SNI 19-6724-2002
86 dari 90
pepohonan dan perumahan yang rapat biasanya akan mengganggu pemakaian metode
pengamatan survei GPS.
Berikut ini karakteristik metode pengukuran poligon akan dijelaskan secara singkat.
7.1 Karakteristik Metode Poligon
Metode poligon adalah metode penentuan posisi dua dimensi secara terestris dari rangkaian
titik-titik yang membentuk poligon (lihat Gambar 7.2). Pada metode ini koordinat titik, (x,y)
atau (E,N), ditentukan berdasarkan pengamatatan sudut-sudut horizontal di titik-titik poligon,
serta jarak horizontal antar titik-titik yang berdampingan, seperti diilustrasikan pada Gambar
7.2.
Diketahui
: Koordinat horizontal titik-titik A, B, C, dan D.
Dicari
: Koordinat horizontal titik-titik 1, 2, 3, dan 4.
Diukur
: Sudut
1
s/d
6
dan jarak : d
1
s/d d
5
Gambar 7.2 Contoh geometri suatu poligon
Pada metode poligon ini, pengukuran sudut umumnya dilakukan dengan alat ukur theodolit,
dan pengukuran jarak umumnya dilakukan dengan pita ukur ataupun alat ukur EDM
(
Electronic Distance Measurement
). Sedangkan titik-titik ikat yang digunakan, contohnya
pada Gambar VII.2 adalah A,B,C dan D, adalah titik-titik yang telah diketahui koordinatnya.
Dari Gambar 7.2 di atas terlihat bahwa kualitas dari koordinat titik-titik poligon yang diperoleh
akan tergantung pada kualitas dari titik kontrol (ikat) yang digunakan, kualitas data ukuran
jarak dan sudut serta geometri dari poligon itu sendiri.
d
1
d
2
β
2
d
3
d
4
d
5
β
1
β
6
β
4
β
3
β
5
C
D
B
A
1
2
3
4
d
1
d
2
β
2
d
3
d
4
d
5
β
1
β
6
β
4
β
3
β
5
C
D
B
A
1
2
3
4
SNI 19-6724-2002
87 dari 90
7.2 Penentuan Koordinat Titik-titik Poligon
Gambar 7.3. Prinsip dasar
penentuan koordinat
Pada metode poligon, penentuan koordinat
horizontal titik didasarkan pada rumus dasar
berikut (lihat Gambar 7.3 sebagai referensi) :
X
j
= X
i
+ d
ij
.sin A
ij
Y
j
= Y
i
+ d
ij
.cos A
ij
(7.1)
dimana :
d
ij
= jarak antara titik i dan j, dan
A
ij
= sudut jurusan sisi ij.
Perlu dicatat di sini bahwa sudut jurusan awal pada jaring poligon dapat ditentukan dengan
dua cara, yaitu :
•
secara langsung dari pengamatan matahari, atau
•
dihitung dari koordinat dua titik awal yang diketahui.
Jika dihitung dari koordinat dua titik, maka seandainya kedua titik ikat tersebut adalah A dan
B (seperti kasus Gambar 7.2), maka sudut jurusan sisi AB dapat dihitung dari rumus umum
berikut :
A
AB
= arctan ( X/ Y) ,
(7.2)
dimana:
X = X
B
– X
A
,
Y
=
Y
B
– X
A
,
(7.3)
Perlu dicatat di sini bahwa untuk suatu sisi, sudut jurusan dari titik-titik ujungnya akan
berbeda sebesar 180
0
. Sebagai contoh untuk Gambar 7.2, maka :
A
BA
= A
AB
- 180
0
,
(7.4)
Sedangkan sudut jurusan dari sisi-sisi lainnya dalam poligon dapat dihitung dari sudut
Y
d
ij
A
ij
i
j
X
Y
d
ij
A
ij
i
j
X
SNI 19-6724-2002
88 dari 90
jurusan sisi awal serta sudut-sudut ukuran berdasarkan rumus umum berikut (lihat Gambar
7.4 sebagai referensi) :
A
jk
= A
ij
+ (
j
– 180
0
)
(7.5)
kasus - 1
kasus-2
Gambar 7.4 Hubungan antara dua sudut jurusan
Penentuan koordinat titik-titik dalam suatu jaring poligon dapat dilakukan dengan beberapa
metode perhitungan, yaitu :
•
Hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter,
•
Hitung perataan kuadrat terkecil metode bersyarat, dan
•
Metode
Bowditch.
