Tanggung jawab pendidikan seksual


Pendidikan dengan Perhatian/ Pengawasan



Yüklə 295,9 Kb.
səhifə5/5
tarix20.10.2017
ölçüsü295,9 Kb.
#5696
1   2   3   4   5

Pendidikan dengan Perhatian/ Pengawasan

Yang dimaksud pendidikan dengan perhatian adalah senantiasa mencurahkan perhatian penuh dan mengikuti perkembangan aspek akidah dan moral anak, mengawasi dan memperhatikan kesiapan mental dan sosial, di samping selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan kemampuan ilmiahnya.

Islam, dengan keuniversalan prinsipnya dan peraturannya yang abadi, memerintah para bapak, ibu, dan pendidik, untuk memperhatikan dan senantiasa mengikuti serta mengawasi anak-anaknya dalam segala segi kehidupan dan pendidikan yang universal.

Sudah menjadi kesepakatan, bahwa memperhatikan dan mengawasi anak yang dilakukan oleh pendidik, adalah asas pendidikan yang paling utama. Mengingat anak akan senantiasa terletak dibawah perhatian dan pengawasan pendidikan jika pendidik selalu memperhatikan terhadap segala gerak-gerik, ucapan, perbuatan dan orientasinya. Jika melihat sesuatu yang baik, dihormati, maka doronglah sang anak untuk melakukannya. Dan jika melihat sesuatu yang jahat cegahlah mereka, berilah peringatan dan jelaskanlah akibat yang membinasakan dan membahayakan. Jika pendidik melalaikan anak didiknya, sudah barang tentu anak didik akan menyeleweng dan terjerumus ke jurang kehancuran dan kebinasaan.

Dibawah ini beberapa hadist sebagai contoh tentang perhatian dan pengawasan Rasulullah Saw :



  1. Perhatiannya dalam Pendidikan Sosial

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id Al Khudri r.a. bahwa Rasulullah Saw bersabda :

Artinya : “ Janganlah duduk-duduk di tepi jalanan! Para sahabat bertanya, apakah boleh jika kami duduk-duduk hanya untuk berbincang-bincang? Rasulullah Saw bersabda, jika memang kalian baru duduk-duduk disana, maka berikanlah hak jalan. ‘Mereka bertanya, ‘ Apakah hak jalan itu wahai Rasulullah? Rasulullah Saw bersabda, ‘Tundukkanlah pandangan, jangan mengganggu, membalas ucapan salam, memerintahkan untuk melaksanakan yang ma’ruf dan mencegah dari sesuatu yang mungkar.



  1. Perhatiannya dalam Memperingatkan yang Haram

Diriwayatkan oleh An-Nawawi dalam Riyadhush Shalihin dari Ibnu Abbas r.a :

Bahwa Rasulullah Saw. melihat sebentuk cincin dari emas yang terpasang pada salah satu jemari seorang laki-laki. Maka beliau melepas, mencampakkannya dan bersabda, ‘ salah seorang dari kalian sengaja mendekati bara api.’ Maka diletakkannya (cincin itu ) pada tangannya. Setelah Rasulullah Saw. meninggalkan orang itu, dikatakan kepada orang itu, ‘ Ambillah cincinmu dan manfaatkanlah ‘. Orang itu bertanya, ‘Tidak, demi Allah, aku tidak akan mengambilnya sama sekali, karena Rasulullah Saw telah mencampakkannya. “



  1. Perhatiannya dalam Mendidik Anak Kecil

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Umar bin Ibnu Abu Salamah r.a., ia berkata : “Dahulu ketika masih kecil, aku berada dalam pengawasan Rasulullah Saw. Pada suatu ketika tanganku bergerak hendak mengambil makanan, Rasulullah Saw. bersabda, ‘ Wahai anak, bacalah Basmalah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah apa yang ada didekatmu saja.

  1. Perhatiannya dalam Memberi Petunjuk kepada Kaum Dewasa

Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Baihaqi dari Abdullah bin Amir r.a. :

Pada suatu hari ibuku memanggilku, dan pada waktu itu Rasulullah Saw, sedang berada bersama kami. Ibuku berkata, ‘Mari sini, nanti aku beri.’ Rasulullah Saw.bertanya, ‘Apa yang hendak engkau berikan kepadanya? Ibuku berkata, ‘Saya hendak memberikan kurma kepadanya. Maka Rasulullah Saw bersabda, ‘Jika kamu tidak memberikan sesuatu kepadanya, maka engkau dicatat sebagai pendusta.”



  1. Perhatiannya dalam Pendidikan Moral

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Bakrah r.a :

Seorang laki-laki disebutkan dihadapan Rasulullah Saw. kemudian seseorang memujinya. Rasulullah Saw. bersabda, ‘Celakalah kamu! Kamu telah memotong leher sahabatmu.’ Rasulullah Saw. selalu mengulang perkataan tersebut. Kemudian bersabda, ‘ Jika salah seorang dari kalian terpaksa untuk memuji, maka hendaknya ia berkata : ‘Aku mengira begini dan begitu. Jika ia melihat bahwasanya ia memang demikian, dan perihalnya yang sebenarnya terserah Allah,dan janganlah seseorang disucikan atau dihormati melebihi Allah.”



