Tanggung jawab pendidikan seksual


Mengajarkan Hukum-hukum kepada Anak di Masa Pubertas dan Masa Balig



Yüklə 295,9 Kb.
səhifə2/5
tarix20.10.2017
ölçüsü295,9 Kb.
#5696
1   2   3   4   5

Mengajarkan Hukum-hukum kepada Anak di Masa Pubertas dan Masa Balig

Tanggung jawab terbesar lainnya yang dibebankan Islam kepada para pendidik, ayah, ibu, guru, atau pembimbing, adalah mengajarkan hukum-hukum syarak berkenaan dengan kecenderungan birahi dan kematangan seksual kepada anak, sejak masa pra pubertasnya. Dalam hal ini, baik laki-laki maupun wanita sama, karena keduanya mempunyai beban syarak dan tanggung jawab atas perbuatannya dihadapan Allah, para pendidik, dan masyarakat. Untuk itu, jika anak telah mencapai masa pubertas, usia 12 sampai 15 tahun, maka pendidikharus berterus terang atau menjelaskan, bahwa apabila keluar air mani dengan memancar dan bersyahwat, berarti ia telah balig dan mukalaf. Ia berkewajiban memikul tanggung jawab dan beban-beban seperti halnya orang-orang dewasa.

Demikian pula pendidik harus menjelaskan kepada anak gadis, behwa jika ia telah mencapai usia sembilan tahun ke atas, telah bermimpi bersetubuh atau mellihat ar halus berwarn kuning pada kainnya saat bangun dari tidur, berarti ia telah baligh dan Mukallafah (dibebani) oleh syarak. Dengan demikian, ia wajibmenjalankan berbagai kewajiban seperti halnya wanita dewasa. Pendidik harus meneranngkan kepadanya, bahwa apabila ia telah berusia sembilan tahun ke atas dan meliha darah haid keluar, berarti ia telah baligh.

Islam membebani kedua orang tua dengan tanggung jawab menjelaskan masalah-masalah penting ini kepada anak-anak. Sehingga, mereka mempunyai kesadaran secara sempurna dan pemahaman yang mendalam tentang hal yang berhubungan dengan kehidupan seksual dan kecenderungan birahi, termasuk implikasi-implikasinya, yakni kewajiban-kewajiban agamis dan beban syariah.

Pertama, apabila, anak baik laki-laki maupun wanita, telah mimpi bersetubuh, lalu ketika bangun dari tidurnya kainnya tidak basah, ia tidak berkewajiban mandi.

Ahmad dan Nasa’i meriwayatkan dari Khaulah binti Hakim bahwa ia telah bertanya kepada Nabi Saw. Tentang wanita yang mimpi bersetubuh, sebagaimana laki-laki mimpi bersetubuh. Beliau menjawab: “wanita itu tidak berkewajiban untuk mandi, sebelum ia mengeluarkan air mani, seperti halnya laki-laki tidak berkewajiban mandi, sebelum ia mengeluarkan air mani”.



Kedua, apabila anak, laki-laki maupun wanita, setelah terjaga dari tidurnya melihat kainnya basah, meski tidak bermimpi, ia berkewajiban mandi. Ketiga, keluarnya mani dari laki-laki atau wanita dengan memancar dan bersyahwat sebagaimana kebiasaannya, menyebabkan wajibnya mandi. Keempat, masuknya kepala zakar(hasyafah atau batang penis, yaitu bagian yang dikhitan) ke dalam kemaluan atau dubur, telah mewajibkan si pelaku dan patnernya untuk mandi, baik ia telah mengeluarkan air mani maupun belum. Kelima, berhentinya masa haid dan nifas telah mewajibkan mandi bagi wanita , sebagiman firman Allah: “Dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci”.(QS. Al-Baqarah:222). Keenam, adalah wajar jika setelah anak mempelajari hal-hal yang mewajibkan mandi, ia pun mempelajari masalah fardu, sunah dan cara-caranya. Sehingga, ketika janabat, ia telah mengetahui cara-cara mandi sampai suci. Berikut ini penyusun sajikan berbagai fardu, sunah, dan cara-cara mandi yang harus diajarkan kepada anak-anak.

