Bab I ruang lingkup ekonometrika tujuan Pengajaran



Yüklə 0,74 Mb.
səhifə4/9
tarix17.09.2018
ölçüsü0,74 Mb.
#69181
1   2   3   4   5   6   7   8   9

Catatan:

Hasil penghitungan manual dan SPSS tampaknya ada perbedaan dalam desimal. Itu disebabkan adanya penghitungan pembulatan.

Meskipun nilai a dan b dapat dicari dengan menggunakan rumus tersebut, namun nilai a dan b baru dapat dikatakan valid (tidak bias)13 apabila telah memenuhi beberapa asumsi, yang terkenal dengan



13 Tidak bias artinya nilai a atau nilai b yang sebenarnya. Dikatakan demikian sebab, jika asumsi tidak terpenuhi, nilai a dan b besar kemungkinannya tidak merupakan nilai yang sebenarnya.
sebutan asumsi klasik.14 Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi dalam OLS ada 3 asumsi, yaitu:

1). Asumsi nilai harapan bersyarat (conditional expected value) dari ei, dengan syarat X sebesar Xi, mempunyai nilai nol.

2). Kovarian ei dan ej mempunyai nilai nol. Nilai nol dalam asumsi ini menjelaskan bahwa antara ei dan ej tidak ada korelasi serial atau tida berkorelasi

(autocorrelation).

3). Varian ei dan ej sama dengan simpangan baku (standar deviasi).

Asumsi 1,2,3, di atas diringkas sebagai berikut:



Asumsi

Dinyatakan dalam

E

Dinyatakan dalam Y

Digunakan untuk membahas

1

E (ei/Xi) = 0

E (Yi/Xi) = A + Bxi

Multikolinea- ritas

2

Kov (ei , ej) = 0, ij

Kov (Yi , Yj) = 0, i j

Autokorelasi

3

Var (ei/Xi) = σ 2

Var (Yi/Xi) = σ 2

Heteroskedas

-tisitas

Penjelasan asumsi-asumsi ini secara rinci akan dibahas pada bab tersendiri tentang Multikolinearitas, Autokorelasi, dan Heteroskedastisitas.



Prinsip-prinsip Metode OLS
14 Disebut klasik karena penemuannya pada jaman klasic (classic era), modelnya sering juga disebut sebagai model regresi klasik, baku, umum (classic, standard, general). Lihat Supranto (1983:73).
Perlu diketahui bahwa dalam metode OLS terdapat prinsip-prinsip antara lain:

1. Analisis dilakukan dengan regresi, yaitu analisis untuk menentukan hubungan pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Regresi sendiri akan menghitung nilai a, b, dan e (error), oleh karena itu dilakukan dengan cara matematis.

2. Hasil regresi akan menghasilkan garis regresi. Garis regresi ini merupakan representasi dari bentuk arah data yang diteliti. Garis regresi disimbolkan dengan Yˆ (baca: Y topi, atau Y cap), yang berfungsi sebagai Y perkiraan. Sedangkan data disimbolkan dengan Y saja.

Perlu diingat, bahwa dalam setiap data tentu mempunyai lokus sebaran yang berbeda dengan

yang lainnya, ada data yang tepat berada pada garis regresi, tetapi ada pula yang tidak berada pada garis regresi. Data yang tidak berada tepat pada garis

regresi akan memunculkan nilai residual yang biasa disimbulkan dengan ei, atau sering pula disebut dengan istilah kesalahan pengganggu. Untuk data yang tepat berada pada garis maka nilai Y sama dengan Yˆ .

Nilai a dalam garis regresi digunakan untuk menentukan letak titik potong garis pada sumbu Y. Jika nilai a > 0 maka letak titik potong garis regresi pada sumbu Y akan berada di atas origin (0), apabila nilai a < 0 maka titik potongnya akan berada di bawah origin (0). Nilai b atau disebut koefisien regresi berfungsi untuk menentukan tingkat kemiringan garis regresi. Semakin rendah

i i

nilai b, maka derajat kemiringan garis regresi terhadap sumbu X semakin rendah pula. Sebaliknya, semakin tinggi nilai b, maka derajat kemiringan garis regresi terhadap sumbu X semakin tinggi. Gambaran uraian di atas dapat dilihat pada gambar berikut:

Y


Y1 . .



. . . e

. . e .

. .

a b o .