  1. Perhatiannya dalam Pendidikan Spiritual

Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhan dari Nu’man bin Basyir r.a. bahwa ia dibawa ayahnya kepada Rasulullah dan ayahnya berkata :

Sesungguhnya aku telah memberi anakku seorang budak kepunyaanku. Rasulullah Saw. bertanya, ‘ Apakah semua anakmu kamu beri seperti ini? Ayahku berkata, Tidak, Maka Rasulullah Saw. bersabda, ‘tarik kembali pemberianmu itu.’ Dalam riwayat lain, Rasulullah Saw . bersabda, Apakah kamu melakukan ini dengan anak-anakmu semua? Ayahku berkata, tidak .’ Rasulullah Saw. bersabda, ‘Bertakwalah kamu kepada Allah dan berlaku adillah kepada anak-anakmu. ‘Maka ayahku pulang dan mengembalikan sedekahnya, dan para riwayat lain, Rasulullah Saw. bersabda, ‘ Maka janganlah kamu mempersaksikan kepadaku,maka sesungguhnya aku tidak memberi kesaksian atas perbuatan durhaka.



  1. Perhatiannya dalam Pendidikan Jasmani

Ketika Rasulullah Saw. melihat seseorang minum seperti minumnya unta, maka bersabdalah beliau, sebagaimana yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi : “Janganlah kalian minum sekaligus seperti minumnya unta. Tetapi minumlah dua dan tiga (teguk), dan bacalah bismillah ketika kalian hendak minum serta bacalah Alhamdulillah ketika kalian usai minum.”

  1. Perhatiannya dalam Pendidikan Dakwah Kepada Orang Lain dengan Lemah-lembut

Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhan dari Anas r.a., ia berkata :

Aku berjalan bersama Rasulullah Saw. Beliau mengenakan kain buatan Najran yang kasar, kemudian bertemu dengan Baduwi, dan ditariknya kain itu secara kasar, sehingga meninggalkan bekas pada leher (tengkuk) Rasulullah Saw. karena kerasnya tarikan Baduwi itu, kemudian Baduwi tersebut berkata, ‘ Wahai Muhammad, berikan padaku sebagian harta Allah yang ada padamu’. Rasulullah Saw, berpaling kepadanya dan tertawa, kemudian memerintahkan untuk diberikan kepadanya.”

Fenomena berupa perhatian dan pengawasan Rasulullah Saw. terhadap setiap individu didalam masyarakat, telah menggariskan kepada para pendidik suatu metode luhur dalam pendidikan, tata cara efektif dan berpengaruh dalam bimbingan. Karenanya, hendaknya mereka berusaha sekuat mungkin, mencurahkan segala perhatiannya untuk membahagiakan dan memperbaiki anak, termasuk meninggikan martabat mereka dari segi mental, spiritual dan moral.

Jika perhatian dan pengawasan yang nyata bisa memberikan hasil dan manfaat untuk orang dewasa, maka untuk anak kecil tentu akan lebih bermanfaat dan berguna. Sebab, anak kecil memiliki kecenderungan kepada kebaikan, kesiapan fitrah, kejernihan jiwa, yang tidak dimiliki kaum dewasa.

Berdasarkan asas dan pokok-pokok yang telah diletakkan oleh Rasulullah Saw. dalam memperhatikan dan mengawasi individu dalam masyarakat, wanita dalam umat dan anak dalam keluarga, maka wajib bagi para pendidik, ayah, ibu, dan para pengajar untuk menggerakkan semangat dan meningkatkan kemampuannya untuk melaksanakan tugas, memperhatikan dan mengawasi, dalam rangka mempersiapkan generasi muslim, membentuk masyarakat utama dan menciptakan negara islam.


  1. Perhatian Segi Keimanan Anak

Para pendidik hendaknya memperhatikan apa yang dipelajari anak mengenai prinsip, pemikiran dan keyakinan yang diberikan oleh para pembimbing dalam pengarahan dan pengajarannya, baik di sekolah atau diluar sekolah.

Para pendidik hendaknya memperhatikan apa yang dibaca anak, buku, majalah, dan brosur-brosur. Disamping itu para pendidik hendaknya memperhatikan partai dan organisasi yang menjadi ajang aktivitas anak. Jika ternyata organisasi atheis dalam prinsip dan pengarahannya, tujuan dan orientasiya, maka segeralah pendidik melarang dan meningkatkan pengawasannya.



  1. Perhatian Segi Moral Anak

Para pendidik hendaknya memperhatikan sifat kejujuran anak. Jika ketahuan bahwa anak suka berdusta dalam ucapan dan janjinya, mempermainkan kata-kata dan ucapan, tampil dalam masyarakat dengan penampilan munafik dan pendusta, maka pendidik harus segera menangani persoalan yang ia perbuat.

Memperhatikan sifat amanat anak juga harus dilakukan oleh para pendidik. Para pendidik pun harus memperhatikan sifat menjaga lisan pada anak. Para pendidik juga harus menerangkan kepadanya dengan tata cara yang menarik mengenai sifat-sifat anak yang berbudi luhur dan keutamaan manusia berakhlak mulia. Dengan begitu, diharapkan sang anak tertarik untuk menjadi orang yang berjiwa luhur dan berakhlak mulia.