Adapun fardu-fardu dalam mandi janabat adalah mencuci mulut, hidung dan seluruh tubuh. Allah berfirman: “Dan jika kamu junub, maka mandilah.”(QS. Al-Maidah: 6)



Ketujuh, penting juga anak diberi pengetahuan tentang hal-hal yang haram dikerjakan selama dalam keadaan janabat, agar ia tidak jatuh kedalam perbuatan haram.

Berikut ini penulis sajikan hal-hal yang haram dilakukan oleh orang yang berjunub dan wanita-wanita yang sedang berhalangan. Wanita yang sedang haid dan nifas diharamkan berpuasa dan salat berdasarkan ijmak kaum muslimin. Yang wajib diqadha hanyalah puasa, sedangkan salat tidak. Sittah meriwayatkan dari Aisyah r.a., bahwa ia berkata: “Kami telah terkena itu, lalu kami diperintahkan untuk mengqadha puasa, tetapi kami tidak diperintahkan untuk mengqadha salat.”

Inilah hukum-hukum yang harus diperhatikan oleh para pendidik untuk diajarkan kepada anak-anak ketika mereka masih berada pada masa pra pubertas. Sehinggs apabila mereka telah mencapai masa aktif dan wajib menjalankan ibadah, mereka telah mengetahui perbuatan-perbuatan yang dibolehkan dan yang diharamkan, juga mengetahui hukum syariat tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan naruli dan masa baligh, bahkan mereka akan memperdalam agama, ilmu , dan pendidikan.

Benar apa yang disabdakan Rasulullah Saw. Di dalam hadist riwayat Asy-Syaikhan berikut ini: “Barang siapa dikehendaki oleh Allah untuk mendapatkan kebaikan, maka dia akan membuat faqih (paham) tentang agama.”



  1. Perkawinan dan hubungan seksual

Allah telah menciptakan manusia dengan beberapa kecenderungan dan naluri yang sangat penting untuk memelihara kelestarian jenisnya. Allah menetapkan perundang-undangan dan hukum guna memenuhi tuntutan kecenderungan dan naluri, menjaga kelangsungan, pertumbuhan dan kelestariannya. Lembaga perkawinan yang disyariatkan islam, tidak lain sebagai pemenuhan naluri atau kecenderungan kepada jenis lain, agar manusia berjalan bersama fitrah seksual serta kecenderungn naluriahnya dengan penuh keharmonisan dan kesesuaian, tanpa diancam oleh suatu akibat atau dipengaruhi fitnah.

Berikut ini penyusun sajikan berbagai hakikat yang berhubungan dengan naluri seksual dan hikmah perkawinan. Hakikat ini berkenaan dengan dua hal:



  1. Pandangan Islam tentang seks

Pertama, pandangan islam tentang seks ini didasarkan atas pengetahuan atas fitrah manusia, sebagaiman telah penyusun kemukakan bagian pertama buku ini, dan pemenuhan tuntutan serta kecenderungannya. Sehingga, tidak ada seorang pun di masyarakat yang berani melampaui batas-batas fitrahnya, dengan cara penyimpangan yang bertentangan dengan nalurinya. Sebaliknya ia akan menempuh cara sesuai dengan metode lurus yang telah di gariskan islam, yaitu lembga perkawinan. Maha benar Allah yang berfirman: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-nya ialah dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikannya di antara kamu rasa kasih dan sayang.”(QS. Ar-Ruum: 21).

Dan disini kita dapat mengetahui bahwa Islam mengharamkan upaya menghindarkan diri dari perkawinan dan zuhud di dalamnya dengan niat mengosongkan diri untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Terutama sekali jika ia telah mampu untuk biaya kawin dan segala sarananya mudah ia dapatkan. Syariat menentang keras setiap penyeruan rabbaniyah yang dibenci dan dihina itu, karena bertentangan dengan fitrah, naluri, dan kecenderungan manusia.

Thabrani dan Baihaqi meriwayatkan dari Rasulullah Saw., bahwa beliau bersabda: “Barang siapa mampu untuk kawin, kemudian ia tidak kawin, maka ia bukan termasuk umatku.”

Kedua, Islam memandang pemenuhan syahwat dan naluri dengan cara halal melalui perkawinan, termasuk salah satu amal saleh. Pelakunya berhak mendapatkan keridaan Allah, balasan, dan pahala. Orang-orang yang memiliki anggapan keliru terhadap islam tentang seks hendaklah paham betul, demikianlah pandangan islam yang sesungguhnya tentang seks dan sikap islam yang jelas dan positif terhadap perkawinan.

