Kajian Bioakustik pada Ayam Kokok Balenggek



Yüklə 39,64 Kb.
tarix03.05.2018
ölçüsü39,64 Kb.
#40962


Analisis Suara Kokok pada Ayam Kokok Balenggek;

Ayam Lokal Berkokok Merdu dari Sumatera Barat

Rusfidra


Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Andalas

Kampus UNAND Limau Manis, Padang, 25163

E-mail: rusfidra_unand@yahoo.co.id

ABSTRAK


Ayam kokok balenggek (AKB) merupakan “ayam penyanyi” di Indonesia. AKB memiliki suara kokok merdu dan bertingkat-tingkat (balenggek: bhs. Minang). AKB berkembang di beberapa nagari di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Ayam ini merupakan fauna maskot Kabupaten Solok. Penelitian ini bertujuan melakukan karakterisasi suara dan analisis suara kokok AKB. Karakterisasi suara kokok dilakukan pada 75 ekor AKB, sedangkan analisis suara kokok dilakukan pada 14 ekor AKB. Peralatan yang digunakan dalam penelitian: 1 set audio recorder, sport timer, kaset, batu battery dan paket program komputer Sound forge XP 4.5 untuk analisis suara. Visualisasi suara kokok ditampilkan dalam bentuk wave form. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada ayam kokok balenggek, suara kokok hanya terdapat pada ayam jantan dengan tujuan untuk pernyataan wilayah kekuasaan (territorial declare) dan memikat ayam betina yang akan dikawini. Rataan jumlah suku kata kokok AKB adalah 5,07 yang terbagi ke dalam tiga segmen: suara kokok depan, suara kokok tengah, dan suara kokok ujung (disebut lenggek kokok). Frekuensi berkokok AKB adalah 8,08 kali/10 menit. Aktivitas puncak berkokok terjadi pada pagi hari dengan frekuensi 9,59 kali/10 menit. Durasi kokok AKB berkisar dari 2,08 sampai 4,43 detik.

Kata kunci: ayam kokok balenggek, analisis suara kokok, Sumatera Barat.



ABSTRACT

The balenggek chickens have been kept by rural communities for many generations in Payung Sakaki and Tigo Lurah, Regency of Solok, Province of West Sumatera. The balenggek chickens is a long crower type fowl. This study was carried out to characterize crow traits and to conduct crow analyze in the balenggek chicken. The crows were recorded using a Sony TCM-343 cassette recorder. The crow were analysed using Sound forge XP 4.5 the sound analysis programs and displayed a wave form. In the balenggek chicken, crows is produced only by males for two reasons then; to proclaim to other males that this is his territory and to attract female to mate with them. It’s crow can last 2.08 - 4.43 seconds. The average crow has 5.07 syllables, divided into three segments: first, middle and last segment. The frequency of crowing is 8.08 times per 10 minutes. The peak of crowing activity happen in the morning time with a frequency of 9.59 times per 10 minutes. The duration of a crow vary from 2.08 to 4.43 second.



Key word: balenggek chicken, sound analysis, West Sumatera.

Paper dipresentasikan pada Simposium dan Kongres Nasional PERIPI ke-VI tanggal 18-19 November 2009 di Bogor.

PENDAHULUAN


Latar Belakang

Ayam kokok balenggek (AKB) merupakan “ayam penyanyi” di Sumatera Barat (Rusfidra, 2004, 2006a, 2008). Populasi AKB berkembang di beberapa nagari di Kecamatan Payung Sakaki dan Tigo Lurah, Kabupaten Solok. Karakteristik khas AKB adalah suara kokoknya yang merdu dan bersusun-susun (dapat mencapai 24 suku kata) (balenggek: bahasa Minang). Keunikan suara kokok AKB diduga merupakan satu-satunya bangsa ayam dengan tipe kokok balenggek di dunia (Rusfidra, 2004). Itu sebabnya, AKB memiliki posisi yang tinggi bagi masyarakat suku Minangkabau (Fumihito et al. 1996). AKB merupakan objek kajian bioakustik karena ayam ini memiliki suara kokok merdu dan menarik.