Masalah terpenting yang harus diperhatikan para pendidik dalam upaya menjaga lisan anak didiknya adalah menjauhkannya dari teman-teman yang berperangai buruk. Pendidik hendaknnya juga memperhatikan gejala kejiwaan dan kehendak anak. Karenanya, memberikan perhatian dan memperhatikan adalah masalah terpenting dalam mengungkapkan hakikat yang terselubung dalam diri anak, dan menyingkap tabir yang menutup perbuatan anak berupa kejahatan, dan apa yang dilakukan berupa kemungkaran.


  1. Perhatian Segi Mental dan Intelektual Anak

Pendidik hendaknya memperhatikan anak, apakah ia mempelajari hal-hal yang fardu ain. Begitu pula pendidik jangan sampai melupakan prasarana dan metode yang mendukung kemajuan anak dalam upaya mencapai ilmu pengetahuan yang dipelajarinya secara spesifik.

Pendidik harus pula memperhatikan kesadaran berpikir anak ditinjau dari segi hubungannya dengan islam sebagai agama dan daulah, dengan Al-Quran sebagai sumber syariat, Rasulullah Saw. sebagai imam dan teladan, sejarah islam sebagai kebanggaan dan kemuliaan, kultur islam dengan mental spiritual, gerakan dakwah dengan pembelaan dan semangat.

Karenanya, kesadaran berpikir adalah sangat penting, yang mempunyai pengaruh sangat besar dalam mengokohkan akidah islam, dan membentuk muslim yang hakiki.

Para pendidik juga perlu memperhatikan kesehatan akal anak. Hal itu bisa dilakukan dengan jalan menjauhkan anak dari segala bentuk yang merusak kesehatannya, melarang agar tidak mendekati hal-hal yang merusak, dan menjelaskan bahaya terhadap jasmani, akal dan jiwa.

Disamping itu, diharapkan pendidik memperhatikan (mengawasi) agar anak jangan sampai melihat dan menyaksikan pornografis, baik dalam film, televisi, atau gambar-gambar cabul (telanjang) karena bisa mengakibatkan terhentinya fungsi akal.


  1. Perhatian Segi Jasmani Anak

Pemberian nafkah yang wajib juga harus diperhatikan oleh para pendidik. Misalnya, makanan yang memadai, tempat tinggal yang sehat, pakaian yang pantas, sehingga jasmani tidak mudah terkena penyakit. Dengan kata lain, pendidik hendaknya memperhatikan dasar-dasar kesehatan yang diperintahkan islam dalam hal makan, minum dan tidur.

Pendidik, lebih-lebih sang ibu harus memperhatikan jenis-jenis penyakit menular, ketika salah seorang anaknya terkena penyakit itu, yakni dengan cara memisahkan anak dari anak-anak yang lain, sehingga penyakit tidak menular dan tidak terus berjangkit.

Para pendidik juga diharapkan selalu memperhatikan kebiasaan anak berolahraga, berlatih menunggang kuda, permainan-permainan yang memperkokoh kekuatan badan dan meningkatkan keperkasaan, serta melarang agar tidak tenggelam dalam kesenangan, agar anak tumbuh dalam kekuatan jasmani, kekuatan kehendak, dan penuh kesiapan.

Hendaknya pula pendidik memperhatikan setiap gejala yang membahayakan jasmani dan menimbulkan penyakit. Misalnya minuman yang memabukkan dan obat bius.

Para pendidik diharapkan selalu memperhatikan kebiasaan anak berolah raga, berlatih menunggang kuda, permainan-permainan yang memperkokoh kekuatan badan dan meningkatkan keperkasaan. Hendaknya pula pendidik memperhatikan setiap gejala yang menimbulkan penyakit. Misalnya, minuman yang memabukkan dan obat bius, gejala merokok, gejala mastrubasi, gejala berzina, dan homoseks. Sebab, ini semua dapat menimbulkan radang paru-paru, kanker, dan penyakit lainnya. Ketika telah dijumpai penyakit mulai tampak pada diri anak, hendaknya di obati. Sesuai dengan yang di riwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dan Nasa’i: “Wahai hamba-hamba Allah, berobatlah kalian, karena sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidaklah hendak menciptakan penyakit kecuali Dia menciptakan obatnya.”

Dengan menjalankan semuapetunjuk diatas, berarti sang pendidik telah memenuhi perintah Islam baik dalam segi pengawasan, mencari kesembuhan maupun penjagaan diri sesuai petunjuk kesehatan dan kedokteran.



  1. Perhatian Segi Kejiwaan Anak

Jika dijumpai anak memiliki rasa malu, rendah diri, bahkan tidak berani menghadapi orang lain, hendaknya pendidik menumbuhkan keberanian, memberikan pengertian, kematangan berpikir, dan rasa sosialnya. Usahakan agar anak mampu menghadapi kehidupan dengan segala bentuk persoalan dan bahayanya dengan jiwa yang tulus, dengan muka yang berseri. Merupakan kewajiban sang ibu khususnya, untuk tidak menakut-nakuti anaknya dengan bayangan, kegelapan malam atau makhluk-makhluk aneh, dan menyebutkan jin dan ifrit (setan) agar sang anak tidak terbiasa takut.

