eosinofil selama sepuluh minggu adalah 170,88±156,77 sel/mm
3
. Jika
dipersentasekan, jumlah eosinofil kerbau lumpur ini berkisar antara 1 sampai 3%.
Penelitian lain mendapatkan jumlah eosinofil sekitar 6,6%. Pada sapi dan kerbau
sungai, persentase eosinofil sekitar 9,0% dan 4,6% (Sulong et al. 1980).
Gambar 11 Jumlah eosinofil kerbau lumpur selama sepuluh minggu
Gambar 11 menunjukkan jumlah eosinofil yang cenderung semakin
meningkat dari minggu ke-1 hingga minggu ke-6. Pada minggu ke-7 terjadi
penurunan yang cukup signifikan, namun kembali naik pada minggu ke-8 dan ke-
9. Pada minggu ke-10 terjadi sedikit penurunan. Peningkatan eosinofil diduga
karena hewan mengalami alergi akut atau terdapat infestasi parasit. Penurunan
0
50
100
150
200
250
300
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Ju
m
lah
s
el
(
se
l/m
m
3
)
Minggu ke-
eosinofil terjadi karena tubuh telah dapat mengatasi adanya parasit tersebut atau
karena adanya intervensi dari luar yang dapat mengurangi infestasi parasit.
BASOFIL
Basofil merupakan jenis leukosit yang memiliki jumlah paling sedikit.
Basofil memiliki fungsi utama dalam membangkitkan reaksi hipersensitif dengan
sekresi mediator yang bersifat vasoaktif. Sel ini melepaskan mediator untuk
aktivitas peradangan dan alergi. Pada sapi dan kerbau jumlah basofil yaitu 0,5%
dan 0,97%, sedangkan jumlah basofil pada kerbau lumpur sekitar 0,3% (Sulong
et al.1980). Penelitian lain menunjukkan jumlah basofil kerbau sungai sekitar
0,02% (Mahmmod et al. 2011).
Pengamatan terhadap darah kerbau lumpur yang dilakukan selama sepuluh
minggu ini tidak menemukan adanya basofil. Tidak adanya basofil bukan berarti
hewan tidak mengalami alergi atau peradangan, namun perlu dilihat perubahan
dari jenis leukosit lainnya untuk memastikan ada tidaknya peradangan tersebut.
Karena terlibat dalam proses peradangan, maka terjadi suatu keseimbangan yang
peka antara basofil dan eosinofil dalam mengawali dan mengontrol peradangan
tersebut (Frandson 1992). Selain itu fagosit oleh basofil bersifat terbatas, sehingga
basofil lebih jarang ditemukan (Samuelson 2007).
MONOSIT
Monosit merupakan jenis leukosit yang bekerja pada infeksi yang tidak
terlalu akut (Dellmann & Brown 1992). Keberadaan leukosit dalam darah hanya
beberapa hari (Samuelson 2007). Monosit yang ditemukan pada penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12 Monosit
Rataan dan simpangan baku monosit pada kerbau lumpur yang diamati
selama sepuluh minggu disajikan pada Tabel 2. Jumlah monosit paling tinggi
diperoleh pada minggu ke-8 yaitu 280,17 sel/mm
3
, sedangkan jumlah neutrofil
terendah diperoleh pada minggu ke-3 yaitu 164,84 sel/mm
3
. Secara keseluruhan,
rataan jumlah monosit selama sepuluh minggu adalah 231,65±172,89
sel/mm
3
.
Jika dipersentasekan, maka jumlah monosit sekitar 1 sampai 3%. Pada penelitian
sebelumnya, jumlah monosit sekitar 3,7%. Pada sapi dan kerbau sungai,
persentase jumlah monosit sekitar 4,0% dan 4,2% (Sulong et al.1980).
Gambar 13 Jumlah monosit kerbau lumpur selama sepuluh minggu
Gambar 13 menunjukkan fluktuasi dari monosit selama sepuluh minggu
pengamatan. Mulai dari minggu ke-1 terjadi penurunan hingga minggu ke-3,
namun kembali meningkat pada minggu ke-4 hingga ke-5. Penurunan terjadi lagi
pada minggu ke-6 dan ke-9, kemudian kembali meningkat. Penurunan dan
0
50
100
150
200
250
300
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Ju
m
lah
s
el
(
se
l/m
m
3
)
Minggu ke-
peningkatan jumlah monosit tidak terjadi secara signifikan, sehingga tidak begitu
menggambarkan adanya kelainan. Monosit adalah sel darah yang belum matang
sehingga dalam sirkulasi perannya dalam proses fagositosis tidak sebesar ketika
monosit menjadi makrofag di jaringan. Monosit muncul jika terdapat antigen yang
tidak mampu difagosit oleh neutrofil dengan cara berubah menjadi makrofag yang
ukurannya lebih besar (Frandson 1992).
LIMFOSIT
Limfosit dikatakan sebagai leukosit yang dominan pada ruminansia.
