Responsi kasus sindrom nefrotik



Yüklə 293,65 Kb.
səhifə5/5
tarix26.03.2018
ölçüsü293,65 Kb.
#34342
1   2   3   4   5



URINALISIS




Normal

18/8

16.17

19/8

09.57

25/8

11.56

31/08

12.01

7/9

09.38

10/9

pH

5-8

5

5

6

6

8

6,5

Leuco( /µL)

-

-

-

100

(2+)

500

(3+)

-

25

1+

Nitrite

-

-

-

pos

pos

--

-

Protein (mg/dL)

Remark


25

-



3+


500

4+


500

4+


500

4+

-

-

Glukosa

norm

norm

norm

norm

norm

norm

norm

Ketone

-

-

-

-

-

-

-

Urobilinogen

norm

norm

norm

norm

norm

norm

norm

Bilirubin

-

-

-

-

-

-

-

Eritrosit

( /µl)

Remark

-

5-10


150

4+


250

5+


250

5+


250

5+


150

4+


Berat Jenis


1,005-1,020


1,020


1,020


1,015


1,010


1,015


1,01

Clarity

Jernih




Jernih

Jernih

Jernih

Jernih

Jernih

Colour

p.yel-yel




p.yel

p.yel

p.yel

p.yel

p.yel

Sedimen



















-

Leukosit (/lp)

4-5 /lp (-)




-

-

banyak

-

4-5

Erit(/lp)

Remark

0-1 /lp (-)




4-5

dismorfik

Banyak

dismorfik

8-10

6-8

Dismorfik

10-15

Dismorfik

Silinder

(/lp)

-




Granula+

Granula+

Granula+

-

-

Kristal (/lp)

-




Amorp +

Amorp +




-

-

Lain-lain

-

Epitel +2

Bakteri

+1

Bakteri

4+

Bakteri

3+

Bakteri

+1

Bakteri

+1


19/9/09: Hasil Pemeriksaan Tzank test (-)
20/9/09: Pemeriksaan Imunologi

Hasil ASTO (-), C3 komplemen : 152 mg/dL (90-180)
22/8/09

Jumlah urine/24 jam: 1400 ml

Protein Esbach: 1,8 g/L
4/9/09

Hasil kultur urine

Organisme: Escherichia coli

Comment: Count 100.000 koloni/ml3
7/9/09 – 9/9/09 uji SSA (-)
11/9/09 USG, kesan nefritis bilateral.


BAB 1V

PEMBAHASAN
4.1. RESUME

Perempuan, 8 th, dikeluhkan bengkak pada wajah dan kedua kaki. Bengkak seperti ini baru pertama kali dialami. Pasien juga dikeluhkan mual dan muntah. Muntah frekuensi 2-3 kali per hari, sekitar ½ gelas berisi air dan makanan. Nafsu makan dan minum juga menurun. BAK menurun sejak 4 hari SMRS, 1 kali sehari, warna kuning. Riwayat kencing kemerahan tidak ada. BAB dikatakan lebih encer dari biasanya sebanyak 1 x SMRS. Panas badan, nyeri kepala, batuk, dan nyeri menelan tidak ada. Keluhan lain timbul kemerahan pada lengan atas kiri, bintik-bintik berair, nyeri, tidak gatal sejak 4 hari SMRS. Pasien pernah dibawa ke dr dan dr Sp A namun belum membaik lalu dibawa ke RSUP.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, compos mentis, tensi 140/90, nadi 80x, RR 25 x, Tax 36,7. BB 21,5 dan TB 122.

Dari status general terdapat kelainan pada mata yaitu edema palpebra kanan/kiri, disertai edema pada kedua tungkai bawah pitting edema. Nyeri tekan pada abdomen (+). Di lengan kiri atas juga didapatkan kelainan kulit berupa vesikel berkelompok diatas macula eritema sesuai peta dermatom.

Dari pemeriksaan penunjang yang menunjukkan kelainan adalah:

Dari hematologi didapatkan LED 1 dan 2 (18/8/2009) meningkat sebesar 20 dan 90. Kimia klinik 19/8/2009 menunjukkan Na: 116,5 (hiponatremia). BUN meningkat (178,80) , kolesterol 375,00 (hiperkolesterolemia), ureum meningkat (138,2), albumin 1,6 (hipoalbuminemia). Globulin meninggi (4,3). Perhitungan LFG= 0,55xp/pCr  0,55 x 122 / 0,88 = 76,25. (normalnya 116,7 ± 28,2).

