44 |
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 – 2015
Penghambat
SGLT2
- Dapagliflozin
- Canagliflozin*
- Empagliflozin*
- Tidak
menyebabkan
hipoglikemia
- ↓ berat badan
- ↓ tekanan darah
- Efektif untuk
semua fase DM
- Infeksi
urogenital
- Poliuria
- Hipovolemia/
hipotensi/
pusing
- ↑ ldl
- ↑ creatinin
(transient)
Tinggi
Agonis
reseptor
GLP-1
- Liraglutide
- Exenatide*
- Albiglutide*
- Lixisenatide*
- Dulaglutide*
- Tidak
menyebabkan
hipoglikemia
- ↓ glukosa darah
postprandial
- ↓ beberapa
faktor risiko CV
- Efek samping
gastro intestinal
(mual/ muntah/
diare)
- ↑ denyut
jantung
- Hyperplasia c-
cell atau tumor
medulla tiroid
pada hewan
coba
- Pankreatitis
akut?
- Bentuknya
injeksi
- Butuh latihan
khusus
Tinggi
Insulin
- Rapid-acting
analogs
§
Lispro
§
Aspart
§
Glulisine
- Short-acting
§
Human
Insulin
- Intermediate
acting
§
Human NPH
- Basal insulin
analogs
§
Glargine
§
Detemir
§
Degludec*
- Premixed
(beberapa
tipe)
- Responnya
universal
- Efektif
menurunkan
glukosa darah
- ↓ komplikasi
mikrovaskuler
(UKPDS)
- Hipoglikemia
- Berat badan ↑
- Efek mitogenik ?
- Dalam sediaan
injeksi
- Tidak nyaman
- Perlu pelatihan
pasien
Bervariasi
* saat ini obat belum tersedia di Indonesia
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 – 2015
| 45
Penjelasan untuk algoritme Pengelolaan DM Tipe-2
1. Daftar obat dalam algoritme bukan menunjukkan
urutan
pilihan.
Pilihan
obat
tetap
harus
mempertimbangkan tentang keamanan, efektifitas,
penerimaan pasien, ketersediaan dan harga (tabel-11).
Dengan demikian pemilihan harus didasarkan pada
kebutuhan/kepentingan penyandang DM secara
perseorangan (individualisasi).
2. Untuk penderita DM Tipe -2 dengan HbA1C <7.5%
maka pengobatan non farmakologis dengan modifikasi
gaya hidup sehat dengan evaluasi HbA1C 3 bulan, bila
HbA1C tidak mencapa target < 7% maka dilanjutkan
dengan monoterapi oral.
3. Untuk penderita DM Tipe-2 dengan HbA1C 7.5%-<9.0%
diberikan modifikasi gaya hidup sehat ditambah
monoterapi oral. Dalam memilih obat perlu
dipertimbangkan keamanan (hipoglikemi, pengaruh
terhadap jantung), efektivitas, , ketersediaan, toleransi
pasien dan harga. Dalam algoritme disebutkan obat
monoterapi dikelompokkan menjadi
a. Obat dengan efek samping minimal atau
keuntungan lebih banyak:
§
Metformin
§
Alfa glukosidase inhibitor
§
Dipeptidil Peptidase 4- inhibitor
§
Agonis Glucagon Like Peptide-1
b. Obat yang harus digunakan dengan hati-hati
§
Sulfonilurea
§
Glinid
§
Tiazolidinedione
§
Sodium Glucose coTransporter 2 inhibitors
(SGLT-2 i)
4. Bila obat monoterapi tidak bisa mencapai target
HbA1C<7% dalam waktu 3 bulan maka terapi
ditingkatkan menjadi kombinasi 2 macam obat, yang
terdiri dari obat yang diberikan pada lini pertama di
46 |
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 – 2015
tambah dengan obat lain yang mempunyai mekanisme
kerja yang berbeda.
5. Bila HbA1C sejak awal ≥ 9% maka bisa langsung
diberikan kombinasi 2 macam obat seperti tersebut
diatas.
6. Bila dengan kombinasi 2 macam obat tidak mencapai
target kendali, maka diberikan kombinasi 3 macam
obat dengan pilihan sebagai berikut:
a. Metformin + SU + TZD atau
+ DPP-4 i atau
+ SGLT-2 i atau
+ GLP-1 RA atau
+ Insulin basal
b. Metformin + TZD + SU atau
+ DPP-4 i atau
+ SGLT-2 i atau
+ GLP-1 RA atau
+ Insulin basal
c. Metformin + DPP-4 i + SU atau
+ TZD atau
+ SGLT-2 i atau
+ Insulin basal
d. Metformin + SGLT-2 i + SU atau
+ TZD atau
+ DPP-4 i atau
+ Insulin basal
e. Metformin + GLP-1 RA + SU atau
+ TZD atau
+ Insulin basal
f. Metformin + Insulin basal + TZD atau
+ DPP-4 i atau
+ SGLT-2 i atau
+ GLP-1 RA
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 – 2015
| 47
7. Bila dengan kombinasi 3 macam obat masih belum
mencapai target maka langkah berikutnya adalah
pengobatan Insulin basal plus/bolus atau premix
8. Bila penderita datang dalam keadaan awal HbA1C
≥10.0% atau Glukosa darah sewaktu ≥ 300 mg/dl
dengan gejala metabolik, maka pengobatan langsung
dengan
a. metformin + insulin basal ±
insulin prandial atau
b. metformin + insulin basal + GLP-1 RA
Keterangan mengenai obat :
1. SGLT-2 dan Kolesevalam belum tersedia di Indonesia.
2. Bromokriptin QR umumnya digunakan pada terapi tumor
hipofisis. Data di Indonesia masih sangat terbatas terkait
penggunaan bromokriptin sebagai anti diabetes
3. Pilihan obat tetap harus memperhatikan individualisasi
serta efektivitas obat, risiko hipoglikemia, efek
peningkatan berat badan, efek samping obat, harga dan
ketersediaan obat sesuai dengan kebijakan dan kearifan
lokal
4. Individualisasi Terapi
Manajemen DM harus bersifat perorangan. Pelayanan yang
diberikan berbasis pada perorangan dimana kebutuhan
obat, kemampuan dan keinginan pasien menjadi komponen
penting dan utama dalam menentukan pilihan dalam upaya
mencapai target terapi. Pertimbangan tersebut dipengaruhi
oleh beberapa hal antara lain : usia penderita dan harapan
hidupnya, lama menderita DM, riwayat hipoglikemia,
penyakit penyerta, adanya komplikasi kardiovaskular, serta
komponen penunjang lain (ketersediaan obat dan
kemampuan daya beli). Untuk pasien usia lanjut, target
terapi HbA1c antara 7,5-8,5% (B).