Limfosit juga merupakan leukosit yang berespon terhadap antigen dengan cara
membentuk antibodi yang bersirkulasi di dalam darah atau dalam pengembangan
imunitas seluler (Frandson 1992). Limfosit yang ditemukan pada penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 14. Jumlah rataan dan simpangan baku limfosit kerbau
lumpur disajikan pada Tabel 2.
Gambar 14 Limfosit
Berdasarkan Tabel 2, terlihat jumlah limfosit tertinggi pada minggu ke-6
yaitu 5228,13 sel/mm
3
, sedangkan jumlah limfosit terendah diperoleh pada
minggu ke-1 yaitu 3489,40 sel/mm
3
. Secara keseluruhan, rataan jumlah limfosit
selama sepuluh minggu adalah 4361,17±1926,58 sel/mm
3
. Jika dipersentasekan,
maka jumlah limfosit sekitar 30 sampai 50%. Pada penelitian sebelumnya, jumlah
limfosit kerbau lumpur sekitar 54,2%. Pada sapi dan kerbau sungai, persentase
jumlah limfosit sekitar 58% dan 56,7% (Sulong et al.1980).
Gambar 15 Jumlah limfosit kerbau lumpur selama sepuluh minggu
Berdasarkan Gambar 15, terlihat adanya fluktuasi jumlah limfosit kerbau
lumpur selama sepuluh minggu. Penurunan dan peningkatan terlihat tidak terlalu
signifikan, hanya terjadi sedikit perubahan dari jumlah limfosit. Peningkatan
limfosit terjadi jika antigen masuk ke dalam tubuh, sehingga tubuh harus
memproduksi antibodi (Frandson 1992). Penurunan limfosit dapat dialami jika
terjadi imunosupresi atau kerusakan pada jaringan limfoid akibat faktor tertentu
atau hewan dalam keadaan tercekam (stres). Pada penelitian kali ini kerbau
lumpur diduga mengalami stres yang berakibat turunnya jumlah limfosit. Pada
kondisi stres, kadar kortisol dalam darah meningkat. Kortisol dapat menyebabkan
limfopenia dengan cara mengurangi mitosis atau pembentukan limfosit. Kortisol
juga berpengaruh terhadap berkurangnya limfosit dalam sirkulasi karena terjadi
redistribusi limfosit ke sumsum tulang dan bagian lain. Pembentukan DNA juga
terhambat (Chastain & Ganjam 1986).
NEUTROFIL/LIMFOSIT (N/L)
Rasio jumlah neutrofil dan limfosit dapat menjadi indikasi adanya stres
pada hewan (Kannan et al. 2000). Rasio neutrofil/limfosit pada kerbau lumpur
selama sepuluh minggu disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 16. Nilai rasio
neutrofil/limfosit pada kerbau lumpur paling tinggi pada minggu ke-1 dan paling
rendah pada minggu ke-6. Kannan et al. (2000) menjelaskan bahwa indeks stres
pada kambing normalnya bernilai 1,5. Jika melebihi nilai 1,5 maka hewan tersebut
diduga mengalami stres atau cekaman. Pada sapi dan ruminansia lain, secara
normal rasio neutrofil/limfosit sebesar 0,5 (Aiello 2000). Indeks stres tersebut
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Ju
m
lah
s
el
(
sel
/m
m
3
)
Minggu ke-
dapat diperoleh melalui rasio neutrofil/limfosit. Kondisi stres akan menyebabkan
peningkatan neutrofil dan penurunan limfosit. Hal ini terbukti dengan tingginya
jumlah neutrofil disertai penurunan limfosit pada awal minggu ke-1 dan pada
minggu-minggu selanjutnya. Kadar kortisol yang meningkat pada kondisi stres
akan menyebabkan neutrofilia karena terjadinya stimulasi pembentukan neutrofil
dan pelepasan neutrofil dari sumsum tulang. Kortisol dapat menyebabkan
limfopenia, eosinopenia, dan basopenia melalui pelepasan dari sel-sel limpa dan
paru-paru dan penurunan mitosis limfosit dari sumsum tulang (Chastain &
Ganjam 1986).
Gambar 16 Nilai rasio neutrofil/limfosit (N/L) kerbau lumpur selama sepuluh
minggu
Kerbau pada penelitian ini diduga mengalami stres yang akut karena
memiliki jumlah neutrofil yang tinggi (neutrofilia) dan limfosit yang rendah
(limfopenia) pada waktu yang bersamaan. Penyebab stres pada hewan dapat
disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor lingkungan dan adanya parasit dapat
menyebabkan hewan hewan merasa tercekam. Kerbau merupakan hewan yang
menyukai air. Kondisi lingkungan yang panas dapat menyebabkan hewan ini stres
dan jika tidak berendam di lumpur atau air maka akan semakin gelisah. Adanya
ektoparasit seperti caplak juga membuat hewan tidak nyaman, sehingga dapat
menimbulkan stres.
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Ju
m
lah
s
el
(
se
l/m
m
3
)
Minggu ke-
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah rataan jumlah leukosit
kerbau lumpur selama sepuluh minggu sebanyak 10845,89±2518,20 sel/mm
3
.
