Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 – 2015
| 69
§
Terapi Penghambat ACE atau
Penyekat Reseptor Angiotensi
II diberikan pada pasien tanpa kehamilan dengan
albuminuria sedang (30-299 mg/24 jam) (C)dan albuminuria
berat (>300 mg/24 jam) (A).
11. Perlu dilakukan monitoring terhadap kadar serum kreatinin dan
kalium serum pada pemberian penghambat ACE, penyekat
reseptor angiotensin II, atau diuretik lain. (E)
§
Diuretik, Penyekat Kanal Kalsium, dan Penghambat Beta
dapat diberikan sebagai terapi tambahan ataupun pengganti
pada pasien yang tidak dapat mentoleransi penghambat
ACE dan Penyekat Reseptor Angiotensin II.
§
Apabila serum kreatinin ≥2,0 mg/dL sebaiknya ahli nefrologi
ikut dilibatkan.
§
Pertimbangkan konsultasi ke ahli nefrologi apabila kesulitan
dalam menentukan etiologi, manajemen penyakit, ataupun
gagal ginjal stadium lanjut. (B)
IV.4. Diabetes dengan Disfungsi Ereksi (DE)
1. Prevalensi DE pada penyandang diabetes tipe 2 lebih dari 10
tahun cukup tinggi dan merupakan akibat adanya neuropati
autonom, angiopati dan problem psikis.
2. DE perlu ditanyakan pada saat konsultasi pasien diabetes
dikarenakan kondisi ini sering menjadi sumber kecemasan
penyandang diabetes, tetapi jarang disampaikan oleh pasien.
3. DE dapat didiagnosis dengan menilai 5 hal yaitu : fungsi ereksi,
fungsi orgasme, nafsu seksual, kepuasan hubungan seksual,
dan kepuasan umum, menggunakan instrumen sederhana yaitu
kuesioner IIEF-5 (International Index of Erectile Function 5).
4. Apabila diagnosis DE telah ditegakkan, perlu dipastikan apakah
penyebab DE merupakan masalah organik atau masalah psikis.
5. Upaya pengobatan utama adalah memperbaiki kontrol glukosa
darah senormal mungkin dan memperbaiki faktor risiko DE lain
seperti dislipidemia, merokok, obesitas dan hipertensi.
§
Perlu diidentifikasi berbagai obat yang dikonsumsi pasien
yang berpengaruh terhadap timbulnya atau memberatnya
DE.
70 |
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 – 2015
§
Pengobatan lini pertama adalah terapi psikoseksual dan
medikamentosa
berupa
obat
penghambat
phosphodiesterase tipe 5 (sildenafil, taldanafil, dan
vardenafil). Apabila belum memperoleh hasil memuaskan,
dapat diberikan injeksi prostaglandin intrakorporal, aplikasi
prostaglandin intrauretral, dan penggunaan alat vakum,
maupun prostesis penis pada kasus dimana terapi lain tidak
berhasil.
IV.5. Diabetes dengan Kehamilan
Hiperglikemia yang terdeteksi pada kehamilan harus
ditentukan klasifikasinya sebagai salah satu di bawah ini: ( WHO
2013, NICE update 2014)
A. Diabetes mellitus dengan kehamilan
atau
B. Diabetes
mellitus gestasional
A. Diabetes Melitus tipe 2 dengan Kehamilan
§
Pengelolaan sebelum konsepsi
Semua perempuan diabetes mellitus tipe 2 yang berencana
hamil dianjurkan untuk :
o
Konseling mengenai kehamilan pada DM tipe 2
o
Target glukosa darah (Joslin, 2011) :
◊
GDP dan sebelum makan: 80-110 mg/dl
◊
GD 1 jam setelah makan : 100-155 mg/dl
◊
HbA1C: < 7%; senormal mungkin tanpa risiko sering
hipoglikemia berulang.
◊
Hindari hipoglikemia berat.
o
Suplemen asam folat 800 mcg – 1 mg / hari ( riwayat
neural tube defect : 4 mg/hari)
o
Hentikan rokok dan alcohol
o
Hentikan obat-obat dengan potensi teratogenik
o
Mengganti terapi anti diabetes oral ke insulin, kecuali
metformin pada kasus PCOS (
polycystic ovarium
syndrome).
o
Evaluasi retina oleh optalmologis, koreksi bila perlu
o
Evaluasi kardiovaskular
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 – 2015
| 71
§
Pengelolaan dalam kehamilan
o
Target optimal kendali glukosa darah (tanpa sering
hipoglikemia) : (ADA 2015)
◊
Glukosa darah sebelum makan, saat tidur malam hari:
60–99 mg/dL.
◊
GD setelah makan tertinggi: 100–129 mg/dL.
o
Target tekanan darah pada ibu yang disertai hipertensi
kronis : (ADA 2015)
◊
Sistolik : 110–129mmHg
◊
Diastolik : 65–79 mmHg
o
Kendali glukosa darah menggunakan insulin dengan dosis
titrasi yang kompleks, sebaiknya dirujuk pada dokter ahli
yang berkompeten.
B. Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes Melitus Gestasional akan dibahas secara terpisah pada
konsensus pengelolaan Diabetes Melitus Gestasional.
IV.6. Diabetes dengan Ibadah Puasa
Bagi penderita DM, kegiatan berpuasa (dalam hal ini puasa
Ramadhan) akan mempengaruhi kendali glukosa darah akibat
perubahan pola dan jadual makan serta aktifitas fisik. Berpuasa
dalam jangka waktu yang lama akan meningkatkan risiko terjadinya
komplikasi akut seperti hipoglikemia, hiperglikemia, ketoasidosis
diabetikum, dan dehidrasi atau thrombosis. Risiko tersebut terbagi
menjadi risiko sangat tinggi, tinggi, sedang dan rendah. Risiko
komplikasi tersebut terutama muncul pada pasien DM dengan
resiko sedang sampai sangat tinggi (lihat tabel 15).