Ketiga, perlu diketahui para suami bahwa hadis, “Dan pada berjimaknya salah seorang di antara kamu itu ada sedekahnya,” jangan sampai dijadikan sebagai alasan kecenderungan yang besar untuk memuaskan syahwat dan terus-menerus maenggauli istrinya, sehingga mengakibatkan mereka malas menjalankan tugas-tugas dakwah dan jihad fisabilillah. Karena islam, sesungguhnya menghendaki umat manusia yang kuat dan harmonis yang dapat melaksanakan setiap hak dalam kehidupan secara proporsional, tanpa harus melebihkan suatu hak diatas hak lainnya atau suatu kewajiban diatas kewajiban lainnya. Akan tetapi, jika kemasalahatan islam, jihad, dan dakwah berbenturan dengan kemaslahatan penghidupan, istri anak dan harta, maka seorang muslim harus melibihkan kemaslahatan jihad dan dakwah di atas kemasalahatan duniawi, keuntungan individual dan perasaan-parasaan nasab (keturunan), nasionalisme, serta kekeluargaan. Sebab, pembentukan masyarakat islam, pengokohan tiang-tiang negara Islam dan pengarahan dari kemanusiaan yang sesat kepada petunjuk islam adalah tujuan, sasaran dan harapan tertinggi menurut pandangan islam. Hal ini, tampak jelas di dalam sikap Rabi’i bin Amir ketika berhadapan dengan Rustrum di dalam perang suci. Ia berkata kepadanya: “Allah telah mengutus kita untuk membebaskan manusia dari penyembahan hamba-hamba, untuk menyembahan Allah, dari kesempatan dunia kepada kelapangannya dan dari kezaliman agam-agama kepada keadilan Islam.”

Berikut ini penyusun sajikan beberapa teladan para ulama salaf yang mendahulukan kepentingan Islam dan jihad di atas setiap kepentingan-kepentingan pribadi dan perasaan-perasaan kekeluargaan, misalny perasaan cenderung kepada keluarga dan istri.



  1. Sahabat yang mukmin, Hanzahalah bin Abu Amir, kawin dengan jamilah binti Ubay pada malam jumat. Pada pagi hari malam perkawinannya, seseorang berseru, “Mari kita berjihad.” Seger setelah mendengar seruan itu, Hanzhalah menggantungkan tali pedangnya di leher, mengenakan baju besi, dan menaiki kudanya, berangkat perang dalam perang uhud. Ketika perang mulai berlangsung, ia dengan gagah menghadapi musuh satu persatu. Kemudian saast tentara kaum muslimin bercerai-berai, Hanzhalah menyerang sendirian di tengah-tengah kaum musyrikin di Uhud sampai ia menemukan Abu Sufyan. Ketika ia menemukannya, ia menyerang dan memukul Abu Sufyan. Hanzhalah ingin menyembelihnya dengan pedang. Namun Abu Sufyan berteriak meminta pertolongan kepada orang-orang Quraisy. Suara itu di dengar oleh mereka, lalu mereka menyerang Hanzhalah dan memukulnya dengan sekali pukulan yang mematikan, sehingga ia mti syahid dengan rida Allah.

Nabi Saw. Diperhatikan oleh Allah mengenai alam gaib, lalu beliau bersabda kepada para sahabatnya: “Sesungguhnya aku telah melihat malaikat memanddikan Hanzhalah antara langit dan bumi dengan air awan di dalam piring besar yang terbuat dari perak.” (HR. Tirmidzi dan Imam Ahmad)

  1. Abddullah bin Abu Bakar r.a. kawin dengan Atikah binti Zaid yang sangat cantik, mempunyai ahlak baik dan budi yang tinggi. Sehinnga, membuatnya lalai terhadap berperangan dan jihad. Kemudian ayahnya memerintahkan untuk menceraikan istrinya seraya berkata kepada anaknya, “Sesungguhnya isrtimu itu telah membuatmu lalai terhadap berperangan.

Ayahnya merasa iba mendengernya lalu memerintahkan untuk merujuknya kembali. Abdullah pun merujuknya. Setelah itu, ia berangkat berperang bersama Nabi Saw. Di Tha’if. Da sana ia terkena panah dan mati di Madinah.