Dari urinalisis didapatkan kelainan yaitu protein 500 mg/dL (4+). Eritrosit 150/uL (4+). Berat jenis 1,020. Dari sedimen urin didapatkan kelainan eritrosit 4-5/lpb, dismorfik. Dengan silinder: granula +, Kristal amorph +, dan bakteri +1. Dari pemeriksaan imunologi didapatkan hasil ASTO negatif, C3 komplemen 152 (normal). Hasil kultur urin (2/9) menunjukkan organisme Escherichia coli dengan jumlah 100.000 koloni/ml3. Dimana pada pemeriksaan urin 31/08/09 terdapat peningkatan leukosit dalam urin (hasil urinalisis, leukosit: banyak, bakteri: +3) dimana pada pemeriksaan urinalisis sebelumnya tidak didapatkan leukosit dalam urin. Hasil protein Esbash (22/8/09) 1,8 g/L, diambil dari jumlah urine/24 jam (1400ml).
4.2 DISKUSI

Perempuan, 8 th, bali, dikeluhkan bengkak pada wajah dan kedua kaki. Bengkak seperti ini baru pertama kali dialami. Manifestasi klinik utama pada pasien ini adalah edema, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Pada fase awal edema sering bersifat intermiten, biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (daerah periorbita, pre-tibia). Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). 3

Pasien juga dikeluhkan mual dan muntah. Muntah frekuensi 2-3 kali per hari, sekitar ½ gelas berisi air dan makanan. Nafsu makan dan minum juga menurun. BAK menurun sejak 4 hari SMRS, 1 kali sehari, warna kuning. Riwayat kencing kemerahan tidak ada. BAB dikatakan lebih encer dari biasanya sebanyak 1 x SMRS. Didapatkan pula adanya nyeri tekan abdomen. Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan edema mukosa usus. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh karena edem dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan menurun karena edema. 3

Status gizi pasien adalah dihitung dari berat badan koreksi yaitu 21,5 kg dan tinggi badan 122 cm, didapatkan status gizi 93,4 % (status gizi baik menurut Waterlow). LPB= 0,85 m2

Dari urinalisis didapatkan kelainan yaitu protein 500 mg/dL (4+). Eritrosit 150/uL (4+). Berat jenis 1,020. Hasil protein Esbash (22/8/09) 1,8 g/L, diambil dari jumlah urine/24 jam (1400ml). Dari sedimen urin didapatkan kelainan eritrosit 4-5/lpb, dismorfik. Silinder: granula +, Kristal amorph +, dan bakteri +1. Dari pemeriksaan imunologi didapatkan hasil ASTO negatif, C3 komplemen 152 (normal).

Terjadinya proteinuria pada pasien ini, akibat hilangnya muatan negatif yang terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus, sehingga kadar albumin dalam darah berkurang, dan terjadilah hipoalbuminemia. Akibatnya tekanan onkotik plasma berkurang sehingga pasien ini menjadi edema. Selain itu terjadi hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya α-glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal.4,5

Proteinuria dapat diuji dengan cara; dipstick, SSA, atau perbandingan rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu (Normal 0,2:1). Tes dipstick menunjukkan ekresi protein urin secara kualitatif. Interpretasi dengan hasil negatif, trace (10-20 mg/dL), 1+ (30 mg/dL), 3+ (300 mg/dL), dan 4+ (1000-2000 mg/dL). Pengukuran dari pengumpulan urine 24 jam lebih menunjukkan keakuratan secara kuantitatif. Eksresi protein normal pada anak adalah ≤ 4 mg/m2/jam, abnormal 4–40 mg/m2/jam; dan nephrotik jika ≥ 40 mg/m2/jam. 4

Tidak semua pasien dengan proteinuria adalah bersifat patologis. 4

Proteinuria transient: demam, latihan, dehidrasi, kedinginan, stress, postural/ortostatik.

Proteinuria patologik:

Glomerular: persistant asimptomatik, sindrom nefrotik, glomerulonefritis, tumor, kongenital, dll.

Tubular: Herediter, vitamin D intoksikasi, hipokalemia, antibiotik, keracunan metal, dll.