Jumlah rataan dari setiap jenis leukosit yaitu neutrofil berjumlah 6084,29±2214,96
sel/mm
3
, eosinofil berjumlah 170,88±156,77 sel/mm
3
, monosit berjumlah
231,65±172,89 sel/mm
3
, dan limfosit berjumlah 4361,17±1926,58 sel/mm
3
.
Kerbau mengalami stres akut dengan indeks stres 1,76±1,13.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kerbau lumpur untuk
mengetahui rentang nilai normal leukosit pada kerbau lumpur di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Aiello s. 2000. The Merck Veterinary Manual. USA: Merck & Co., Inc.
Akers RM, Denbow DM. 2008. Anatomy & Physiology of Domestic Animals.
USA: Blackwell Publishing.
Aspinall V, O’Reilly. 2004. Introduction to Veterinary Anatomy and Physiology.
China: Butterworth Heinemann an Imprint of Elsevier.
Ambore B, Ravikanth K, Maini S, Rekhe DS. 2009. Haematological profile and
growth performance of goats under transportation stress. Veterinary World
2(5): 195-198.
Bahri S, Thalib C. 2008. Strategi pengembangan perbibitan ternak kerbau. Di
dalam: Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau;
Jambi, 22-23 Juni 2007. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan. 2008. hlm 1-11.
Bamualim AM, Muhammad Z. 2008. Situasi dan keberadaan ternak kerbau di
Indonesia. Di dalam: Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha
Ternak Kerbau; Jambi, 22-23 Juni 2007. Bogor: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. 2008. hlm 32-39.
Bhattacharya R. 1993. Kerbau. Di dalam: G. Williamson dan W. J. A. Payne.
Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Cunningham JG, Klein BG. 2007. Textbook of Veterinary Physiology. China:
Saunders an Imprint of Elsevier Inc.
Chastain CB, Ganjam VK. 1986. Clinical Endocrinology of Companion Animals.
Philadelphia: Lea & Febiger.
Dellmann HD, Brown EM. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner I. Jakarta: UI
Press.
Dellmann HD, Eurell J. 1998. Text Book of Veterinary Histology. USA:
Lippincott Williams & Wilkins.
[Ditjennak] Direktorat Jendral Peternakan. 2010. Statistik Peternakan 2010.
[terhubung
berkala]
http://ditjennak.deptan.go.id/index.php?page=
statistikpeternakan&action=info [3 Feb 2012].
Efendi Z. 2003. Peranan Leukosit sebagai Anti Inflamasi alergik dalam Tubuh.
Sumatera Utara : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
[terhubung berkala] http://library.usu.ac.id/download/fk/histologi-zukesti2.
pdf&sa=U&ei=H7IZUJSRDIqUiQKSvoCOCg&ved=0CBoQFjAA&usg=
AFQjCNHI8pD-y6aYLuLqCTqkErjSnbXddw [2 Jan 2012]
Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gajah Mada University Press:
Yogyakarta.
Handayani W. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Hoffbrand V. 2006. At a Glance Hematology. Jakarta: EMS.
Kannan et al. 2000. Transportation of goats: effects on physiological stress
responses and live weight loss. Journal of animal science 78:1450-1457.
Maheshwari H. 2008. Rasio Netrofil/Limfosit (N/L) sebagai indikator stres pada
Owa Jawa (Hylobates moloch audebert 1797) di tempat penangkaran. The
Indonesian Journal of Physiology 7(2): 74-154.
Mahmmod YS, Elbalkemy FA, Klaas IC, Elmekkawy MF, Monazie AM. 2011.
Clinical and haematological study on water buffaloes (Bubalus bubalis)
and crossbread cattle naturally infected with Theileria annulata in Sharkia
province, Egypt. Tick and Tick-borne Diseases 54: 1-4.
McCurnin DM, Bassert JM. 2006. Clinical Textbook for Veterinary Technicians.
USA: Elsevier Inc.
[NSC] National Safety Council. 2004. Manajemen Stres. Widyastuti P,
penerjemah; Yulianti D, editor. Boston: Jones and Bartlett Publisher, Inc.
Terjemahan dari: Stress Management.
Robbani AR. 2009. Karakteristik fenotipik kerbau lumpur (Swamp Buffalo) di
Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor.
Roth J. 2004. Bubalus bubalis. [Terhubung berkala]. http://
http://animaldiversity.
ummz.umich.edu/site/accounts/information/Bubalus_bubalis.html [16 Juli
2012].
Samuelson DA. 2007. Textbook of Veterinary Histology. China: Saunders, an
imprint of Elsevier Inc.
Satyaningtijas AS, Andriyanto, Ramadhoni A, Suci Y, Dewi F, Sutisna A. 2010.
Efektifitas multivitamin dan meniran (Phyllantus neruri L.) dalam
menurunkan stress pada domba selama transportasi. Berita Biologi 10(3):
393-399.
Sulong A, Hilmi M, Jainudeen MR. 1980. Haemotology of the Malaysian swamp
buffalo (Bubalus bubalis). Pertanika 3(2): 66-70.
Suryana. 2007. Usaha pengembangan kerbau lumpur di Kalimantan Selatan.
Jurnal Litbang Pertanian 26(4): 139-145.
Dostları ilə paylaş: |