Bioakustik adalah ilmu yang mempelajari karakteristik suara, organ suara, fungsi suara, fisiologi suara, analisis suara dan manfaat suara pada hewan dan manusia. Hingga kini riset bioakustik belum berkembang di Indonesia, padahal suara memiliki peran penting dalam kehidupan. Bahkan kini, suara telah menjadi komoditas ekonomi. Pada bangsa unggas, ada dua tipe suara, yaitu call dan song. Suara call digunakan untuk berkomunikasi antar sesama, sebagai isyarat adanya musuh, saat terkejut dan saat menemukan makanan. Suara song merupakan tipe suara untuk menyatakan daerah kekuasaan (territorial) dan sebagai atraksi untuk memikat unggas betina yang akan dikawininya. Selain itu, suara dijadikan sebagai indikator kesejahteraan hewan (animal welfare), ekspresi emosional, status fisiologi hewan, penanda individu dan kegiatan taksonomi hewan (sonotaksonomi) .

Sampai saat ini penelitian AKB sebagai “ayam penyanyi” khas daerah Sumatera Barat belum banyak dilakukan, sehingga upaya penelaahan karakterisasi dan analisis suara kokok AKB penting dilakukan.



1.2. Tujuan Penelitian

  1. Memperoleh data dasar karakteristik suara kokok AKB di Sumatera Barat.

  2. Melakukan analisis suara kokok AKB.


1.3. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai informasi dasar karakteristik suara kokok AKB, sebagai informasi dasar dalam penyusunan kebijakan pemuliaan dalam rangka meningkatkan jumlah lenggek kokok, dan sebagai sumbangan dalam pengembangan ilmu ternak unggas, khususnya berkaitan dengan “ayam penyanyi”.



MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Karakterisasi suara kokok AKB dilakukan di dua nagari sentra AKB di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Penelitian lapangan berlangsung dari bulan Juni 2004 sampai Maret 2005. Analisis suara kokok AKB dilakukan dari bulan Mei sampai Juli 2005.


Materi Penelitian


Materi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 75 ekor AKB jantan dewasa (sudah berkokok) yang diperoleh secara acak dari AKB yang dimiliki peternak di nagari Sumiso dan Simanau, Kabupaten Solok. Analisis suara kokok dilakukan pada 14 ekor AKB. Peralatan yang digunakan untuk karakterisasi suara kokok adalah: satu set alat perekam (Sony TCM-343), sport timer, mikrofon tipe unidirectional khusus untuk komputer, kaset, batu baterai, dan satu set komputer yang dilengkapi program analisis suara.

Metode Penelitian


Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap 1 berupa karakterisasi suara kokok AKB. Karakterisasi suara kokok ditetapkan menggunakan metode time sampling (Sevilla et al. 1993). Pengamatan dilakukan pada tiga periode waktu, yakni pagi hari (pukul 06.00-08.00 WIB) (T1), siang hari (pukul 11.00-13.00 WIB) (T2), dan sore hari (pukul 15.00-17.00 WIB) (T3) (Bibby et al. 2000). Karakteristik suara kokok AKB yang diamati dalam penelitian ini adalah: jumlah suku kata kokok (JSK), jumlah lenggek kokok (JLK), waktu berkokok (WBK), frekuensi berkokok (FKK) pada waktu 10 menit, dan durasi kokok (DKK). Frekuensi berkokok adalah tingkat kekerapan ayam berkokok selama 10 menit pada pagi, siang, dan sore selama tiga hari berturut-turut, yaitu hari pertama (H1), hari kedua (H2) dan hari ketiga (H3). Durasi kokok adalah lama waktu berkokok yang diamati pada 10 kali kokok berturut-turut pada pagi, siang, dan sore hari.