Gejala merasa kurang juga harus diperhatikan, jika dijumpai pada diri anak sebagian perasaan ini. karenanya, hendaknya pendidik segera memperbaikinya secara bijaksana dengan nasehat yang baik, dan menghilangkan sebab-sebab yang mengakibatkannya. Jika sebabnya adalah penghinaan dan merendahkan diri, maka pendidik harus memanggil anak dengan panggilan yang baik dan pembicaraan yang menyenangkan. Jika sebabnya adalah pemanjaan yang berlebihan, maka pendidik harus memperlakukannya sesuai dengan pendidikan memberi pengajaran, hukuman, dan berlembut hati.

Jika sebabnya adalah kefakiran, maka pendidik hendaknya meniupkan semangat sabar dan tabah, bersandar pada diri dalam membangun kepribadian. Dorong agar anak tersebut mampu menguak jalannya dan merealisasikan apa yang dicapai oleh orang-orang besar, terkemuka, dan orang-orang kaya. Jika sebabnya adalah iri dan dengki, pendidik hendaknya memperbaikinya dengan mencintai anak, menerapkan keadilan terhadap saudara-saudaranya yang lain, dan menghilangkan segala bentuk penyebab timbulnya perasaan itu.

Pendidik juga hendaknya memperhatikan gejala marah. Jika pendidik menjumpai anak marah karena suatu sebab yang remeh, segeralah menghilangkan gejala tersebut dengan menghilangkan sebab-sebab yang mengakibatkannya:

Jika sebabnya adalah penyakit, maka segeralah pendidik mengobati ke dokter ahli. Jika sebabnya adalah lapar, segeralah pendidik memberikan makan pada waktu tertentu. Jika sebabnya adalah kecaman tanpa alasan yang benar, maka pendidik harus menjaga lisannya dari kata-kata penghinaan. Jika sebabnya adalah manja dan keisengan, hendaknya diperlakukan biasa, dan membiasakan hidup susah,

Bagi para pendidik, hendaknya mengambil kaidah-kaidah islam dalam menenagkan marah, dan mengajarkan kepada anak-anak sehingga mereka dapat menenangkan marah dan mengendorkan urat syarafnya ketika tegang.



  1. Perhatian Segi Sosial Anak

Pendidik hendaknya memperhatikan anak, apakah anak menunaikan hak orang lain atau tidak. Jika dijumpai bahwa anak melalaikan hak dirinya sendiri, hak ibunya, hak saudaranya dan kerabatnya, maka pendidik hendaknya menjelaskan keburukan dan akibat dari sikapnya itu. Sehingga, diharapkan ia bisa mengerti, mendengar, sadar dan tidak melalaikan hak orang lain, memperhatikan tata susila dan tidak meremehkan tanggung jawab. Tidak diragukan, bahwa pengawasan yang ketat, perhatian yang terus menerus, dan peringatan, mengakibatkan sang anak menjadi manusia berbudi luhur, berjiwa besar, menunaikan hak setiap yang berhak dalam kehidupan tanpa mempermudah atau meremehkan. Demikian pula pendidik hendaknya memperhatikan etika sosial anak.

Ketika dijumpai anak kurang sopan dalam cara makan, mengucapkan salam, dalam bercanda, berbicara, atau etika sosial lainnya, maka hendaknya pendidik berusaha semaksimal mungkin untuk mendidik anaknya dengan akhlak islam, membiasakannya dengan kebiasaan utama dan berperilaku terhormat.

Demikianlah upaya pendidik dalam menanamkan pokok-pokok kejiwaan, seperti iman, taqwa, dan mawas diri. Juga menanamkan kedalam hati anak yang suci perasaan mendahulukan orang lain, kecintaan, lemah lembut dan kemurnian jiwa. Sehingga, jika elah dewasa dan baligh, ia akan menunaikan hak Allah, hak diri sendirinya, hak para hamba-Nya yang lain, dan menjadi manusia yang seutuhnya, bijaksana, dihormati, dan dimuliakan orang lain.


  1. Perhatian Segi Spiritual Anak

Pendidik hendaknya memperhatikan anak dari segi muraqabah (mawas diri) kepada Allah Swt. Yakni dengan menjadikan anak merasa bahwa Allah selamanya mendengar bisikan dan pembicaraannya, mengetahui pengkhianatan mata dan apa yang disembunyikan hati, itu semua tidak dapat dilaksanakan kecuali dengan memberi petunjuk, iman kepada Allah dan kekuasaan-Nya serta ciptaan-Nya yang menakjubkan. Dengan dmikian jika sang anak melakukan sesuatu perbuatan, akan mempunyai keyakinan bahwa Allah memperhatikannya.

Pendidik hendaknya juga memperhatikan aspek khusyuk, taqwa dan ‘ubudiyah kepada Allah. Yakni denngan membuka penglihatan anak terhadap keagungan Allah secara universal, masalah kecil atau besar, benda-benda mati atau hidup, dan jutaa cipaan Allah yang menakjubkan. Karenanya, hati akan menghadapi semua ini secara khusyuk terhadap keagungan Allah. Jiwa manusia berupaya menghadapi semua ini dengan perasaan taqwa kepada Allah dan beribadah kepada-Nya. Bahkan pada waktu itu ia mendapatkan kenikmatan taat, serta kelezaan ibadah kepada Allah.

