66 |
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 – 2015
§
Kulit
kaku yang kering, bersisik, dan retak-retak serta kaku.
§
Rambut kaki yang menipis.
§
Kelainan bentuk dan warna kuku (kuku yang menebal, rapuh,
ingrowing nail).
§
Kalus (mata ikan) terutama di bagian telapak kaki.
§
Perubahan bentuk jari-jari dan telapak kaki dan tulang-tulang
kaki yang menonjol.
§
Bekas luka atau riwayat amputasi jari-jari.
§
Kaki baal, kesemutan, atau tidak terasa nyeri.
§
Kaki yang terasa dingin.
§
Perubahan warna kulit kaki (kemerahan, kebiruan, atau
kehitaman).
3. Kaki diabetik dengan ulkus merupakan komplikasi diabetes yang
sering terjadi. Ulkus kaki diabetik adalah luka kronik pada daerah
di bawah pergelangan kaki, yang meningkatkan morbiditas,
mortalitas, dan mengurangi kualitas hidup pasien.
4. Ulkus kaki diabetik disebabkan oleh proses neuropati perifer,
penyakit arteri perifer (peripheral arterial disease), ataupun
kombinasi keduanya.
5. Pemeriksaan neuropati sensorik dapat dilakukan dengan
menggunakan monofilamen Semmes-Weinstein 10g, serta
ditambah dengan salah satu dari pemeriksaan : garpu tala
frekuensi 128 Hz, tes refleks tumit dengan palu refleks, tes
pinprick dengan jarum, atau tes ambang batas persepsi getaran
dengan biotensiometer. (B)
6. Penatalaksanaan kaki diabetik dengan ulkus harus dilakukan
sesegera mungkin. Komponen penting dalam manajemen kaki
diabetik dengan ulkus adalah :
§
Kendali metabolik (metabolic control): pengendalian
keadaan metabolik sebaik mungkin seperti pengendalian
kadar glukosa darah, lipid, albumin, hemoglobin dan
sebagainya.
§
Kendali vaskular (vascular control): perbaikan asupan
vaskular (dengan operasi atau angioplasti), biasanya
dibutuhkan pada keadaan ulkus iskemik.
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 – 2015
| 67
§
Kendali infeksi (infection control): jika terlihat tanda-tanda
klinis infeksi harus diberikan pengobatan infeksi secara agresif
(adanya kolonisasi pertumbuhan organisme pada hasil usap
namun tidak terdapat tanda klinis, bukan merupakan infeksi).
§
Kendali luka (wound control): pembuangan jaringan
terinfeksi dan nekrosis secara teratur. Perawatan lokal pada
luka, termasuk kontrol infeksi, dengan konsep TIME:
o
Tissue debridement (membersihkan luka dari jaringan
mati)
o
Inflammation and Infection Control (kontrol inflamasi dan
infeksi)
o
Moisture Balance (menjaga kelembaban)
o
Epithelial edge advancement (mendekatkan tepi epitel)
§
Kendali tekanan (pressure control): mengurangi tekanan
pada kaki, karena tekanan yang berulang dapat menyebabkan
ulkus, sehingga harus dihindari. Mengurangi tekanan
merupakan hal sangat penting dilakukan pada ulkus
neuropatik. Pembuangan kalus dan memakai sepatu dengan
ukuran yang sesuai diperlukan untuk mengurangi tekanan.
§
Penyuluhan (education control): penyuluhan yang baik.
Seluruh pasien dengan diabetes perlu diberikan edukasi
mengenai perawatan kaki secara mandiri. (B)
IV.3. Diabetes dengan Nefropati Diabetik
1. Nefropati diabetik merupakan penyebab paling utama dari
Gagal Ginjal Stadium Akhir.
2. Sekitar 20-40% penyandang diabetes akan mengalami nefropati
diabetik.
3. Didapatkannya albuminuria persisten pada kisaran 30-299
mg/24 jam merupakan tanda dini nefropati diabetik pada DM
tipe 2
4. Pasien yang disertai dengan albuminuria persisten pada kadar
30-299 mg/24 jam dan berubah menjadi albuminuria persisten
pada kadar ≥300 mg/24 jam sering berlanjut menjadi gagal
ginjal kronik stadium akhir.
68 |
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 – 2015
5. Diagnosis nefropati diabetik ditegakkan jika didapatkan kadar
albumin >30 mg dalam urin 24 jam pada 2 dari 3 kali
pemeriksaan dalam kurun waktu 3- 6 bulan, tanpa penyebab
albuminuria lainnya.
6. Klasifikasi nefropati diabetik tidak lagi menggunakan istilah
‘mikroalbuminuria’ dan ‘makroalbuminuria’ tetapi albuminuria
saja. Nefropati diabetik dibagi atas albuminuria persisten pada
level 30-299mg/24 jam dan albuminuria persisten pada level
≥300mg/24 jam.
7. Pemeriksaan lainnya adalah rasio albumin kreatinin. Nilai
diagnosis adalah:
§
Normal : <30mg/g
§
Rasio albumin kreatinin 30-299 mg/g
§
Rasio albumin kreatinin ≥300 mg/g
8. Penapisan dilakukan:
§
Segera setelah diagnosis DM tipe 2 ditegakkan.
§
Jika albuminuria <30 mg/24 jam dilakukan evaluasi ulang
setiap tahun. (B)
9. Metode Pemeriksaan
§
Rasio albumin/kreatinin dengan urin sewaktu
§
Kadar albumin dalam urin 24 jam: Monitoring albumin urin
secara kontinu untuk menilai respon terapi dan
progresivitas penyakit masih dapat diterima. (E).
10. Penatalaksanaan
§
Optimalisasi kontrol glukosa untuk mengurangi resiko
ataupun menurunkan progresi nefropati.
(A)
§
Optimalisasi kontrol hipertensi untuk mengurangi resiko
ataupun menurunkan progresi nefropati. (A)
§
Pengurangan diet protein pada diet pasien diabetes dengan
penyakit ginjal kronik tidak direkomendasikan karena tidak
mengubah kadar glikemik, resiko kejadian kardiovaskuler,
atau penurunan GFR. (A)
§
Terapi dengan penghambat ACE atau obat penyekat
reseptor angiotensin II tidak diperlukan untuk pencegahan
primer. (B).