Yˆ = a + bX

0 X1 X





i

Munculnya garis Yˆ

= a + bX i

seperti dalam gambar



di atas, didapatkan dari memasukkan angka Xi ke dalam persamaan Yi = a + bXi +e. Dengan menggunakan hasil hitungan pada data di atas,


i

maka garis Yˆ

= a + bX i

besarnya adalah:




Y


i


i

ˆ = −9,525 + 1,449 X

Karena nilai a dalam garis regresi bertanda negatif (-) dengan angka 9,525, maka garis regresi akan memotong sumbu Y dibawah origin (0) pada angka –

9,525. Nilai parameter b variabel X yang besarnya

1,449 menunjukkan arti bahwa variabel X tersebut tergolong elastis, karena nilai b > 1. Artinya, setiap


perubahan nilai X akan diikuti perubahan yang lebih besar pada nilai Y. Tanda positif pada parameter b tersebut menunjukkan bahwa jika variabel X meningkat maka Y juga akan meningkat. Sebaliknya, jika X mengalami perubahan yang menurun, maka Y juga akan menurun, dengan perbandingan perubahan

1:1,449.


Ingat Elastisitas




Jenis

Elastisitas



Koefisien

Elastisitas



Sifat Elastisitas




Elastik

E > 1

Perubahan yang terjadi pada variabel

bebas diikuti dengan perubahan yang



lebih besar pada variabel terikat




Elastik

Unitary


E = 1

Perubahan yang terjadi pada variabel bebas diikuti dengan perubahan yang sama besar pada variabel terikat




Inelastik

E < 1

Perubahan yang terjadi pada variabel bebas diikuti dengan perubahan yang lebih kecil pada variabel terikat




Tanda (+) pada koefisien regresi menunjukkan hubungan yang searah. Artinya, jika variabel bebas meningkat, maka variabel terikat juga meningkat. Demikian pula sebaliknya. Tanda (-) pada koefisien regresi menunjukkan hubungan yang berlawanan. Artinya, jika variabel bebas meningkat, maka variabel terikat akan menurun. Demikian pula sebaliknya.








Menguji Signifikansi Parameter Penduga

Seperti dijelaskan di muka, dalam persamaan fungsi regresi OLS variabelnya terbagi menjadi dua, yaitu: variabel yang disimbolkan dengan Y (yang terletak di sebelah kiri tanda persamaan) disebut dengan variabel terikat (dependent variable). Variabel yang disimbolkan dengan X (disebelah kanan tanda persamaan) disebut dengan variabel bebas (independent variable). Utamanya metode OLS ditujukan tidak hanya menghitung berapa besarnya a atau b saja, tetapi juga digunakan pula untuk menguji tingkat signifikansi dari variabel X dalam mempengaruhi Y.

Pengujian signifikansi variabel X dalam mempengaruhi Y dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1)

pengaruh secara individual, dan 2) pengaruh secara bersama-sama. Pengujian signifikansi secara individual pertama kali dikembangkan oleh R.A. Fisher, dengan alat

ujinya menggunakan pembandingan nilai statistik t dengan nilai t tabel. Apabila nilai statistik t lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel, maka variabel X

dinyatakan signifikan mempengaruhi Y. Sebaliknya, jika nilai statistik t lebih kecil dibanding dengan nilai t tabel, maka variabel X dinyatakan tidak signifikan mempengaruhi Y. Metode dengan membandingkan antara

nilai statistik (nilai hitung) dengan nilai tabel seperti itu digunakan pula pada pengujian signifikansi secara serentak atau secara bersama-sama. Hanya saja untuk

pengujian secara bersama-sama menggunakan alat uji pembandingan nilai F. Hal Pengujian ini dikembangkan oleh Neyman dan Pearson.

Hal mendasar yang membedakan antara penggunaan uji t dan uji F terletak pada jumlah variabel bebas yang diuji signifikansinya dalam mempengaruhi Y.

Jika hanya menguji signifikansi satu variabel bebas saja,


maka yang digunakan adalah uji t. Oleh karena itu disebut sebagai uji signifikansi secara individual. Sedangkan pengujian signifikansi yang menggunakan lebih dari satu variabel bebas yang diuji secara bersama-sama dalam mempengaruhi Y, maka alat ujinya adalah menggunakan uji F. Sebagai perbandingan antara penggunaan uji t dan uji F dapat dilihat pada tabel berikut:


Tabel. 2. Pembandingan antara uji t dan uji F



Hal yang dibandingkan

Uji t

Uji F

Penemu

R.A. Fisher

Neyman, Pearson

Signifikan

t hitung > t tabel

F hitung > F tabel

Tidak signifikan

t hitung < t tabel

F hitung < F tabel

Pengujian

Individual

Serentak

Banyaknya variabel

Satu

Lebih dari satu


Uji t

Untuk menguji hipotesis bahwa b secara statistik signifikan, perlu terlebih dulu menghitung standar error atau standar deviasi dari b. Berbagai software komputer telah banyak yang melakukan penghitungan secara otomatis, tergantung permintaan dari user. Namun perlu bagi kita untuk mengetahui formula dari standar error dari b, yang ternyata telah dirumuskan sebagai berikut:



t

(Y Yˆ )2= =


S


t

b = (n k ) (X

t

X )2

Atau dapat ditulis pula dengan rumus sebagai berikut:





2

et

Sb =

(n k ) (X t

X )2



Dimana:


Yt dan Xt adalah data variabel dependen dan independen pada periode t


Yˆ

t adalah nilai variabel dependen pada periode t yang didapat dari perkiraan garis regresi

X merupakan nilai tengah (mean) dari variabel

independen




t

e atau Yt Yˆ merupakan error term

n adalah jumlah data observasi

k adalah jumlah perkiraan koefisien regresi yang meliputi a dan b

(n-k) disebut juga dengan degrees of freedom (df).

Guna menghitung standar deviasi dari data yang tersedia berdasar rumus di atas, maka diperlukan



t

menghitung nilai Yˆ

terlebih dulu, untuk




t

mempermudah penghitungan e atau Yt Yˆ . Caranya adalah memasukkan nilai X ke dalam hasil regresi yang di hasilkan di atas. Dengan demikian tabel data


t

akan menghasilkan kolom Yˆ

sebagaimana tertera pada



tabel di bawah ini.

Bantuan dengan SPSS

• Uji t dapat dilihat dalam output hasil regresi dengan

SPSS pada tabel Coefficient.

• Uji F dapat dilihat dalam output hasil regresi dengan

SPSS pada tabel ANOVA.

• Kolom Sig. baik pada tabel Coefficient maupun

ANOVA menunjukkan tingkat signifikansi pada derajat kesalahan (α) tertentu. Misal, kolom Sig. menunjukkan angka 0,04 itu berarti bahwa tingkat

kesalahannya mencapai 4%. Angka sebesar itu dapat dikatakan signifikan jika derajat kesalahan (α) telah ditentukan sebesar 0,05. Tetapi jika α ditentukan 0,01 maka angka tersebut tidak signifikan.


Tabel pengembangan data untuk menghitung Standar

Deviasi

X1 Y


Yˆ (Y Yˆ ) (Y Yˆ )2 (X X ) (X X )2

13.06

8.28

9.413

-1.133

1.284

-1.68

2.82

13.81

9.14

10.501

-1.361

1.851

-0.93

0.86

13.97

10.62

10.733

-0.113

0.013

-0.77

0.59

13.79

10.51

10.472

0.038

0.001

-0.95

0.90

14.03

10.82

10.820

0.001

0.000

-0.71

0.50

14.14

12.11

10.979

1.131

1.279

-0.60

0.36

14.39

13.04

11.342

1.699

2.885

-0.35

0.12

14.97

12.23

12.183

0.047

0.002

0.23

0.05

15.67

13.01

13.198

-0.188

0.035

0.93

0.86

15.91

12.47

13.546

-1.076

1.157

1.17

1.37

16.02

12.91

13.705

-0.795

0.632

1.28

1.64

16.21

12.55

13.981

-1.431

2.046

1.47

2.16

16.19

14.42

13.952

0.468

0.219

1.45

2.10



15.88

15.13

13.502

1.628

2.650

1.14

1.30

15.76

14.08

13.328

0.752

0.566

1.02

1.04

15.55

13.3

13.024

0.277

0.076

0.81

0.66

15.16

12.93

12.458

0.472

0.223

0.42

0.18

14.85

11.48

12.009

-0.528

0.279

0.11

0.01

14.22

10.05

11.095

-1.045

1.092

-0.52

0.27

13.93

10.6

10.675

-0.075

0.006

-0.81

0.66

13.58

10.48

10.167

0.313

0.098

-1.16

1.35

13.13

10.33

9.515

0.816

0.665

-1.61

2.59

324.22

260.49

260.591

-0.101

17.060

-0.06

22.41

Dengan adanya pengembangan data menjadi seperti tertera pada tabel di atas, maka Sb dapat segera dicari, dimana hasilnya ditemukan sebesar:






Sb =

=

17.06

20(22.41)

17.06

448.2


= 0.195


Selain dicari dengan rumus seperti di atas, Sb dapat pula dicari melalui jalan lain dengan rumus yang dapat dituliskan sebagai berikut:


Sb =

2


s

e


2

xi


e

Bila kita hendak menggunakan rumus ini, maka perlu terlebih dulu mencari nilai S 2 yang dapat dicari dengan


2


e

membagi nilai total ei

dengan n-2. Jadi S 2

dapat dicari


dengan rumus sebagai berikut:



s 2 =

ei


2

e n − 2

Agar rumus ini dapat langsung digunakan, tentu


2

terlebih dulu harus mencari nilai total ei

yang dapat dicari



melalui rumus berikut ini:


2

Rumus mencari nilai total ei :

i yi b xi

Dengan memasukkan nilai komponen rumus yang telah didapatkan melalui hitungan-hitungan terdahulu,




2

maka nilai ei

dapat diketahui, yaitu:






2

ei = 64.16 – 2.1019 (22.41)

= 64.16 – 47.1040



= 17.056


2

Hitungan di atas telah memastikan bahwa nilai ei

adalah sebesar 17,056. Dengan diketemukannya nilai


2


2

ei ini maka nilai se

pun dapat diketahui melalui hitungan



sebagai berikut:





i

s 2 =

e 2

e n 2

= 17.056

22 2

= 17.056

20

= 0.8528



e

Karena nilai s 2 merupakan salah satu komponen untuk mencari nilai Sb, maka dengan ditemukannya nilai


e

s 2 sebesar 0,8528 tentu saja nilai Sb pun dapat diketahui,

yaitu:



s

Sb =

2

e




i

x 2

= 0.8528

22.41

= 0.195


Hitungan dengan rumus ini ternyata menghasilkan nilai Sb yang sama besar dengan hitungan menggunakan rumus yang pertama, yaitu nilai Sb sebesar 0,195. Dengan diketahuinya nilai Sb, maka nilai statistik t (baca: t hitung) dapat ditentukan, karena rumus mencari t hitung adalah:

t = b

sb

Jadi, nilai t hitung variabel X adalah sebesar:

t = 1.4498

0.195

= 7.4348


Penghitungan nilai t dengan cara yang dilakukan di atas, menunjukkan bahwa nilai statistik t sebesar
7,4348. Angka tersebut umumnya disebut pula sebagai nilai t hitung. Besarnya angka t hitung ini yang menentukan signifikan tidaknya variabel X dalam mempengaruhi variabel Y. Cara menentukan signifikan tidaknya nilai t tersebut adalah melalui pembandingan antara nilai t hitung dengan nilai t tabel. Nilai t tabel sebenarnya telah ditentukan pada tabel t student yang telah ditetapkan oleh para penemunya. Karena untuk menentukan signifikan tidaknya nilai t hitung adalah melalui upaya membandingkan dengan nilai t tabel, maka dapat diketahui bahwa, jika nilai t hitung > t tabel, maka signifikan. Jika nilai t hitung < t tabel, maka tidak signifikan.

Dengan menggunakan contoh data di atas, seandainya kita menggunakan derajat kesalahan yang ditolerir adalah 5 % (baca: α = 0,05), dan karena jumlah observasi adalah sebanyak 22 (baca: n=22), maka degree of freedom (df) sama dengan sebesar n- k = 20, karena jumlah k adalah 2, yaitu 1 parameter a dan 1 parameter b, maka nilai t tabelnya adalah sebesar

1,725. (Lihat data t tabel di halaman lampiran).

Nilai t tabel yang besarnya 2,086, sudah tentu angka tersebut lebih kecil dibanding dengan nilai t

hitung yang besarnya 7,4348. Atas dasar itu dapat dipastikan bahwa variabel X (budep) signifikan mempengaruhi Y (inflasi).

Gambaran pengujian nilai t dapat disimak melalui gambar di bawah ini:


Daerah diterima


Daerah Ditolak Daerah Ditolak


-t α/2; (n-k-1)

t α /2; (n-k-1)

-1,725

1,725

Gb.3.1. Daerah Uji t




Gambar di atas menunjukkan pengujian nilai t dua arah atau two sided atau two tail test. Kutub sebelah kiri bertanda negatif. Nilai t hitung bertanda negatif yang nilainya lebih kecil dari nilai –2.806 berada pada daerah ditolak. Kutub sebelah kanan yang bertanda positif berguna sebagai pembatas nilai t hitung yang lebih kecil dari 1,725 berarti berada di daerah tolak. Tanda -t α/2 atau t α/2 memberikan arti bahwa masing-masing kutub mempunyai daerah distribusi tolak sebesar 2,5%. Jumlah dari keduanya mencerminkan α = 5%.


Jika pengujian nilai t menggunakan pengujian satu arah atau one tail test, maka daerah tolak hanya ada pada salah satu kutub saja. Bilai nilai t hitungnya negatif, maka daerah tolak berada pada sebelah kiri kurva, sedang bila nilai t hitungnya positif, maka daerah tolak berada pada sisi sebelah kanan. Probabilitas daerah tolak tidak lagi terbagi menjadi dua dengan porsi masing-masing 2,5%, tetapi telah penuh sebesar 5%.
Yüklə 0,74 Mb.

Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7   8   9




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©genderi.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

    Ana səhifə