Di antara faktor yang membuat anak khusyuk dan mengkokhkan hakikat taqwa adalah latihan untuk khusyuk dalam melaksanakan shalat ketika sang anak masih dalam usia mumayyiz, bersedih dan menangis ketika mendengan kumandang ayat suci Al-Quran. Kebiasaan ini, jika terus menerus dilakukan anak, ia akan menjadi orang-orang Rabbani yang tidak mengkhawatirkan dan tidak mengecewakan. Bahkan ia termasuk golongan orang-orang shaleh.

Pndidik juga harus memperhatikan segi pelaksanaan ibadah anak, yaitu dengan memerintah mengerjakan perintah shalat sejak usia tujuh tahun. Begitu pula membiasakan mengeluarkan infak di jalan Allah meski hanya beberapa rupiah. Dalam setiap kesempatan ia terbiasakan megeluarkan kewajiban zakat pada usia mukalaf, dan menurut pandangan kaum muslimin diakui sebagai orang bertanggung jawab. Dengan ni semua, pendidik hendaknya menyertakan anak-anak dalam majelis-majelis ibadah dan dzikir, menghadiri majelis-majelis taklim, menyediakan pengajar khusus tentang bacaan Al-Quran dan penafsirannya, serta mendengarkan perkataan-perkataan para ulama yang tulus. Sehingga jiwa anak jernih dengan ibadah, dengan zikir kepada Allah. Perasaannya bergetar ketika mendengar kisah orang-orang arif dan saleh, atau saat mendengar sejarah para sahabat Rasulullah Saw.

Demikianlah metode islam dalam pendidikan dengan pengawasan. Metode tersebut, seperti yang kita lihat, adalah metode yang lurus. Jika diterapkan, maa anak kita akan menjadi penyejuk hati, menjadi anggota masyarakat yang saleh, bermanfaat bagi umat islam. Karenanya, hendaklah kita senantiasa memperhatikan dan mengawasi anak-anak dengan sepenuh hati, pikiran, dan perhatian. Dengan begitu anak kita akan menjadi seorang mukmin yang bertaqwa, disegani, dihormati, dan terpuji. Ini semua tidak mustahil jika ia diberi pendidikan yang baik, dan kita berikan sepenuhnya hak serta tanggung jawab kita kepadanya.


  1. Pendidikan dengan Hukuman

Syariat islam yang lurus dan adil serta prinsip-prinsipnya yang univesal, dalam hal ini para imam mujtahid dan ulama ushul fiqh menggaris bawahinya pada lima perkara. Mereka menanamkannya sebagai adh-dharurriyat al-khams (lima keharusan) atau kulliyyat al-khams. Yakni, menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga kehormatan, menjaga akal dan menjaga harta benda.

Untuk memelihara masalah tersebut, syariat telah meletakkan berbagai hukuman yang mencegah, bahkan bagi setiap pelanggaran dan perusak kehormatannya akan merasakan kepedihan. Hukuman-hukuman ini dikenal dalam syariat sebagai hudud dan ta’zir.

Yang dimaksud dengan hudud adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syariat yang wajib dilaksanakan karena Allah, yaitu:


  1. Had bagi yang keluar dari ilam (murtad) adalah dibunuh. Jika ia tetap meninggalkan islan dan tidak menerima perintah bertobat. Jika sudah dibunuh, tidak dimandikan, tidak dikafani, tidak disalatkan, dan tidak dikubur dipekuburan orang-orang islam.

  2. Had bagi pembunuh adalah dibunuh, jika ia mebunuh dengan sengaja.

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita.”

  1. Had bagi pencuri adalah dipotong tangannya dari pergelangan, jika mencuri bukan karena kebutuhannya yang mendesak.

  2. Had menuduh orang lain barbuat zina (qadzaf) adalah dicambuk sebanyak delapan puluh kali, dan tidak diterima persaksiannya. Sebagaimana firman Allah:

Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang fasik.” (QS. An-Nuur:4).

  1. Had zina : dicambuk sebanyak seratus kali cambukan, jika Ia belum kawin, dan dirajam hingga mati jika ia sudah kawin. Dicambuk seratus kali sesuai dengan perintah Allah

perempuan yang berzina dan laki-alki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera.” (QS. An-Nuur: 2)

Menurut Imam Syafi’I wajib diasingkan selama setahun, baik bagi pezina laki-laki atau perempuan tanpa ada perbedaan, sebagaimana disebutkan daam sunah. Imam Abu Hanifah berpendapat, bahwa pengasingan selama setahuntidak wajib. Baginya, pengasingan itu adalah sebagai siasah syariah, jika imam (pemimpin) berpendapat demikian. Adapun dirajam hingga mati adalah seperti yang tercantum dalam hadits Maiz bin Malik, dan perempuan dari Ghamidi. Rasulullah Saw menyuruh untuk dirajam, karena orang tersebut telah menikah.



  1. Had membuat kerusakan di muka bumi: dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kakinya secara bersilangan, atau diasingkan secara bersilang, atau diasingkan. Menurut jumhur fukaha –diantaranya Imam Syafi’i dan Imam ahmad- bahwa perampok jalanan (penyamun) jika membunuh dan mengambil harta, mereka dibunuh dan tidak disalib, tangan dan kaki mereka dipotog secara bersilangan. Jike menakut-nakuti orang yang melakukan perjalanan dan tidak mengambil harta, mereka diasingkan dari negerinya. Pendapat ini hampir sama dengan pendapat Ab Hanifah. Sebagian mereka berkata bahwa imam (pemimpin) mempunyai kebebasan untuk memilih hukuman yang sesuai dengan pendapatnya sebagai pelajaran bagi orang lain, dan sebagai pelajaran bagi orang lain. Dan sbagai jalan untuk mencapai untuk mencapai ketentraman.

