3.3. Pengaruh Biotin Terhadap Produksi dan Komposisi Susu
Beberapa peneliti melaporkan bahwa produksi susu meningkat ketika sapi-
sapi diberikan 10 dan 20 mg biotin per hari. Majee et al. (2003) melaporkan bahwa
suplementasi biotin 20 mg/hari pada sapi Holstein dapat meningkatkan produksi susu
sebanyak 4,6%. Midla et al. (1998) dan Bergsten (2003) melaporkan bahwa produksi
susu meningkat 2,7 dan 4,8% ketika diberikan biotin masing-masing 10 dan 20
mg/hari. Zimmerly dan Wiess (2001) juga melaporkan bahwa produksi susu
meningkat 2,4 dan 7,6% masing-masing pada pemberian 10 dan 20 mg biotin per hari
selama 100 hari pertama laktasi. Dari semua penelitian mengenai respon biotin
terhadap produksi susu, rata-rata dapat meningkatkan produksi susu 32 kg/hari atau
lebih.
Zimmerly dan Weiss (2001) dan Majee et al. (2003) melaporkan bahwa
produksi protein susu 6,3 dan 5,5% lebih tinggi pada pemberian biotin 10 dan 20
mg/hari dibanding kontrol. Bergeston et al. (2003) juga melaporkan bahwa produksi
lemak meningkat 7,4% ketika domba diberikan biotin 20 mg/hari. Lebih lanjut
dikatakan bahwa produksi laktosa dan proporsi laktosa 6,1 dan 1,2% lebih tinggi
dibanding sapi-sapi kontrol, berturut-turut pada suplementasi biotin 10 dan 20
mg/hari ( Majee et al., 2003). Ini didukung oleh Zimmerly dan Weiss (2001)
menyatakan bahwa biotin meningkatkan produksi susu melalui peningkatan produksi
glukosa, karena biotin adalah kofaktor enzim glukogenic karboksilase dan enzim
propionil-KoA karboksilase (McDowell, 2000).
Penelitian pada domba Chios laktasi yang disuplementasi biotin dengan
dosis 0,3 dan 5 mg/hari menunjukkan bahwa biotin sangat nyata (P< 0,01)
meningkatkan produksi susu. Produksi susu meningkat 10,06% dan 35,62% masing-
masing pada pemberian biotin 3 dan 5 mg/hari dibanding kontrol ( tahap 1 ) ; 5,88%
dan 23,37% ( tahap 2 ). Data hasil penelitian disajikan pada Tabel 2.
9
Hasil penelitian pada Tabel 2 juga menunjukkan bahwa, suplementasi biotin
pada domba betina laktasi sangat nyata (P<0,01) dapat meningkatkan lemak susu,
protein , laktosa, dan abu. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Zimmerly dan Weiss
(2001) dan Mjee et al. (2003) yang melaporkan bahwa produksi protein susu 6,3 dan
5,5% lebih tinggi pada pemberian biotin 10 dan 20 mg/hari dibanding kontrol.
Bergeston et al. (2003) juga melaporkan bahwa produksi lemak meningkat 7,4%
ketika domba diberikan biotin 20 mg/hari. Lebih lanjut dikatakan bahwa produksi
laktosa dan proporsi laktosa 6,1 dan 1,2% lebih tinggi dibanding sapi-sapi kontrol,
berturut-turut pada suplementasi biotin 10 dan 20 mg/hari ( Majee et al., 2003).
10
Baik pada ternak sapi maupun domba laktasi, biotin dapat meningkatkan
produksi susu, protein susu, lemak susu, laktosa dan abu. Hal ini disebabkan karena
biotin berfungsi sebagai kofaktor enzim (Tabel 1), terlibat dalam jalur-jalur
metabolisme, seperti glukoneogenesis (sintesis glukosa), respirasi sel, metabolisme
asam amino, lipogenesis (sintesis lemak), dan metabolisme propionat ( Mc. Mahon,
2002 ; Tomlinson et al., 2004). Jadi, dengan adanya biotin, maka proses sintesa
lemak, protein, laktosa (gula susu) di dalam tubuh menjadi lancar dan secara otomatis
meningkatkan produksi susu. Demikian pula kadar abu yang terkait dengan kadar
lemak, protein, dan laktosa pada susu.
Protein susu terbentuk dari asam-asam amino yang berasal dari protein pakan
yang melalui proses metabolisme dipecah dan disintesis kembali menjadi protein
tubuh dan protein susu. Dalam peranannya sebagai koenzim dalam metabolisme
protein, biotin berperan pada enzim beta-metilkrotonil-KoA karboksilase yang
mengkatabolisasi asam amino leusin dan senyawa isoprenoid tertentu (Tabel 1).