Penelitian Tahap 2 adalah melakukan analisis suara kokok AKB menggunakan paket komputer Sound Forge XP 4.5 dan Goldwave versi 4. Suara kokok AKB direkam pada pita kaset menurut MacKinnon (1990) menggunakan alat perekam (Sony TCM-323). Perekaman suara kokok dikerjakan sebagai berikut:



  1. Suara kokok direkam dalam pita kaset menggunakan alat perekam.

  2. Melakukan digitalisasi suara kokok dengan menggunakan sound recorder yang tersedia pada beberapa program analisis suara. Program komputer yang dipakai adalah Sound forge XP 4.5. Software tersebut dapat digunakan dalam analisis suara (visualisasi suara), printing (pencetakan suara), ilustrasi suara (spectrogram), bentuk gelombang suara (wave form), pengukuran waktu dan frekuensi suara kokok.

  3. Setelah direkam, suara kokok AKB disimpan dalam format .WAV untuk digunakan dalam analisis berikutnya.

  4. Visualisasi suara kokok ke dalam bentuk wave form.

  5. Untuk mereduksi adanya suara yang tidak diinginkan pada saat perekaman, maka digunakan program komputer Goldwave versi 4.25 (http://www. goldwave.com). Program ini memiliki kemampuan untuk mereduksi adanya latar belakang suara gaduh atau berisik (noise).

  6. Interpretasi hasil analisis suara kokok AKB.

Analisis Data


Karakterisasi Suara Kokok. Data terkumpul ditabulasi, dihitung nilai rataan, standar deviasi dan kisarannya. Rekaman suara kokok AKB dianalisis menggunakan program komputer Sound forge XP 4.5. Hasil analisis suara divisualisasikan dalam bentuk wave form.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ayam Kokok Balenggek

AKB merupakan “ayam penyanyi” yang memiliki suara kokok merdu, bersusun-susun dan enak didengar (Rusfidra, 2001, 2004, 2006a, 2006b, 2007a). Karakteristik khas AKB adalah suara kokoknya yang bertingkat-tingkat, bersusun-susun dari tiga sampai 21 suku kata atau lebih. Masyarakat daerah sentra menamakannya ayam kokok balenggek (Abbas et al. 1997). AKB merupakan fauna maskot Kabupaten Solok (Fumihito et al. 1996). Nilai jual AKB sangat tergantung pada jumlah lenggek kokok dan keberhasilan memenangkan kontes. Semakin banyak jumlah lenggek, maka makin mahal harga jual AKB. Sebagai misal AKB yang memiliki jumlah lenggek kokok 15, pada tahun 2000 dijual seharga Rp. 1,5 juta (Rusfidra, 2004). Bila dieja, lafal suara kokok AKB dapat dideskripsikan sebagai berikut:

1). suku kata 5: ku-ku-ku-ku-kuuuuuu

2). suku kata 10: ku-ku-ku-ku-ku-ku-ku-ku-ku-kuuuuuu

Jumlah lenggek kokok dihitung berdasarkan pengurangan jumlah suku kata kokok dengan tiga poin (Rusfidra, 2004), misalnya:

1). balenggek tiga: jumlah suku kata enam dikurang tiga,

2). balenggek tujuh: suku kata 10 dikurang tiga.

Rusfidra (2004, 2006a, 2006b) mengelompokkan suku kata kokok AKB menjadi tiga bagian, yaitu kokok depan, kokok tengah dan kokok belakang. Kokok depan dimulai dari suku kata pertama, kokok tengah terdiri dari suku kata kokok kedua dan ketiga, dan kokok belakang dihitung dari suku kata keempat sampai suku kata terakhir. Kokok bagian belakang disebut lenggek kokok. Penampilan AKB dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.