  2. Had meminum khamar miuman yang memabukkan adalah dicambuk antara empat puluh hingga delapan puluh kali.

Ta’zir adalah hukuman yang tidak ditentukan oleh Allah untuk setiap perbuatan maksiat yag di dalamnya tidak terdapat had atau kafarah. Sebagaimana hudud, ta’zir bertujuan untuk memberi pelajaran untuk orang lain, demi kemaslahatan umat. Karena hukuman ta’zir ini tidak ditentukan, maka pemimpin hendaknya memperkirakan hkuman yang sesuai dengan pendapatnya, baik kecaman, pukulan, penjara, atau dengan merampas haknya. Hanya saja jangan sampai mencari kadar had.

Sudah menjadi kesepakatan, bahwa islam mensyariatkan, bahwa islam mensyariatkan hukuman ini, hudud dan ta’zir adalah untuk merealisasikan kehidupan yang tenang, penuh kedamaian, dan ketentraman. Karenanya tidak ada kezaliman, penindasan si kuat terhadap si lemah, si kaya tidak sewenang-wenang terhadap si miskin. Semuanya sama dihadapan kebenaran, tidak ada keutamaan bagi bangsa Arab, atau non Arab, tidak bagi kulit putih atas bagi hitam, kecuali dengan taqwa.

Hukuman bagaimanapun bentuknya, baik hukuman qishash maupun ta’zir, semuanya itu adalah cara yang tegas dan tepat untuk memperbaiki umat dan mengokohkan pilar-pilar keamanan serta ketentraman dalam kehidupan umat manusia.

Ketika Allah Swt. Menerapkan hukuman kepada hamba-hamba-Nya, maka sudah barang tentu Ia lebi mengetahui mengenai apa yang diterapkan kepada mereka. Jika tidak mengetahui bahwa hukuman itu dapat merelalisasikan keamanan individu atau ketentraman masyarakat, maka Dia tidak akan mensyariatkan hudud.

Penerapan para khalifah terhadap peraturan hukuman islam dalam beberapa kurun waktu merupakan bukti nyta tercegahnya tindakan kriminal dari masyarakat islami.

Hukuman ta’zir itu berbeda-beda, sesai dengan usia, kultur,dan kedudukannya. Sebagian orang cukup dengan diberi nasehat yang lembut. Sebagian lagi cukup dengan diberi kecaman, dan sebagian lain tidak cukup hanya dengan tongkat, dan sebagian lain tidak juga meninggalkan kejahatan kecuali dengan kurungan. Demikian pula hukuman yang diterapkan para pendidik di rumah atau sekolah berbeda-beda dari segi jumlah dan tata caranya, tidak sama dengan hukuman yang diberikan kepada orang-orang umum. Di bawah ini metode yang dipakai islam dalam upaya memberikan hukuman kepada anak:



  1. Lemah lembut dan kasih sayang adalah dasar pembenahan anak

Anak mendapat prioritas tersendiri dengan arahan nabawi ini kepada kelompok mereka yang harus mendapatkan pemeliharaan, kelemahlembutan, dan kasih sayang. Yang menguatkan bahwa muamalah dengan kasih sayang dan lemah lembut sebagai dasar adalah sikap kasih sayang Rasulullah Saw terhadap anak-aak.

  1. Menjaga tabiat anak yang salah dalam menggunakan hukuman.

Pendidik hendaknya bijaksana dalam menggunakan cara hukuman yang sesuai, tidak bertentangan dengan tingkat kecerdasan anak, pendidikan, dan pembawaanya. Di samping itu, hendaknya ia tidak segera menggunakan hukuman, kecuali setelah menggunakan cara-cara lain. Hukuman adalah cara yang paling akhir.

  1. Dalam upaya pembenahan, hendaknya dilakukan secara bertahap, dari yang paling ringan hingga yang paling keras.

Baru saja dibahas, bahwa pendidikan dengan menggunakan hukuman adalah cara yang paling akhir. Ini berarti bahwa di sana terdapat beberapa cara dalam memperbaiki dan mendidik. Semuanya harus dipakai oleh pendidik, sebelum menggunakan pukulan yang mungkin dapat memberikan hasil dalam meluruskan kebengkokan anak, meningkatkan derajat moral dan sosialnya dan membentuk manusia seutuhnya. Jika pendidik, tidak boleh menyelesaikan problematika anak-anak dalam meluruskan kebengkokannya, umpamanya hanya mencela. Sebab, kemungkinan bagi sebagian anak malah akan menambah penyimpangan dan kenakalannya. Ini berarti pendidik harus memperlakukan anak dengan perlakuan yang sesuai dengan tabiat dan pembawaannya serta mencari faktor yang menyebabkan kesalahan. Hal ini membantu pendidik dalam upaya menyingkap sebab penyimpangan anak, agar ditemukan cara terbaik untuk memperbaikinya.