Laktosa (gula susu) dibentuk dari kondensasi satu glukosa dan satu galaktosa
dengan reaksi seperti pada Gambar 2. Glukosa selalu terdapat banyak, namun
galaktosa harus dibentuk dari glukosa. Karena sumber energi dari ruminansia adalah
Volatile Fatty Acid
(VFA) yang terdiri dari asam asetat, propionat dan butirat, maka
sumber glukosa yang diperlukan untuk sintesis laktosa berasal dari asam asetat,
propionat dan butirat. Dalam kaitannya dengan biotin, maka kadar laktosa yang
meningkat disebabkan oleh peranan biotin sebagai koenzim dalam metabolisme
propionat. Propionat adalah bahan baku dari glukoneogenesis untuk membentuk
glukosa, dan glukosa itu sendiri sebagai bahan baku untuk membentuk laktosa. Ini
didukung oleh Zimmerly dan Weiss (2001) menyatakan bahwa biotin meningkatkan
produksi susu melalui peningkatan produksi glukosa, karena biotin adalah kofaktor
enzim glukogenic karboksilase dan enzim propionil-KoA karboksilase (McDowell,
2000).
11
Gambar 2. Sintesa Laktosa
Dalam proses lipogenesis, biotin diperlukan sebagai koenzim dalam reaksi
pembentukan malonil-KoA dari asetil-KoA. Malonil-KoA kemudian bereaksi dengan
protein pembawa asil (Acyl Carrier Protein=ACP) membentuk komplek malonil-
ACP. Selanjutnya asetil-KoA bergabung dengan komplek malonil-ACP dan rantai
bertambah dua unit karbon membentuk komplek butiril-ACP (CH3-CH2-CH2-COS-
ACP). Perpanjangan rantai karbon didapat dari reaksi-reaksi KoA terbentuk pada saat
mana reaksi berhenti.
Pemecahan selulosa oleh mikroba rumen juga memerlukan biotin ( Baldwin
dan Allison, 1983). Enzim bakteri, methylmalonil-CoA decarboxylase membutuhkan
biotin dan terlibat dalam produksi propionat di dalam rumen ( Baldwin dan Allison,
1983 ). Hal ini di dukung oleh hasil penelitian Bently et al., (1954) dan Milligan et
al., (1967) yang menyatakan bahwa pencernaan selulosa secara invitro meningkat
ketika ditambahkan biotin ke dalam media (Bently et.,al, 1954 ; Milligan et al.,
1967).
12
Biotin juga dapat meningkatkan kesehatan kuku ternak yang sedang laktasi
(contohnya, sapi-sapi yang kakinya sehat akan lebih leluasa bergerak
(Bergeston,2003)), perubahan pembagian nutrisi dari jaringan tubuh untuk produksi
susu, peningkatan produksi glukosa, dan peningkatan pencernaan selulosa (Zimmerly
dan Weiss, 2001; Majee at al., 2003). Hasil penelitian terbaru, Bampidis et al., (2006)
melaporkan bahwa suplementasi biotin 5,25 mg/ekor/hari secara kontinyu selama 7
bulan, dapat mencegah kelumpuhan akibat kelainan kuku pada domba Chios betina
dan mempercepat penyembuhan luka. Hal ini disebabkan oleh peranan biotin pada
proses keratinisasi (Mulling et al., 1999) dan juga terlibat dalam perkembangan sel-
sel epidermis (Fritsche et al., 1991).
Selain meningkatkan produksi dan kualitas susu, biotin juga mampu
memperlambat penurunan produksi susu ( Grafik 1 dan 2 ). Berkurangnya produksi
susu sejalan dengan lamanya masa laktasi merupakan pengaruh biologis dan alami,
dimana produksi susu akan mengikuti kurva normal. Grafik 1 menunjukkan bahwa,
pengaruh pemberian biotin3 baru kelihatan pada minggu ke 14 postpartum,
sedangkan biotin5 sudah nampak di awal pengamatan (penelitian 1). Pada penelitian
ke-2, pengaruhnya mulai kelihatan pada minggu ke-30 (Biotin3) dan minggu ke-26
(Biotin5). Jadi, suplementasi biotin 5 mg/hari memberikan pengaruh yang lebih cepat
dibanding 3 mg/hari. Ini berarti, peningkatan dosis biotin mempercepat proses
metabolisme dalam tubuh, namun perlu penelitian lanjutan untuk mendapatkan dosis
yang tepat.
13
Suatu hal yang sangat menarik dalam hasil penelitian ini adalah, suplementasi
biotin tidak berpengaruh terhadap berat badan dan konsumsi ransum, sehingga cocok
diterapkan pada peternakan. Hal ini disebabkan karena biotin yang berperan sebagai
koenzim mampu meningkatkan kerja enzim sehingga pakan dapat dimanfaatkan
secara optimal. Meskipun lemak tubuh digunakan sebagai sumber energi dalam
sintesis susu, suplementasi biotin tidak mempengaruhi berat badan domba betina
laktasi, dengan catatan, peningkatan produksi susu tidak disebabkan oleh perubahan
pembagian nutrisi dalam tubuh. Hal ini berarti asupan nutrisi dari pakan juga harus
diperhatikan.
Dostları ilə paylaş: |