Karakteristik Suara Kokok

Pola Suara Kokok

Berdasarkan analisis waveform suara kokok dengan menggunakan program Sound forge XP 4.5 dapat dilihat bahwa satu sekuens suara kokok terdiri atas tiga elemen (Gambar 3) yaitu:



  1. kokok depan; terdiri atas suku kata kokok pertama,

  2. kokok tengah; terdiri atas suku kata kokok kedua dan ketiga, dan

  3. kokok belakang; mulai dari suku kata kokok keempat dan seterusnya. Kokok bagian belakang disebut lenggek kokok.

Pengelompokkan suara kokok AKB menjadi tiga elemen (kokok depan, tengah dan belakang) didasarkan atas pengelompokkan suku kata kokok yang berdekatan (secara visual) dan amplitudo (keras lemahnya) suara kokok (secara audio). Selain itu, antara elemen suara kokok terdapat fragmentasi yang cukup jelas.

AKB memiliki pola kokok yang khas, berbeda dengan pola kokok ayam pelung, ayam bekisar dan ayam kampung (Rusfidra, 2004, 2005a). Pola wave form suara kokok dapat dijadikan sebagai salah satu penciri (marker) suatu bangsa pada ayam (Rusfidra, 2007b). Setiap individu memiliki karakteristik suara yang spesifik. Suara kokok pada ayam jantan merupakan karakteristik seks sekunder yang memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai klaim penguasaan wilayah (teritorial) dan sebagai atraksi memikat ayam betina yang ingin dikawininya. Suara dapat dijadikan sebagai indikator kesejahteraan hewan (animal welfare), sebagai ekspresi emosional dan status fisiologi hewan (Rusfidra, 2007a, 2006a, 2006b).



Jumlah Suku Kata Kokok

Suku kata kokok adalah suara kokok yang mengelompok dalam sebuah kelompok suara yang rapat dan antara suku kata terdapat fragmentasi yang jelas. Jumlah suku kata kokok AKB berkisar dari enam sampai 12 suku kata, dengan rataan 8,07 suku kata. Jumlah suku kata kokok AKB lebih banyak dari jumlah suku kata kokok ayam pelung dan bekisar. Ayam pelung memiliki tiga suku kata kokok dan memiliki nada yang panjang. Tidak terdapat interval yang jelas diantara suku kokok ayam pelung, namun terjadi perubahan volume suara di antara suara awal dengan suara tengah dan diantara suara tengah dengah suara akhir (Rusfidra, 2004, 2005a, 2007a, 2006b). Jatmiko (2001) menyatakan bahwa suara kokok ayam pelung terdiri atas suara depan, suara tengah dan suara akhir, sedangkan ayam bekisar memiliki dua suku kata kokok, yaitu suara depan dan suara belakang (Tarigan dan Hermanto, 1991, Rusfidra, 2004). Ayam bekisar dianggap baik bila suara depan memiliki nada rendah, besar, tebal, panjang dan bersih, sedangkan suara belakang memiliki nada tinggi, tebal, panjang, lurus dan bersih (Rusfidra, 2006b).



Jumlah Lenggek Kokok

Jumlah lenggek kokok dihitung dengan cara mengurangi total suku kata kokok dengan tiga poin (Rusfidra, 2004). Jumlah lenggek kokok AKB berkisar dari 3-9 lenggek (rataan 5,07 lenggek). Perbedaan jumlah lenggek kokok antar AKB diduga sebagai bentuk variasi individu. Hal ini sependapat dengan Wooton (2003) yang melakukan penelitian pada burung penyanyi, bahwa terdapat variasi song antar individu dalam spesies dan antar spesies burung penyanyi (song bird).



Durasi Berkokok

Rataan durasi kokok AKB adalah 3,018 detik, dengan kisaran 2,088-4,431 detik, tidak jauh berbeda dengan durasi kokok ayam domestik 2-3 detik (Siegel dan Dunnington, 1990). Durasi kokok AKB lebih pendek dari kokok ayam pelung, ayam toutenko, toumaru dan koeyoshi. Ayam pelung umur 11 bulan memiliki durasi kokok 3,0-8,9 detik (Jatmiko, 2001). Ayam toutenkou, toumaru, dan koeyoshi di Jepang memiliki durasi kokok 15 detik (Tsudzuki, 2003). Durasi kokok AKB dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi pejantan AKB untuk pengembangan tipe “ayam penyanyi”. Rusfidra (2004) menyatakan bahwa durasi dan frekuensi berkokok dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi ayam jantan yang memiliki suara kokok merdu.