Adapun metode yang di berikan Rasulullah Saw. Tersebut adalah:



  1. Menunjukkan kesalahan dengan pengarahan.

Misalnya dengan memberikan nasehat yang baik, pengarahan yang membekas, ringkas dan jelas.

  1. Menunjukkan kesalahan dengan ramah tamah.

Rasulullah Saw. Ingin mengajari anak mengenai bagaimana bersopan santu kepada orang dewasa (orang tua) dalam mendahulukan mereka mereka untuk mendapatkan minuman dengan mengorbankan haknya. Dan ini adalah yang terbaik.

  1. Menunjukkan kesalahan dengan memberi isyarat.

Rasulullah Saw memperbaiki kesalahan melihat wanita bukan muhrim dengan memalingkan wajah ke arah lain.

  1. Menunjukkan kesalahan dengan kecaman.

Rasulllah Saw memperbaiki kesalahan Abu Dzar ketika mencaci seseorang dengan menyebutnya ‘anak wanita hitam’. Rasulullah Saw mengecam dengan sabdanya, “Wahai Abu Dzaar, sesungguhnya kamu masih berperilaku Jahiliyah.” Kemudian memberikannya nasehat yang sesuai dengan situasi dan pengarahan yang sesuai dengan keadaan.

  1. Menunjukkan kesalahan dengan memutuskan hubungan (memboikotnya).

Rasulullah Saw dan para sahabat memberi hukuman dengan meninggalkan dan memboikot hubungan dalam upaya memperbaiki kesalahan, meluruskan yang bengkok, sehingga yang menyimpang kembali kepada jalan yang benar.

  1. Menunjukkan kesalahan dengan memukul.

Hukuman dengan memukul adalah al yang diterapkan oleh islam. Dan ini dilakukan pada tahap terakhir, setelah nasehat dan meninggalkannya. Tata cara yang tertib ini menunjukkan bahwa pendidik tidak boleh menggunakan yang lebih keras jika yang lebih ringan sudah bermanfaat. Sebab, pukulan adalah hukuman yang paling berat, tidak boleh menggunakannya kecuali jika dengan jalan lain sudah tidak bisa.

  1. Menunjukkan kesalahan dengan memberikan hukuman yang membuat jera.

Hukuman, jika dilaksanakan dihadapan orang banyak, disaksikan anggota masyarakat, akan merupakan pelajaran yang sangat kuat pengaruhnya. Sebab, beberapa orang yang menyksikannya, akan menggambarkan bahwa hukuman yang menimpa mereka itu pasti pedih. Seolah-olah hukuman itu mengenai diri yang melihat. Dengan demikian mereka akan takut hukuman itu menimpa dirinya, sebagaimana menimpa terhukum yang sempat disaksikan.

Bertumpu pada metode yang telah digariskan oleh Rasulullah Saw, pendidik dapat memilih metode yng paling sesuai untuk mendidik anak, yang dapat memperbaiki penyimpangannya. Maka ketika itu hendaknya secara bertahap beralih kepada yang lebih keras sperti memukul. Adapun persyaratan memberikan hukuman pukulan adalah sebagai berikut:



  1. Pedidik tidak terburu-buru menggunakan metode pukulan, kecuali setelah menggunakan semua metode lemah lembut, yang mendidik dan membuat jera.

  2. Pendidik tidak memukul ketika dalam keadaan sangat marah, karena dikhawatirkan menimbulkan bahaya terhadap anak.

  3. Ketika memukul, hendaknya menghindari anggota badan yang peka, seperti kepala, muka, dada dan perut berdasarkan perintah Rasulullah.

  4. Pukulan untuk hukuman, hndaknya tidak terlalu keras dan tidak menyakiti pada kedua tangan dan kaki dengan tongkat yang tidak besar. Demikian pula pukulan berkisar antara satu hingga tiga kali pada anak dibawah umur. Dan jika pada orang dewasa, setelah tiga pukulan tidak membuatnya jera, maka boleh ditambah hingga sepuluh kali.

  5. Tidak memukul anak, sebelum ia berusia sepuluh tahun. Sebagaimana perintah Rasulullah Saw : “Suruhlah anak-anakmu mengerjakan salat, ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukul lah mereka jika melalaikannya, ketika mereka sudah berusia sepuluh tahun.”

  6. Jika kesalahan anak adalah untuk pertama kalinya, hendaknya ia diberi kesempatan untuk betobat dari perbuatan yang telah dilakukan, memberi kesempatan untuk meminta maaf, tanpa memberikan hukuman, tetapi mengambil janji untuk tidak mengulangi kesalahannya itu.

  7. Pendidik hendaknya memukul anak dengan tangannya sendiri, dan tidak menyerahkan kepada saudara-saudaranya, atau teman-temannya. Sehingga tidak timbul api kebencian diantara mereka.

Dari sini jelas bahwa pendidika islam telah memberikan perhatian besar terhadap hukuman, baik hukuman spiritual maupun material. Hukuman ini telah diberi batasan dan persyaratan, dan pendidik tidak boleh melanggar. Sangat bijaksana jika pendidik meletakkan hukuman pada proporsi yang sebenarnya, seperti juga meletakkan sikap ramah tamah dan lemah lembut, pada tempat yang sesuai.