Pada hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter, maka persamaan pengamatan
dasar yang digunakan adalah :
Jarak :
d
ij
= ( X
ij
2
+ Y
ij
2
)
1/2
,
(7.6)
Sudut :
j
= arctan ( X
jk
/ Y
jk
) - arctan ( X
ij
/ Y
ij
) ,
(7.7)
dimana:
X
ij
= X
j
– X
i
X
jk
= X
k
– X
j
,
Y
ij
= X
j
– X
i
Y
jk
= Y
k
– Y
j
,
(7.8)
Sedangkan untuk hitung perataan kuadrat terkecil metode bersyarat, tiga persamaan syarat
yang digunakan adalah :
A
ij
j
k
A
jk
β
j
A
ij
j
k
A
jk
β
j
i
A
ij
j
k
A
jk
β
j
i
A
ij
j
k
A
jk
β
j
SNI 19-6724-2002
89 dari 90
Syarat absis
: X
akhir
– X
awal
=
∑(d
ij
.sin A
ij
) , (7.9)
Syarat ordinat
: Y
akhir
– Y
awal
=
∑(d
ij
.cos A
ij
) , (7.10)
Syarat sudut
:
A
akhir
– A
awal
=
∑(
i
) – n.180
0
.
(7.11)
Metode Bowditch sendiri, yang banyak digunakan dalam pengolahan data poligon, pada
dasarnya bisa dilihat sebagai bentuk yang lebih sederhana dari hitung perataan kuadrat
terkecil metode bersyarat.
7.3 Kontrol Kualitas Pengukuran Poligon
Salah satu mekanisme pengontrolan kualitas dari pengukuran poligon yang umum
digunakan adalah dengan menilai kesalahan-kesalahan penutup absis, ordinat, dan sudut
yang diperoleh. Dalam hal ini kesalahan-kesalahan penutup tersebut dihitung berdasarkan
rumus-rumus (7.9) s/d (7.11) sebelumnya, sebagai berikut :
f
X
=
∑(d
ij
.sin A
ij
) - (X
akhir
– X
awal
) ,
(7.12)
f
Y
=
∑(d
ij
.cos A
ij
) - (Y
akhir
– Y
awal
) ,
(7.13)
f =
∑(
i
) – n.180
0
- (A
akhir
– A
awal
) ,
(7.14)
dimana f
X
, f
Y
dan f masing-masing adalah kesalahan-kesalahan penutup absis, ordinat dan
sudut. Dari kesalahan penutup absis dan ordinat, kadangkala didefinisikan juga kesalahan
penutup jarak (f
d
) yang dapat dihitung dari persamaan berikut :
f
d
= (f
X
2
+ f
Y
2
)
1/2
,
(7.15)
Untuk pengadaan jaring kontrol horizontal orde-4, yang berbasiskan pada pengukuran
poligon, maka persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengukuran adalah :
f
d
/(
∑d) < 1/6000,
(7.16)
f < 10”
√
n,
(7.17)
dimana (
∑d) adalah jumlah jarak ukuran dan n adalah jumlah titik poligon.
SNI 19-6724-2002
90 dari 90
Bibliografi
Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional). 1996.
Klasifikasi, Standar
Survei dan Spesifikasi Survei Kontrol Geodesi
, Cibinong, Pusat Pemetaan,
Bakosurtanal, Versi 1, Februari 1996.
BPN (Badan Pertanahan Nasional). 1997.
Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN
No. 3/1997
, tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24/1997
tentang Pendaftaran Tanah.
GSD
(Geodetic Survey Division).
1992.
Guidelines and Specifications for GPS Surveys
,
Geodetic Survey Division, Canada Center for Surveying, Release 2.1, December
1992.
GSD
(Geodetic Survey Division).
1996.
Accuracy Standards for Positioning
, version 1.0,
Geomatics Canada, September 1996.
ICSM
(Inter-Governmental Committee on Surveying and Mapping).
1996.
Standards and
Practices for Control Surveys (SP1),
ICSM Special Publication No. 1, 22 November
1996.
ICSM
(Inter-Governmental Committee on Surveying and Mapping).
1997.
Best Practice
Guideline Use of the Global Positioning System (GPS) for Surveying Application
,
version 2.0, 1 November 1997.
Krakiwsky, E.J. and D. E. Wells. 1971.
