__________________________________________________________
46
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Tuberkulosis di Indonesia
BAB VIII
PENGOBATAN TUBERKULOSIS PADA KEADAAN KHUSUS
A TB
MILIER
•
Rawat inap
•
Paduan obat:
2 RHZE/ 4 RH
•
Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan
klinik, radiologik dan evaluasi pengobatan , maka
pengobatan lanjutan dapat diperpanjang sampai dengan 7
bulan 2RHZE/ 7 RH
•
Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada
keadaan
-
Tanda / gejala meningitis
-
Sesak napas
-
Tanda / gejala toksik
-
Demam tinggi
•
Kortikosteroid: prednison 30-40 mg/hari, dosis diturunkan
5-10 mg setiap 5-7 hari, lama pemberian 4 - 6 minggu.
B. PLEURITIS EKSUDATIVA TB (EFUSI PLEURA TB)
Paduan obat: 2RHZE/4RH.
•
Evakuasi cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuai
keadaan penderita dan berikan kortikosteroid
•
Dosis steroid : prednison 30-40 mg/hari, diturunkan 5-10 mg
setiap 5-7 hari, pemberian selama 3-4 minggu.
•
Hati-hati pemberian kortikosteroid pada TB dengan lesi luas
dan DM. Ulangan evakuasi cairan bila diperlukan
C.
TB DI LUAR PARU
Paduan obat 2 RHZE/ 1 0 RH.
Prinsip pengobatan sama dengan TB paru menurut ATS, misalnya
pengobatan untuk TB tulang,
TB sendi dan TB kelenjar
,
meningitis pada bayi dan anak lama pengobatan 12 bulan. Pada
__________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
47
Tuberkulosis di Indonesia
TB diluar paru lebih sering dilakukan tindakan bedah. Tindakan
bedah dilakukan untuk :
•
Mendapatkan bahan / spesimen untuk pemeriksaan
(diagnosis)
•
Pengobatan :* perikarditis konstriktiva
* kompresi medula spinalis pada penyakit Pott's
Pemberian kortikosteroid diperuntukkan pada perikarditis TB
untuk mencegah konstriksi jantung, dan pada meningits TB untuk
menurunkan gejala sisa neurologik.
D.
TB PARU DENGAN DIABETES MELITUS (DM)
•
Paduan obat: 2 RHZ(E-S)/ 4 RH dengan regulasi baik/ gula
darah terkontrol
•
Bila gula darah tidak terkontrol, fase lanjutan 7 bulan : 2
RHZ(E-S)/ 7 RH
•
DM harus dikontrol
•
Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena efek
samping etambutol ke mata; sedangkan penderita DM sering
mengalami komplikasi kelainan pada mata
•
Perlu diperhatikan penggunaan rifampisin akan mengurangi
efektiviti obat oral anti diabetes (sulfonil urea), sehingga
dosisnya perlu ditingkatkan
•
Perlu kontrol / pengawasan sesudah pengobatan selesai,
untuk mengontrol / mendeteksi dini bila terjadi kekambuhan
E. TB PARU DENGAN HIV / AIDS
•
Paduan obat yang diberikan berdasarkan rekomendasi ATS
yaitu: 2 RHZE/RH diberikan sampai 6-9 bulan setelah
konversi dahak
•
Menurut WHO paduan obat dan lama pengobatan sama
dengan TB paru tanpa HIV / AIDS.
•
Jangan berikan Thiacetazon karena dapat menimbulkan
toksik yang hebat pada kulit.
__________________________________________________________
48
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Tuberkulosis di Indonesia
•
Obat suntik kalau dapat dihindari kecuali jika sterilisasinya
terjamin
•
Jangan lakukan desensitisasi OAT pada penderita HIV /
AIDS (mis INH, rifampisin) karena mengakibatkan toksik
yang serius pada hati
•
INH diberikan terus menerus seumur hidup.