Kesimpulan

Sesungguhnya pendidik tidak boleh melalaikan metode yang efektif dalam membuat anak jera. Metode-metode yang telah kita terangkan adalah metode-metode terpenting dalam membuat anak jera. Disini pendidik harus berlaku bijaksana dalam memilih dan memaknai metode yang paling sesuai.

Tidak diragukan lagi, bahwa metode-metode ini adalah bertingkat ssuai dengan tingkatan anak dalam kecerdasan, kultur, kepekaan dan pembawaannya. Di antara mereka ada yang cukup dengan isyarat dari kejauhan, yang menggetarkan hatinya. Ada yang tidak jera, kecuali dengan pandangan cemberut dan marah yang terus terang. Di antara mereka ada pula yang cukup dengan ancaman siksaan yang akan dilaksanakan kemudian. Sebagian ada yang sesuai dengan ditinggalkan, tidak digauli atau diajak bicara. Ada yang dapat berubah dengan kecaman. Sebagian lagi, hanya dapat diubah dengan mengayunkan tongkat di hadapannya. Bahkan ada yang tidak mempan dengan cara-cara tersebut, sehingga mereka harus merasakan hukuman yang mengenai badannya agar menjadi lurus.

Islam mengisyaratkan hukuman ini, dan menganjurkan kepada pendidik untuk menggunakannya. Disini pendidik untuk menggunakan kecerdasan dan kebijaksanaan dalam memilih dan memakai metode yang paling sesuai, sehingga merealisasikan kemaslahatan anak. Dan Allah jualah yang menentukan segalanya.

Demikianlah berbagai metode pendidikan yang berpengaruh dan memberikan bekas pada anak. metode-metode tersebut, seperti telah diketajui metode-metode esensial, praktis, dan efektif. Jika dapat dilaksanakan dengan segala batasan dan persyaratannya, maka tidak diragukan lagi anak akan menjadi manusia yang berarti, dihormati, dikenal di antara kaumnya sebagai orang yang bertaqwa, ahli beribadah, dan ihsan.

Kiranya sangat keliru jika orang menyangka, bahwa pendidikan dalam islam tidak berdasarkan pada metode-metode ini, kecuali pendidikan Rabbani, seperti pendidikan para Nabi. Ia senantiasa berada dalam pengawasan Allah Ta’ala, diciptakan oleh-Nya, yang tidak mungkin ada kekurangan dan kesalahan sedikt pun.

Akan halnya pendidikan negara terhadap umat, pendidikan para ahli terhadap masyarakat, pendidikan ibu bapak terhadap keluarga, semua terikat dengan sebab-sebab edukatif dan metode-metode pengarahan. Jika orang-orang yang berkepentingan mengambil dan berjalan pada jalannya, maka umat akan menjadi baik, keluarga menjadi lurus, setiap individu mempunyai petunjuk, masyarakat akan sampai pada puncak kebahagiaan, kesenangan, dan ketentraman. Kita pun sudah mellihat berbagai metode yang digambrakan karakteristiknya oleh islam dalam upaya mendidik anak dari segi iman, spiritual dan moralnya.

Pendidikan dengan cara memberi teladan yang baik, membuat anak akan mendapatkan sifat-sifat yang utama, akhlak yang sempurna, meningkatkan pada keutamaan dan kehormatan. Tanpa teladan yang baik, pengajaran dan nasehat, maka pendidikan tidak akan berguna.

Pendidikan dengan kebiasaan, akan menjadikan anak berada dalam pembentukan edukatif dan sampai pada hasil-hasil yang memuaskan. Sebab, ini semua bersandarkan pada metode memperhatikan dan mengawasi, berdasarkan bujukan dan ancaman, bertitik tolak dari bmbingan dan pengarahan. Tanpa ini, pedidik akan seperti orang yang menegakan benang basah dan mngukir langit.

Dengan pemberian nasehat, anak akan terpengaruh oleh kata-kata yang memberi petunjuk, nasehat yang memberi bimbingan, kisah yang efektif, dialog yang menarik hati, metode yang bijaksana dan pengarahan yang membekas. Anpa ini, tak akan tergerak perasaan anak, tidak akan bergerak hati dan emosinya, sehingga pendidikan akan menjadi kering, tipis harapan untuk mmeperbaikinya.

Dengan perhatian (pengawasan), anak akan menjadi baik, jiwanya akan luhur, budi pekertinya akan mulia, akan menjadi anggota masyarakat yang berguna. Dan tanpa ini, anak akan terjerembab pada kebiasaan yang hina dan di masyarakat ia akan menjadi sampah.

Dengan memberi hukuman, anak akan jera, dan berhenti dari berperilaku buruk. Ia akan mempunyai perasaan dan kepekaan yang menolak mengikuti hawa nafsunya untuk mengerjakan hal-hal yang diharamkan. Tanpa ini, anak akan terus menerus berkubang pada kenistaan, kemungkaran dan kerusakan.



Karenanya, jika kita menginginkan kebaikan pada diri anak, kebahagiaan bagi masyarakat, ketentraman bagi negara, hendaknya metode-metode ini tidak kita abaikan. Dan hendaknya kita berlaku bijaksana dalam memilih metode yang paling efektif dalam situasi dan kondisi tertentu. Semua ini bukanlah hal yang mustahil bagi Allah Yang Maha Perkasa,



Yüklə 295,9 Kb.

Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©genderi.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

    Ana səhifə