Pada pasien ini didapatkan hasil urinalisis dari tanggal 19//8, 25/8 dan 31/8 dengan hasil protein urin yang sama yaitu 500 mg/dL (4+). Dari hasil protein Esbash (22/8/09) 1,8 g/L, yang diambil dari jumlah urine/24 jam (1400ml), didapatkan protenuria masif (75 mg/m2/LPB/jam). Selama dalam masa pengobatan, pasien ini mengalami perbaikan yaitu pada tanggal 7/9/09-9/9/09 diuji dengan SSA dengan hasil negatif.

Hasil kimia darah menunjukkan albumin 1,6 (hipoalbuminemia) dan Globulin meninggi (4,3). Kadar globulin pada sindrom nefrotik dapat normal atau meninggi sehingga perbandingan albumin-globulin yang terbalik. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial, akibatnya terjadi edema dan diikuti peningkatan kadar kolesterol 375,00 mg/dL pada pasien ini.

Pada pembahasan ini, pasien didiagnosa kerja dengan sindrom nefrotik. DD/nya dengan GNA. Alasan tidak didiagnosa kerja dengan GNA adalah dari hasil pemeriksaan yang kurang mendukung kearah GNA. Pada GNA terjadi proses proliferasi & inflamasi pada glomerulus akibat mekanisme imunologis terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang tersering adalah Streptococcus. Dari riwayat anamnesa pasien ini keluhan sakit menelan, dan ISPA sebelumnya tidak didapatkan. Dimana timbunya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemolyticus A. gejala klinik yang sering berupa hematuria/kencing berwarna merah daging. Kadang disertai edema ringan disekitar mata atau diseluruh tubuh. Hipertensi pada 60-70% anak dengan GNA hari pertama, kemudian normal kembali. Pada pasien ini hematuria tidak ada, walaupun terdapat hipertensi. Hipertensi pada pasien ini diduga akibat terjadinya vasospasme dan vasokonstriksi arteriola glomerulus yang menyebabkan tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal itu laju filtrasi glomerulus (LFG) menjadi ikut berkurang yaitu sebesar 76,25. (normalnya 116,7 ± 28,2). Akibatnya filtrasi air, garam, ureum, dan zat lainnya menjadi berkurang, dimana pasien ini dikatakan susah BAK sejak 4 hari SMRS, hanya 1x sehari. Akibat selanjutnya terjadi peningkatan BUN (178,80 mg/dL), dan ureum (138,2 mg/dL) dalam darah meningkat.

Dari pemeriksaan penunjang yang biasa terdapat pada GNA yaitu - Sedimen: erytroid, kecil-kecil, dismorfik, membran sel irregular, leukosit (+), eritrosit cast, hyalin cast, granular cast. Serum: (ASTO, antihialuronidase, anti DNase) meningkat, kadar C3 menurun, LED meningkat.4 Pada pasien ini kadar ASTO (-) dan C3 normal.

Pada pasien ini juga didapatkan hasil kultur urin menunjukkan bakteri Escherichia coli. Bakteri ini adalah penyebab terbanyak ISK. Urin diambil dari pancar tengah. Pada wanita, 1x biakan > 10 5 kemungkinan infeksi adalah sebesar 80%, bila 2 x biakan > 10 5 sebesar 90%, dan bila setelah 3 x biakan > 105 maka kemungkinan infeksi 95%. Dikatakan ISK atas jika infeksi saluran kemih pada parenkim ginjal, lazim disebut pielonefritis. Bila ISK bawah, infeksi pada vesika urinaria (sistitis) atau uretra. Batas antara keduanya adalah katup vesikoureter. 2

Penatalaksanaan pada pasien sindrom nefrotik ini adalah istirahat tirah baring. Batasi asupan garam 1 gram/hari. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari. Diuretic (furosemid 1mg/kgBB/kali), bergantung beratnya edema dan respon pengobatan. Furosemide sempat digunakan pada pasien ini (18/09/09) namun dihentikan pada 19/8/09 karena terjadi hiponatremia, sehingga dilakukan koreksi natrium.

Cara: maksimal peningkatan Na/hari 12 meq/hari. Jadi kebutuhan Na; 116,50 + 12 = 128meq Na.

-128 mg Na + maintenance 2-3 mg/100cc =

128 + 30 = 158,5 mg Na dalam 1030 cc/hr.

~317 NaCl 3% dalam 1030 cc/hr.