  1. Thabrani dan Ibnu Ishaq meriwayatkan, bahwa Abu Khaitsamah kembali ke tengah-tengah keluarganya pada hari yang panas setelah melakukan perjalanan bersama Rasullah Saw. Ia mendapatkan kedua istrinya di dalam kemah di kebunnya, menyediakan air dingin dan makanan unt. Ketika ia masuk, ia berhenti dan berdiri di muka pintu. Ia berkata, “Rasullah Saw. Berada di bawah matahari, keanginan dan kepanasan, sedangkan Abu Khaitsamah berada dalam kesejukan, menghadapi makanan yang tersedia dan seorang istri yang cantik. Ini tidak adil.” Lalu katanya, “Demi Allah, aku tidak akan memasuki kemah salah seorand diantara kamu berdua, sebelum aku bertemu dengan Rasullsh Saw. Dan menyediakan bekal untuknya.” Kemudian ia mengambil untanya dan menaikinya lalu keluar untuk mencari Rasullh Saw. Sampai ia mendapatkanya ketika turun di Tabuk.

Sudah barang tentu, ketika umat islam dan para pemuda islam lebih mengutamakan kecintaan mereka kepada Allah, Rasullah Saw., jihad fi sabilillah dan dakwah dibanding kecintaan mereka kepada segala sesuatu yang mahal dan murah dalam kehidupan, maka Allah Swt. Akan memantapkan mereka dimuka bumi, menggantikan rasa takut dengan ketentraman, dan kelemahan dan kekuatan, sehingga dunia berada di bawah kekuasaan mereka. Jika tadak, maka nantikanlah siksa dan azab Allah yang akan menimpa. Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada kaum yang tidak menaati-Nya dan keluar dari hidayah dan jalan-Nya.

Disamping itu, kita jangan melupakan peranan wanita di dalam memikul kewajiban dakwah dan jihad. Islam juga telah membebaninya dengan tugas jihad, jika keadaan memaksa dan memuntutnya.

Pada masa Nabi dulu, kaum wanita muslim juga ikut ke medan jihad. Mereka menyertai kalian berperang dengan pedang melawan musuh, mengobati luka-luka, merawat orang-orang sakit, memindahkan para pahlawan yang gugur, dan membuat makanan.

Di bawah ini penulis sajikan beberapa fakta sejarah:



  1. Muslim meriwayatkan dari Rabi’ binti Mu’awwidz. Ia berkata, “Kami pernah mengikuti perang bersama Rasulullah Saw. Dan kami merawat orang-orang yang luka dan para pahlawan yang gugur di Madinah.”

  2. Dalam sebuah riwayat, Ummu Athiyaah Al-Anshari berkata, “Aku berperang bersama Rasulullah Saw. Sebanyak tujuh kali peperangan. Aku berada di belakang barisan mereka. Aku membuatkan makanan untuk mereka, mengobati orang-orang yang luka dan merawat orang-orang yang sakit.”

  3. Dalam Sirah Hisyam, diriwayatkan bahwa Ummu Sa’ad binti Sa’ad bin Rabi’ datang menghadap Ummu Ammarah, seraya berkata kepadanya, “Wahai bibiku, ceritakanlah beritamu di dalam perang Uhud kepadaku.” Ia berkata, “Di permulaan siang aku keluar dan aku melihat apa yang dilakukan oleh orang-orang, sementara aku membawa ceret berisi air. Terakhir aku sampai kepada Rasulullah Saw. Di tengah-tengah para sahabatnya dan kemenangan berada di tangan kaum muslimin. Ketika kaum muslimin terserang, aku mendekati Rasulullah Saw. Dan bangkit segera berperang, melindungi beliau dengan pedang, dan membidikkan panah, sehingga aku terluka.” Ibnu Hisyam meriwayatkan bahwa ketika Syafiyah binti Abdul Muthalib r.a.melihat seorang laki-laki Yahudi berkeliling di dalam benteng, ia mengencangkan pinggangnya lalu mengambil sepotong tongkat. Kemudian turun dari benteng dan memukulnya hingga lelaki Yahudi itu mati.