Waktu Berkokok


Pengetahuan waktu berkokok bermanfaat dalam penentuan waktu pelaksanaan kontes AKB secara lebih tepat. Durasi berkokok lebih lama terjadi pagi hari (pukul 06.00-08.00 WIB) dengan rataan 3,096 detik, diikuti sore hari (pukul 15.00-17.00 WIB), dan siang hari (pukul 11.00-13.00 WIB) dengan rataan durasi kokok masing-masing adalah 3,075 dan 2,883 detik. Puncak aktivitas berkokok terjadi pada pagi hari. Hal ini sependapat dengan Lundberg dan Alatallo (1992), bahwa puncak aktivitas song pada bangsa burung terjadi pagi hari dan cenderung menurun pada sore dan siang hari. Hal ini diduga disebabkan karena adanya pengaruh faktor hormonal.

Frekuensi Berkokok

Frekuensi berkokok penting diketahui karena sifat berkokok termasuk salah satu unsur yang dinilai pada kontes AKB. Rataan frekuensi berkokok AKB adalah 8,08 kali/10 menit. Artinya, dalam waktu 10 menit AKB mampu berkokok sebanyak delapan kali secara berturut-turut. Jumlah kokok per menit (crow rate) AKB adalah 0,808 kali per menit. Aktivitas puncak berkokok AKB terjadi pada pagi hari (9,59 kali), diikuti sore hari (7,62 kali) dan siang hari (7,02 kali). Kenyataan tersebut sependapat dengan pendapat Lunberg dan Alatallo (1992) yang menyatakan bahwa puncak berkicau pada burung terjadi pada pagi hari dan cenderung turun pada siang dan sore hari.



Pewarisan Sifat Kokok Balenggek

Suara kokok pada ayam jantan termasuk tipe suara nyanyian (song). Jika diekstrapolasi berdasarkan penelitian pada burung penyanyi, maka penulis menduga bahwa sifat kokok balenggek pada AKB termasuk sifat yang diwariskan secara kultural (culturally inherited traits). Anak-anak jantan akan meniru suara kokok bapaknya atau suara kokok ayam jantan lain yang ada disekitarnya sebagai tutor. Fenomena meniru ini disebut proses imprinting (Rusfidra,2005b). Sifat nyanyian pada burung merupakan perilaku berlatih yang diwariskan secara kultural (Marler dan Doupe, 2000). Studi pada burung pipit Finch Darwin yang dilaporkan Grant dan Grant (1997) menunjukkan bahwa sifat nyanyian diwariskan secara kultural melalui proses imprinting. Menurut Cardoso dan Sabbatini (2004), sifat imprinting merupakan interaksi antara naluri dan pengalaman berlatih (song learning).

Grant dan Grant (1997) menyimpulkan bahwa sifat nyanyian tidak diwariskan secara genetik, namun lebih ditentukan oleh proses berlatih pada umur muda. Menurut Solis et al. (2000), song learning terjadi dalam dua tahap, yaitu sensory phase dan sensorimotor phase. Selama sensory phase, burung muda mendengar dan merekam suara nyanyian sang tutor, biasanya suara bapaknya. Pada burung pipit Finch Darwin fase ini terjadi sebelum umur 60 hari. Fase sensorimotor dimulai setelah umur 60 hari dimana burung mulai belajar bernyanyi dan berlatih terus menerus hingga menjadi burung penyanyi yang baik.