Coordinate Systems in Geodesy
. Fredericton, N.B.,
Canada : Lecture Notes No. 16.
Dept. of Geodesy and geomatics Engineering,
University of New Brunswick.
MGIC (Maritime GPS Implementation Committee). 1996.
Guidelines for Managing a GPS
Based Control System in the Maritime Provinces
, Version 1.0, Maritime GPS
Implementation Committee, Canada, March 1996.
OSG
(Office of Surveyor General).
1998.
Accuracy Standards for Geodetic Surveys
, OSG
Standard 1, Land Information New Zealand, 1 March 1998.
US-ACE
(U.S. Army Corps of Engineers).
1994.
Topographic Surveying
, Engineer Manual, ,
EM 1110-1-1005, 31 August 1994.
US-NSDI
(U.S. National Spatial Data Infrastructure).
1998.
Geospatial Positioning Accuracy
Standards
, USA, FGDC-STD-007-1998.
Document Outline - Kelas
- Orde
-
-
-
-
-
-
-
- Jarak*
- Tabel 3 Kerangka referensi koordinat
- Jaring
- Jaring
-
-
-
-
-
-
-
- GM
- Tabel 6 Spesifikasi teknis kerangka referensi koordinat
- ITRF
- Tabel 7 Spesifikasi ketelitian jaringan titik kontrol
-
-
-
-
-
-
-
- ITRF
- Tabel 8 Spesifikasi teknis konfigurasi jaringan titik kontrol
- Tabel 9 Spesifikasi teknis sistem peralatan pengadaan jaring titik kontrol
- Orde -00 s/d Orde 3
- Tabel 10 Spesifikasi teknis sistem peralatan
-
-
-
-
-
- receiver GPS yang digunakan sebaiknya mampu mengamati secara simultan semua satelit yang berada di atas horison (all in view capability);
- seluruh pengamatan harus menggunakan receiver GPS tipe geodetik yang mampu mengamati data kode (pseudorange) dan fase pada dua frekuensi L1 dan L2, kecuali untuk pengamatan jaring Orde-3 yang cukup pada frekuensi L1 saja;
- antena receiver GPS berikut kelengkapannya (seperti kabel dan alat pengukur tinggi antena) merupakan satu kesatuan dari tipe dan jenis receiver yang digunakan sesuai standar pabrik;
- tripod (kaki segitiga) yang digunakan harus kokoh dan dilengkapi dengan dudukan (mounting) untuk pengikat unting-unting dan tribrach yang dilengkapi centering optis sebagai dudukan antena GPS;
- untuk pengadaan jaring Orde-00 s/d Orde-1, peralatan pengukur parameter meteorologis, yaitu termometer, barometer, dan hygrometer, harus tersedia untuk setiap unit receiver;
- pada lokasi dimana pemantulan sinyal GPS (multipath) mudah terjadi seperti di pantai, danau, tebing, bangunan bertingkat, antena harus dilengkapi dengan ground plane untuk mereduksi pengaruh tersebut;
- setiap unit receiver GPS di lapangan sebaiknya dilengkapi dengan satu unit komputer laptop, untuk penyimpanan data serta pengolahan awal baseline;
- setiap unit receiver GPS di lapangan sebaiknya dilengkapi dengan peralatan radio komunikasi yang mempunyai kemampuan jangkauan yang lebih panjang dari baseline terpanjang dalam jaringan;
- pihak pelaksana pekerjaan disarankan untuk membawa generator, pengisi baterai (battery charger) dan alat pemotong pepohonan (seperti golok dan gergaji), sebagai peralatan lapangan untuk setiap tim pengamat.
-
- Tabel 11 Spesifikasi teknis metode dan strategi pengamatan jaring titik kontrol geodetik Orde-00 s/d Orde-4(GPS)
- Tabel 12 Spesifikasi teknis metode dan strategi pengamatan
- Tabel 13 Spesifikasi teknis metode dan strategi pengolahan data jaring titik kontrol Orde-00 s/d Orde-3 dan Orde-4(GPS)
- T
- Tabel 14 Spesifikasi teknis metode dan strategi pengolahan data
- Tabel 15 Spesifikasi teknis sistem pelaporan jaring titik kontrol
- Untuk titik yang orde jaringannya
- Logo
- Logo
- Logo
-
- KOORDINAT : UTM/TM-3 *
- Gambar F.8 Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan receiver GPS
- untuk keperluan survei
Dostları ilə paylaş: |