Allah berfirman: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah maha perkasa lagi maha bijaksana.” (QS. At-Taubah: 71)

Itulah beberapa pandangan islam terpenting yang harus sudah dipelajari oleh anak pada masa pra pubertas. Sehingga jika urusan lamarannya telah sempurna dan memasuki ambang perkawinan, berarti ia telah mengetahui bahwa hubungan seksual adalah salah satu sarana untuk merealisasikan suatu tujuan yang mulia. Yaitu mendirikan negara Islam. Setelah perkawinan, ia akan mempunyai keharmonisan untuk menjalankan hak dalam kehidupan secara proporsional, tanpa melalaikan satu pun tanggung jawab atau kewajiban.



  1. Hikmah Allah Mensyariatkan Perkawinan

Pada bagian pertama buku ini, di bawah judul perkawinan merupakan social interest, penulis telah memeparkan hikmah disyariatkannya perkawinan. Berikut ini, ada baiknya jika penyusun uraikan kembali secara ringkas manfaat terpenting yang akan di dapat oleh orang yang sudah kawin. Diantaranya adalah :

Pertama, memelihara keturunan Allah. Kedua, selamatkan masyarakat dari bahaya dekadensi moral. Ketiga, adanya interdependensi antara suami dan istri di dalam tanggung jawab keluarga. Keempat, selamatnya masyarakat dari berbagai penyakit dan bencana. Kelima, ketentraman rohani dan pskis. Keenam, menurunkan anak-anak muslim yang shaleh.

Ketika anak telah memahami hakikat-hakikat perkawinan ni, maka dengan segenap kemampuannya ia akan berusaha mencari jalan menuju perkawinan. Jika anda adalah orang yang mampu dari segi materi, maka hendaklah dengan sukarela anda ikut membantu dalam memudahkan sarana perkawinan untuk anak anda, guna menyelamatkannya dari berbagai gangguan kejiwaan dan khayalan-khayalan seksual yang menguasai akal dan pikiran yang menghambat pencapaian tujan dan belajarnya, serta untuk menyelamatkannya dar dekadensi moral yang merusak kesehatan dan menodai nama baiknya. Semua itu tidak akan tercapai, kecuali jika di satu segi ia dimudahkan untuk mendapatkan sarana perkawinan, dan di segi lain ia diberi uluran nafkah. Semua sikap yang menyepelekan dalam hal ini akan turut memojokkan anak anda yang masih muda kepada akibat yang paling fatal. Banyak kita mendengar berita tentang orang tua kaya yang bakhil untuk mengulurkan bantuan material dan spiritualnya kepada anak-anak. Mereka memandang bahwa anak-anak mereka itu telah mencapai usia yang tidak lagi wajib di beri nafkh dan bantuan. Jika mereka sadar bahwa harta kekayaan yang diulurkan itu termasuk salah satu faktor yang menyelamatkan anak-anak dari kegoncangan pikiran, kerusakan akhlak, dan kegelisahan jiwa, sudah barang tentu mereka tidak akan bakhil dan memudahkan sarana-sarana perkawinan. Mengapa ayah yang kaya bakhil kepada anaknya? Mengapa ia tidak memudahkan jalan perkawinan baginya? Apakah ia akan hidup kekal? Apakah harta yang membelitnya itu akan dibawa ke akhirat nanti? Sungguh, ia pasti akan mati. Ia akan diletakan dalam sebuah lubang kecil tanpa peralatan dan perhiasan. Lalu, hartanya akan diserahkan kepada ahli warisnya. Karenanya, ayah yang kaya hendaknya berbuat baikdengan hartanya, kemudian menafkahkan harta titipan Allah itu. Hendaklah ia memulai dengan memberikan nafkah kepada orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya, berusaha untuk memudahkan sarana-sarana perkawinan anaknya, lalu memperhatikan hadist Rasulullah Saw. : “Dinar yang engkau nafkahkan di jalan Allah, dinar yang engkau nafkahkan untuk memerdekakan hamba, dinar yang engkau sedekahkan kepada orang miskin dan dinar yang engkau nafkahkan kepada keluargamu, yang paling besar pahalanya adalah dinar yang engkau nafkahkan kepada keluargamu. “

Jika pendidik ingin mengetahui metode islam dalam memilih istri, lihatlah kembali uraian tentang perkawinan secara selektif, pada bagian pertama buku ini. Insya Allah, uraian yang panjang lebar dan lengkap akan anda dapatkan disana. Anda tidak akan memilih alternatif lain, selain memilihkan istr salehah untuk anak anda. Seorang istri yang baik apabila suami memandangnya, ia akan membuat gembira. Apabila suaminya memerintah, ia akan menaatinya. Apabila suami pergi, maka istri akan menjaga harta dan kehormatannya. Dan apabila dianugerahi anak ia akan berdoa pada Tuhannya : “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isti-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kam iman bagi orang-orang yang bertaqwa.”