•
Bila terjadi MDR, pengobatan sesuai uji resistensi
F. TB PARU PADA KEHAMILAN DAN MENYUSUI
•
Tidak ada indikasi pengguguran pada penderita TB dengan
kehamilan
•
OAT tetap dapat diberikan kecuali streptomisin karena efek
samping streptomisin pada gangguan pendengaran janin
(Eropa)
•
Di Amerika OAT tetap diberikan kecuali streptomisin dan
pirazinamid untuk wanita hamil
•
Pada penderita TB dengan menyusui, OAT & ASI tetap
dapat diberikan, walaupun beberapa OAT dapat masuk ke
dalam ASI, akan tetapi konsentrasinya kecil dan tidak
menyebabkan toksik pada bayi
•
Wanita menyusui yang mendapat pengobatan OAT dan
bayinya juga mendapat pengobatan OAT dianjurkan tidak
menyusui bayinya, agar bayi tidak mendapat dosis
berlebihan
•
Pada wanita usia produktif yang mendapat pengobatan TB
dengan rifampisin dianjurkan untuk tidak menggunakan
kontrasepsi hormonal, karena dapat terjadi interaksi obat
yang menyebabkan efektiviti obat kontrasepsi hormonal
berkurang.
1.
TB Paru dan Gagal Ginjal
•
Jangan menggunakan OAT streptomisin, kanamisin dan
capreomycin
__________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
49
Tuberkulosis di Indonesia
•
Sebaiknya hindari penggunaan etambutol karena waktu
paruhnya memanjang dan terjadi akumulasi etambutol.
Dalam keadaan sangat diperlukan, etambutol dapat
diberikan dengan pengawasan kreatinin
•
Sedapat mungkin dosis disesuaikan dengan faal ginjal
(CCT, Ureum, Kreatnin)
•
Rujuk ke ahli Paru
2.
TB Paru dengan Kelainan Hati
•
Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan
pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan
•
Pada kelainan hati, pirazinamid tidak boleh digunakan
•
Paduan Obat yang dianjurkan / rekomendasi WHO:
2
SHRE/6 RH
atau 2 SHE/10 HE
•
Pada penderita hepatitis akut dan atau klinik ikterik ,
sebaiknya OAT ditunda sampai hepatitis akutnya
mengalami penyembuhan. Pada keadaan sangat
diperlukan dapat diberikan S dan E maksimal 3 bulan
sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan
6 RH
•
Sebaiknya rujuk ke ahli Paru
3. Hepatitis Imbas Obat
•
Dikenal sebagai kelainan hati akibat penggunaan obat-
obat hepatotoksik (drug induced hepatitis)
•
Penatalaksanaan
-
Bila klinik (+) (Ikterik [+], gejala / mual, muntah [+])
→ OAT Stop
-
Bila klinis (-), Laboratorium terdapat kelainan:
Bilirubin > 2
→ OAT Stop
SGOT, SGPT > 5 kali : OAT stop
SGOT, SGPT > 3 kali, gejala (+) : OAT stop
SGOT, SGPT > 3 kali, gejala (-)
→ teruskan
pengobatan, dengan pengawasan
__________________________________________________________
50
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Tuberkulosis di Indonesia
Paduan OAT yang dianjurkan :
•
Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)
•
Setelah itu, monitor klinik dan laboratorium. Bila klinik
dan laboratorium normal kembali (bilirubin, SGOT,
SGPT), maka tambahkan H (INH) desensitisasi sampai
dengan dosis penuh (300 mg). Selama itu perhatikan
klinik dan periksa laboratorium saat INH dosis penuh ,
bila klinik dan laboratorium normal , tambahkan
rifampisin, desensitisasi sampai dengan dosis penuh
(sesuai berat badan). Sehingga paduan obat menjadi
RHES
•
Pirazinamid tidak boleh digunakan lagi
__________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
51
Tuberkulosis di Indonesia
BAB IX
KOMPLIKASI
-
Batuk darah
-
Pneumotoraks
-
Luluh paru
-
Gagal napas
-
Gagal jantung
-
Efusi pleura
__________________________________________________________
52
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Tuberkulosis di Indonesia
BAB X
DIRECTLY OBSERVED TREATMENT SHORT COURSE (DOTS)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci
keberhasilan program penanggulangan tuberkulosis adalah dengan
menerapkan strategi DOTS, yang juga telah dianut oleh negara kita.
Oleh karena itu pemahaman tentang DOTS merupakan hal yang sangat
penting agar TB dapat ditanggulangi dengan baik.
DOTS mengandung lima komponen, yaitu :
1.
Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB nasional
2.
Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopik
3.
Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung,
dikenal dengan istilah DOT (Directly Observed Therapy)
4.
Pengadaan OAT secara berkesinambungan
5.
Monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang (
baku/standar
)
baik
Istilah DOT diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat
jangka pendek setiap hari oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)
Pengawasan dilakukan oleh :
Penderita berobat jalan
1.
Langsung di depan dokter
2.
Petugas kesehatan
3.
Orang lain (kader, tokoh masyarakat dll)
4.
Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah
Penderita dirawat
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah
petugas RS, selesai perawatan untuk pengobatan selanjutnya sesuai
dengan berobat jalan.
Tujuan :
•
Mencapai angka kesembuhan yang tinggi
__________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
53
Tuberkulosis di Indonesia
•
Mencegah putus berobat
•
Mengatasi efek samping obat
•
Mencegah resistensi
Dalam melaksanakan DOT, sebelum pengobatan pertama kali dimulai
harus diingat:
•
Tentukan seorang PMO
Berikan penjelasan kepada penderita bahwa harus ada seorang
PMO dan PMO tersebut harus ikut hadir di poliklinik untuk
mendapat penjelasan tentang DOT
•
Persyaratan PMO
PMO bersedia dengan sukarela membantu penderita TB sampai
sembuh selama 6 bulan. PMO dapat berasal dari kader dasawisma,
kader PPTI, PKK, atau anggota keluarga yang disegani penderita
•
Tugas PMO
Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik, memberikan
pengawasan kepada penderita dalam hal minum obat,
mengingatkan penderita untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai
jadwal, memberitahukan / mengantar penderita untuk kontrol bila
ada efek samping obat, bersedia antar jemput OAT jika penderita
tidak bisa datang ke RS /poliklinik
•
Petugas PPTI atau Petugas Sosial
Untuk pengaturan/penentuan PMO, dilakukan oleh PKMRS
(Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit), oleh
PERKESMAS (Perawatan Kesehatan Masyarakat) atau PHN
(Public Health Nurse), paramedis atau petugas sosial
•
Petugas sosial
Ialah volunteer yang mau dan mampu bekerja sukarela, mau
dilatih DOT. Penunjukan oleh RS atau dibantu PPTI, jika
mungkin diberi penghargaan atau uang transport
Penyuluhan tentang TB merupakan hal yang sangat penting,
penyuluhan dapat dilakukan secara :
•
Peroranga/Individu
Penyuluhan terhadap perorangan (penderita maupun keluarga)
dapat dilakukan di unit rawat jalan, di apotik saat mengambil obat
dll
__________________________________________________________
54
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Tuberkulosis di Indonesia
•
Kelompok
Penyuluhan kelompok dapat dilakukan terhadap kelompok
penderita, kelompok keluarga penderita, masyarakat pengunjung
RS dll
Cara memberikan penyuluhan
•
Sesuaikan dengan program kesehatan yang sudah ada
•
Materi yang disampaikan perlu diuji ulang untuk diketahui tingkat
penerimaannya sebagai bahan untuk penatalaksanaan selanjutnya
•
Beri kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, terutama hal yang
belum jelas
•
Gunakan bahasa yang sederhana dan kalimat yang mudah
dimengerti, kalau perlu dengan alat peraga (brosur, leaflet dll)
DOTS PLUS
•
Merupakan strategi pengobatan dengan menggunakan 5
komponen DOTS
•
Plus adalah menggunakan obat antituberkulosis lini 2
•
DOTS Plus tidak mungkin dilakukan pada daerah yang tidak
menggunakan strategi DOTS
•
Strategi DOTS Plus merupakan inovasi pada pengobatan MDR-
TB
__________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
55
Tuberkulosis di Indonesia
BAB XI
PENCEGAHAN
Pencegahan dapat dilakuka dengan cara :
•
Terapi pencegahan
•
Diagnosis dan pengobatan TB paru BTA positif untuk mencegah
penularan
Terapi pencegahan :
Kemoprofilaksis diberikan kepada penderita HIV atau AIDS. Obat yang
digunakan pada kemoprofilaksis adalah Isoniazid (INH) dengan dosis 5
mg / kg BB (tidak lebih dari 300 mg ) sehari selama minimal 6 bulan.
Dostları ilə paylaş: |