Analisis Suara Kokok AKB


Analisis suara kokok dengan memanfaatkan perangkat lunak sound forge XP 4.5 diharapkan dapat membantu proses penjurian pada kontes AKB dan seleksi pejantan berkokok merdu. Dengan melakukan analisis suara kokok dan memvisualisasikannya, maka proses penjurian dapat dilakukan secara objektif, transparan, terukur dan dapat diulang. Visualisasi suara kokok ditampilkan dalam bentuk waveform.

Pola Waveform Suara Kokok. Waveform merupakan visualisasi suara kokok dalam bentuk grafik. Sumbu X adalah dimensi waktu (detik) dan sumbu Y adalah dimensi frekuensi (kHz). Waveform berguna untuk menggambarkan pola suara kokok. Visualisasi wave form suara kokok AKB dapat dilihat pada Gambar 3. Suara kokok AKB terdiri atas enam suku kata, terdiri atas kokok depan, kokok tengah dan kokok ujung (lenggek).

Suara kokok AKB terdiri dari tiga elemen yaitu suara kokok depan, suara kokok tengah dan suara kokok ujung (disebut lenggek kokok). Suara depan terdiri atas suku kata pertama, suara tengah terdiri atas suku kata kedua dan ketiga, dan suara ujung terdiri atas suku kata keempat sampai suku kata terakhir. Visualisasi wave form dapat digunakan untuk menghitung jumlah suku kata dan jumlah lenggek kokok. Selain itu, waveform dapat dijadikan sebagai indikator bagi dewan juri dalam penentuan AKB pemenang kontes secara lebih akurat, objektif dan terukur, dan indikator seleksi pejantan AKB berkokok merdu.


KESIMPULAN


AKB merupakan “ayam penyanyi” yang berkembang di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. AKB memiliki suara kokok yang merdu, enak didengar dan diperlombakan suara kokoknya. AKB memiliki jumlah lenggek kokok 5,07 yang terbagi ke dalam tiga segmen: suara kokok depan (suku kata kokok pertama), suara kokok tengah (suku kata kokok kedua dan ketiga) dan suara kokok ujung (disebut lenggek kokok) (suku kata kokok keempat dan seterusnya). Durasi kokok lebih panjang terjadi pada waktu pagi dibandingkan waktu siang dan sore hari. Visualisasi wave form suara kokok dapat digunakan untuk menghitung jumlah suku kata kokok, jumlah lenggek kokok, sebagai alat bantu dewan juri dalam menentukan AKB pemenang kontes dan sebagai indikator seleksi pejantan AKB unggul (jumlah lenggek kokok banyak).
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, M. H., A. Arifin., S. Anwar., A. Agustar., Y. Heryandi dan Zedril. 1997. Studi ayam kokok balenggek di Kecamatan Payung Sakaki, Kabupaten Solok: Potensi wilayah dan genetika. [Laporan Penelitian]. Padang: Pusat Pengkajian Peternakan dan Perikanan. Fakultas Peternakan Universitas Andalas – Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat.

Bibby, C., M. Jones, and S. Marsden. 2000. Teknik-teknik Ekspedisi Lapangan Survei Burung. Birdlife International–Indonesia Program. Bogor.

Cardoso, S. H., and R.M. E. Sabbatini. 2004. Learning who is your mother, the behavior of imprinting. [http://www.epub.ogr.br.cm/n14/experimento/ lorentz/index-lorentx.html] [2 Juni 2004].

Fumihito, A et al. 1996. Monophyletic origin and unique disperal pattern of domestic fowl. Proc. Natl. Acad. Sci., 93: 6792-6795.

Goller, F. and O. N. Larsen. 1997. A new mechanism of sound generation in song birds. Proc. Natl. Acad. Sci., 94 : 14787-14791.


Grant, P. R, and B. R. Grant. 1997. Genetics and the origin of bird species. Proc. Natl. Acad. Sci., 94 : 7768-7775.

Jatmiko. 2001. Studi fenotipe ayam pelung untuk seleksi tipe ayam penyanyi. [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lunberg, A. and R. V. Alatalo. 1992. The Pied Flycatcher. T&AD Poyser.