-I. I 343 cc Dex 5% +105 cc NaCl 3%

II. 343 cc Dex 5% +105 cc NaCl 3%

III. 343 cc Dex 5% +105 cc NaCl 3%

Untuk penanganan sindrom nefrotik diberikan prednisone 2 mg/kgBB/hari atau 60 mg/m2 LPB/hari (maksimal 80 mg/kgBB/hari) selama 4 minggu pertama, lalu dilanjutkan prednisone dosis 40 mg/m2 LPB/hari atau 2/3 dosis penuh. Pemakaian prednison setelah pemberian acyclovir dihentikan. Untuk Pemberian acyclovir akibat herpes zoster, sesuai terapi dari kulit.Pada pasien ini, Acyclovir dihentikan pada 26/8/2009. Dari pihak sejawat kulit, pada tanggal 29/8/2009; pemberian steroid dapat dimulai. Prednison 2 mg/kgBB/hari diberikan mulai tanggal 31/8/2009 setelah herpes zoster dinyatakan membaik oleh pihak kulit. Pemberian antibiotik cefixime 4mg/kgBB/kali ~ 2x yaitu 2 x cth 3/4 diberikan karena ada infeksi (ISK). Diagnosa ISK, baru ditegakkan ketika hasil kultur urin didapatkan organisme Escherichia coli 100.000 koloni/ml3.




DAFTAR PUSTAKA



      1. Alatas, Husein dkk. 2005. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak. Unit Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, h.1-18.

      2. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.

      3. Travis L, 2002. Nephrotic syndrome. Emed J [on line] [(20) : screens]. Available from: URL:http//www.emedicine.com/PED/topic1564.htm. Akses: on September 8, 2009.

      4. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. 2007. Nelson Textbook of Pediatric 18th ed. Saunders. Philadelphia.

      5. Gunawan, AC. 2006. Sindrom Nefrotik: Pathogenesis dan Penatalaksanaan. Cermin Dunia Kedokteran No. 150. Jakarta, h. 50-54.

      6. Mansjoer Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius : Jakarta

      7. Pardede, Sudung O. 2002. Sindrom Nefrotik Infantil. Cermin Dunia Kedokteran No. 134. Jakarta, h.32-37

      8. Markum, et al. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

      9. Noer MS, Soemyarso N. 2009. Sindrom Nefrotik. [on line] [(1) : screens]. Available from: URL:http//www.pediatrik.com. Akses: on September 8, 2009.

      10. Richard EB, Robert MK, Hal BJ . 2000 Urinary Tract Infection. Dalam : Nelson Textbook of Pediatrics, edisi ke-16. Philadelphia : WB Saunders Co. 2000 .h.658-670

      11. Alatas Husein. 2002. Diagnosa Dan Tatalaksana Infeksi Saluran Kemih Pada Anak dalam Hot Topics In pediatrics II, pp 162-179, PKB IKA XLV, Balai Penerbit FKUI Jakarta.

      12. Suraatmaja S, Soetjiningsih, Penyunting. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah Denpasar. Cetakan ke-2. Denpasar:Lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/ RSUP Sanglah; 2000. h. 159-162.

      13. Suarta Ketut. Diagnosis dan Tatalaksana ISK. Dalam Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak VII. Denpasar : Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/ RSUP Sanglah; 2006. h 22-31

      14. Cohen Eric P. Nephrotic Syndrome: Differential Diagnoses & Workup. Updated: Aug 25, 2009.

      15. S. I.Adeleke, M. O.Asani. Urinary Tract Infection in Children with Nephrotic Syndrome in Kano, Nigeria. Annals of African Medicine, Vol. 8, No. 1, March, 2009, pp. 32-37

      16. S. Gulati, V. Kher , A. Gupta, P. Arora, P. K. Rai and R. K. Sharma. Springer Link Date, 2004. Spectrum of infections in Indian children with nephrotic syndrome. Journal Pediatric Nephrology. Springer Berlin / Heidelberg.

      17. S Gulati, Kher, Arora, gupta, Kale. Urinary tract infection in nephrotic syndrome. The Pediatric infectious disease journal. 1996, vol. 15, no3, pp. 237-240 (17 ref.)

      18. Lin CY, Hsu HC, Hung HY. Nephrotic syndrome associated with varicella infection. Pediatrics. PMID: 3873641 [PubMed - indexed for URL:http//www MEDLINE]. Akses: on September 8, 2009.



Yüklə 293,65 Kb.

Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©genderi.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

    Ana səhifə