Selanjutnya, penyusunan sajikan fase-fase yang harus dilalui oleh seorang mempelai lelaki pada malam perkawinan, sejak selesai pesta perkawinan sampai selesai melakukan hubungan seksual. Dengan bgitu diharapkan orang mengetahui bahwa islam, dengan syariatnya yang paripurna, telah mengajarkan segala sesuatu kedapa kita, sampai pada etika membawa pengantin wanita kepada pengantik laki-laki, termasuk pula dasar-dsar pergaulan suami istri. Fase-fase itu adalah :



Pertama, dianjurkan meletakkan tangan ke atas kepala pengantin wanita, membaca bassamalah dan mendoakannya. Kedua, kedua mempelai dianjurkan untuk salat dua rakaat dan berdoa kepada Allah Swt. Ketiga, suami dianjurkan untuk bersikap lemah lembut kepada istrinya dan menyuguhkan minuman atau makanan. Keempat, diantara tatakrama jimak, hendaknya kedua mempelai meninggalkan seluruh pakaiannya. Sebab, hal ini dapat memberikan keleluasan kepada badan, memudahkan kedua mempelai berbolak-balik, menambah kenikmatan dan memberikan kelembutan kepada istri. Kelima, bercanda, berpeluk-pelukan, dan bercium-ciuman sebelum suami menyetubuhi istrinya. Kedelapan, apabila suami ingin mengulangi jimak, maka ia dianjurkan untuk berwudu, karena wudu itu dapat membangkitkan semangat baru. Kesembilan, yang lebih utama bagi pasangan suami istri bersegera mandi setelah jimak. Jika keduanya merasa malas untuk mandi, maka dianjurkan berwudu sebelum tidur. Mandi itu merupakan keutamaan, karena apabila salah seorang diantara keduanya bangun dari tidurnya, ia bersegera melaksanakan salat fajar tanpa malas atau merasa kesulitan, terutama dimusim dingin. Kesepuluh, suami istri diperbolehkan mandi bersama dalam satu tempat. Juga diperbolehkan mandi bersama dalam keadaan telanjang, tetapi mengenakan tabir adalah lebih baik. Suami istri hendaknya berhati-hati terhadap larangan-larangan berikut ini :

Pertama, suami istri diharamkan memberitahukan praktis jimaknya kepada orang lain, baik dengan isyarat maupun dengan kata-kata yang jelas. “Orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat ialah laki-laki yang menggauli istrinya, dan istripun telah bargaul dengan suaminya, lalu laki-laki itu menyebarkan rahasia istrinya.”

Kedua, diharamkan bagi suami untuk menggauli istrinya di bagian dubur. Kesimpulannya bersenggama lewat dubur itu dapat membehayakan kesehatan jasmani, menghancurkan dasa-dasar keutamaan dan akhlak serta menyebabkan penyimpangan dan kelainan. Tentang gejala negatif ini, penulis telah bicarakan panjang lebar dalam membahas tanggung jawab pendidikan jasmani. Ketiga, dilarang bersenggama dengan istri, ketika sedang dalam keadaan haid atau nifas. Sedangkan diharamkannya menggauli wanita di waktu nifas, ditetapkan secara kias. Nifas dikiaskan kepada haid, karena ada kesamaan antara keduanya dalam illah dan sebab yang telah diterapkan secara ijmak. Pada pokok bahasan yang telah lalu penulis telah menerangkan bahwa suami diperbolehkan mencari kenikmatan dari istrinya di atas kainnya. Yaitu dari pusar ke atas dan dari lutut kebawah, di waktu haid dan nifas, sedangkan bagian yang berada di bawah kain di haramkan baginya. Hikmah diharamkannya ialah sebagai pengekangan nafsu dari hal-hal yang dilarang oleh syarak dan membahayakan fisik. Sebab, barang siapa mengembala di sekitar daerah berbahaya ia akan terkena bahaya itu. Dan seorang muslim hendaknya menjaga agama, kesehatan, dan menerapkan sikap taqwa dalam tingkah laku, tindakan, dan pergaulan.