MacKinnon, J. 1990. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Marler, P. and A. J. Doupe. 2000. Singing in the brain. Proc. Natl. Acad. Sci., 97 (7) : 2965-2967.

Rusfidra. 2008. Paradigma Baru Pembangunan Peternakan; Membangun Peternakan Bertumpu pada Sumber daya Ternak Lokal. Cendekia Publishing House. Bogor.

Rusfidra. Ayam Kokok Balenggek; Potensi Genetik, Strategi Pengembangan dan Konservasi. Cendekia Publishing House. Bogor. (in press).

Rusfidra. 2007a. Kajian bioakustik pada ayam kokok balenggek dan ayam pelung. Prosiding Seminar Nasional Ilmu-ilmu Pertanian (SEMIRATA) BKS PTN-Barat. Pekanbaru, 23-26 Juli 2007.

Rusfidra. 2007b. Pemanfaatan wave form suara kokok sebagai “marker” suatu bangsa pada “ayam penyanyi” di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi tahun 2007. Bandar Lampung: Lembaga Penelitian UNILA, 27-28 Agustus 2007.

Rusfidra. 2006a. Studi bioakustik pada ayam kokok balenggek dan burung perkutut. Prosiding Seminar Nasional Biologi. FMIPA Universitas Negeri Semarang. Semarang, 26 Agustus 2006.

Rusfidra. 2006b. Pengembangan riset bioakustik di Indonesia: studi pada ayam kokok balenggek, pelung dan bekisar. Prosiding Seminar Nasional “Pendidikan, Penelitian dan Penerapan MIPA”. FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta dan CPIU Dikti Depdiknas. Yogyakarta, 1 Agustus 2006.

Rusfidra. 2005a. Pengembangan ayam pelung sebagai “penyanyi”. Artikel iptek Harian Pikiran Rakyat, Bandung, 14 April 2005.


Rusfidra. 2005b. Audisi burung bersuara merdu; bakat alami atau dilatih. Artikel iptek Harian Pikiran Rakyat, Bandung, 2 Juni 2005.

Rusfidra. 2004. Karakterisasi sifat-sifat fenotipik sebagai strategi awal konservasi ayam kokok balenggek di Sumatera Barat. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.

Rusfidra. 2001. Konservasi sumber daya genetik ayam kokok balenggek di Sumatera Barat. Prosiding Seminar Nasional Hasil-hasil Penelitian Biologi. Pusat Studi Ilmu Hayati IPB tgl 20 September 2001.

Sevilla, C. G et al. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Penerjemah Tuwu A. UI-Press. Jakarta.

Siegel, P. B and E. A. Dunington. 1990. Behavioral Genetic. Hal 877-895. Dalam: Crawford, R. D. (ed.). 1990. Poultry Breeding and Genetics. Elsevier Sciences Publisher. Amsterdam.

Solis, M. M., M. S. Brainard, N. A. Hessler and A. J. Doupe. 2000. Song selectivity and sensorimotor signal in vocal learning and production. Proc. Natl. Acad. Sci. 97 (22) : 11836-11842.

Tarigan, N., dan S. Hermanto. 1991. Bekisar Pemeliharaan dan Pengembangannya secara Modern. Kanisius. Yogyakarta.

Tsudzuki, M. 2003. Japanese native chickens. Dalam: Chang, H.L. and Y. C. Huang. The relationship between indigenous Animals and Human in APEC Region. The Chinese Society of Animal Sciences. Chinese Taipei. p 91-116.

Wooton, S. 2003. Bird songs vary by species. Nature’s Journal. March 4, 2003.






Gambar 1. AKB Jalak

Gambar 2. AKB Biring Merah




1 2 3 4 5 6

kokok depan kokok tengah kokok belakang (lenggek)


Gambar 3. Pola waveform suara kokok AKB




Yüklə 39,64 Kb.

Dostları ilə paylaş:




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©genderi.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

    Ana səhifə