Perkumpulan endokrinologi I n d o n e s I a


| Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 – 2015



Yüklə 0,63 Mb.
Pdf görüntüsü
səhifə19/26
tarix01.11.2017
ölçüsü0,63 Mb.
#7681
1   ...   15   16   17   18   19   20   21   22   ...   26

54 |

Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 – 2015

Diuretik dosis rendah



Penghambat reseptor alfa

Antagonis kalsium



4.  Pada  pasien  dengan  tekanan  darah  >120/80  mmHg

diharuskan melakukan perubahan gaya hidup (B).

5.  Pasien  dengan  tekanan  darah  sistolik  >140/80mmHg

dapat diberikan terapi farmakologis secara langsung (B).

6.  Terapi  kombinasi  diberikan  apabila  target  terapi  tidak

dapat dicapai dengan monoterapi (B).

7.  Catatan :

Penghambat  ACE,  penyekat  reseptor  angiotensin  II



(ARB = angiotensin II receptor blocker), dan antagonis

kalsium


golongan

non-dihidropiridin

dapat

memperbaiki albuminuria



Penghambat  ACE  dapat  memperbaiki  kinerja

kardiovaskular

Kombinasi  penghambat  ACE  (ACEi)  dengan  penyekat



reseptor angiotensin II (ARB) tidak dianjurkan

Pemberian  diuretik  (HCT)  dosis  rendah  jangka



panjang,  tidak  terbukti  memperburuk  toleransi

glukosa


Pengobatan  hipertensi  harus  diteruskan  walaupun

sasaran sudah tercapai

Tekanan  darah  yang  terkendali  setelah  satu  tahun



pengobatan,  dapat  dicoba  menurunkan  dosis  secara

bertahap

Pada  orang  tua,  tekanan  darah  diturunkan  secara



bertahap.

III.3.3. Obesitas pada Diabetes Melitus

1.  Prevalansi obesitas pada DM cukup tinggi, demikian pula

sebaliknya  kejadian  DM  dan  gangguan  toleransi  glukosa

pada obesitas sering dijumpai.

2.  Obesitas,  terutama  obesitas  sentral  berhubungan  secara

bermakna  dengan  sindrom  dismetabolik  (dislipidemia,

hiperglikemia,  hipertensi)  yang  didasari  oleh  resistensi

insulin.




Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 – 2015

| 55

3.  Resistensi  insulin  pada  diabetes  dengan  obesitas

membutuhkan pendekatan khusus.

4.  Penurunan  berat  badan  5-10%  sudah  memberikan  hasil

yang baik.

III.3.4 Gangguan Koaglukosasi pada Diabetes Melitus

1.  Terapi aspirin 75-162 mg/hari digunakan sebagai strategi

pencegahan primer pada penyandang DM dengan faktor

risiko  kardiovaskular  (risiko  kardiovaskular  dalam  10

tahun mendatang >10%). Termasuk pada laki-laki usia >50

tahun  atau  perempuan  usia  >60  tahun  yang  memiliki

tambahan paling sedikit satu faktor risiko mayor (riwayat

penyakit  kardiovaskular  dalam  keluarga,  hipertensi,

merokok, dyslipidemia, atau albuminuria) (C).

2.  Terapi  aspirin  75-162  mg/hari  perlu  diberikan  sebagai

strategi  pencegahan  sekunder  bagi  penyandang  DM

dengan


riwayat

pernah


mengalami

penyakit

kardiovaskular (A).

3.  Aspirin  dianjurkan  tidak  diberikan  pada  pasien  dengan

usia  dibawah  21  tahun,  seiring  dengan  peningkatan

kejadian sindrom Reye.

4.  Terapi  kombinasi  antiplatelet  dapat  dipertimbangkan

pemberiannya  sampai  satu  tahun  setelah  sindrom

koroner akut (B).

5.  Clopidogrel  75  mg/hari  dapat  digunakan  sebagai

pengganti aspirin pada pasien yang mempunyai alergi dan

atau kontraindikasi terhadap penggunaan aspirin (B).



III.4 Penyulit Diabetes Melitus

III.4.1. Penyulit Akut

1.  Krisis Hiperglikemia

Ketoasidosis  Diabetik  (KAD)  adalah  komplikasi  akut

diabetes yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa

darah  yang  tinggi  (300-600  mg/dl),  disertai  tanda  dan

gejala  asidosis  dan  plasma  keton  (+)  kuat.  Osmolaritas




56 |

Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 – 2015

plasma  meningkat  (300-320  mOs/ml)  dan  terjadi

peningkatan anion gap.

Status  Hiperglikemi  Hiperosmolar  (SHH)  adalah  suatu

keadaan dimana terjadi peningkatan glukosa darah sangat

tinggi (600-1200 mg/dl), tanpa tanda dan gejala asidosis,

osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380 mOs/ml),

plasma  keton  (+/-),  anion  gap  normal  atau  sedikit

meningkat.

Catatan:

Kedua  keadaan  (KAD  dan  SHH)  tersebut  mempunyai

angka  morbiditas  dan  mortalitas  yang  tinggi,  sehingga

memerlukan  perawatan  di  rumah  sakit  guna

mendapatkan penatalaksanaan yang memadai.

2.  Hipoglikemia

Hipoglikemia  ditandai  dengan  menurunya  kadar  glukosa

darah  <  70  mg/dl.  Hipoglikemia  adalah  penurunan

konsentrasi  glukosa  serum  dengan  atau  tanpa  adanya

gejala-gejala  sistem  otonom,  seperti  adanya  whipple’s

triad:

§

 



Terdapat gejala-gejala hipoglikemia

§

 



Kadar glukosa darah yang rendah

§

 



Gejala berkurang dengan pengobatan.

Sebagian

pasien

dengan


diabetes

dapat


menunjukkan  gejala  glukosa  darah  rendah  tetapi

menunjukkan  kadar  glukosa  darah  normal.  Di  lain  pihak,

tidak  semua  pasien  diabetes  mengalami  gejala

hipoglikemia  meskipun  pada  pemeriksaan  kadar  glukosa

darahnya rendah.Penurunan kesadaran yang terjadi pada

penyandang

diabetes

harus


selalu

dipikirkan

kemungkinan disebabkan oleh hipoglikemia. Hipoglikemia

paling  sering  disebabkan  oleh  penggunaan  sulfonilurea

dan  insulin.  Hipoglikemia  akibat  sulfonilurea  dapat

berlangsung lama, sehingga harus diawasi sampai seluruh

obat  diekskresi  dan  waktu  kerja  obat  telah  habis.

Pengawasan glukosa darah pasien harus dilakukan selama




Yüklə 0,63 Mb.

Dostları ilə paylaş:
1   ...   15   16   17   18   19   20   21   22   ...   26




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©genderi.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

    Ana səhifə