Haid dan nifas itu dapat menimbulkan bahaya-bahaya sebagai berikut:



  1. Menimbulkan rasa nyeri pada alat kelamin wanita. Mungkin juga dapat menimbulkan beberapa peradangan dalam rahim, pada indung telur, yang mengakibatkan bahaya besar terhadap kesehatannya. Dan mungkin dapat menimbulkan kerusakan indung telur, sehingga mengakibatkan kemandulan.

  2. Masukanya kotran-kotoran haid ke dalam alat kelamin laki-laki. Terkadang pula dapat menimbulkan peradangan bernanah yang menyerupai kencing nanah. Hal itu bisa saja menjalar kedua biji pelir dan menimbulkan rasa nyeri pada keduanya, lalu mengakibatkan kemandulan. Terkadang laki-laki dapat terserang penyakit sypilis, jika benih-benihnya terdapat pada darah wanita.

Atas dasar ini, para dokter dewasa ini mengharuskan laki-laki untuk menjauhi istrinya pada masa-masa haid dan nifas, seperti telah diutarakan dalam al-quran: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, haid itu adalah suatu kotoran. Oleh sebeb itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid.” (QS.Al-Baqarah:222)

Bagi yang terlanjur menyetubuhi istrinya di waktu haid dan nifas, hendaklah ia bertobat, memohon ampun kepada Allah Swt. Ini adalah pendapat jumbur fuhaka.

Hal-hal yang pernah disarankan oleh para dokter, ahli ilmu pengetahuan, dan para spesialis bidang ini, antara lain:


  1. Hendaknya pada keseimbangan dalam memenuhi syahwat dan kehendak. Batas keseimbangan itu adalah dua kali dalam seminggu. Batas itu boleh ditambah atau dikurangi, sesuai dengan kebutuhan pihak laki-laki dan wanita, demi menjaga kesehatan. Tetapi, hendaknya tidak berlebihan. Sebab, terlalu banyak bersetubuh itu dapat mengakibatkan bahaya terhadap jasmani, kelemahan otak, kemalasan kerja, dan mengurangi sikap tanggung jawab.

  2. Sebelum bersenggama, hendaknya di dahului dengan cumbu rayu.

  3. Suami harus memilih waktu yang tepat untuk bersenggama. Sebab, wanita itu sangat sensitif. Apabila suami menggauli pada waktu yang tidak sesuai dengan sifat sensitif itu, seperti pada ketika istri sedang sakit atau letih, maka mungkin akan menimbulkan ketidak senangan dan kebencian. Bahkan akan mengakibatkan perceraian.

  4. Sebelum suami mengeluarkan zakar atau penis dari lubang vagina, terlebih dahulu ia harus memperhatikan kepuasaan. Hal ini telah penyusun terangkan dalam bahasan terdahulu.

  5. Bersenggama boleh dilakukan pada setiap bulan, waktu, hari dan jam, malam atau siang hari, kecuali pada waktu-waktu yang diharamkan oleh syarak, seperti dalam keadaan puasa, atau ketika wanita sedang haid dan nifas. Akan tetapi, disunahkan melakukan senggama pada hari dan malam jum’at.

  6. Istri hendaknya memperhatikan karakter suami dalam masalah berhias, kelemah lembutan dan bersenggama pada waktu-waktu tertentu. Tidak dihalalkan baginya berhenti bersenggama jika suami tidak merasa senang atau berpuasa tanpa izinnya.

Itulah beberapa pandangan terpenting tentang seks ditinjau dari kacamata islam. Dan itulah tatakrama terbaik dalam mengadakan hubungan seksual di tinjau dari sudut pandangan syariat islam. Oleh karena itu, kepada para pendidik penulis menghimbau supaya mengajarkan hal itu kepada anak-anak ketika mereka telah mencapai usia yang pantas untuk kawin. Sehingga ketika mereka sudah memasuki jenjang perkawinan mereka telah mengetahui cara-cara mengadakan hubungan seksual dan menyempurnakan perkawinan.

  1. Yüklə 295,9 Kb.

    Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©genderi.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

    Ana səhifə