72 |
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 – 2015
Tabel 15. Kategori Risiko Terkait Puasa Ramadan pada Pasien DM
Tipe 2
Risiko sangat tinggi pada pasien dengan:
§
Hipoglikemi berat dalam 3 bulan terakhir menjelang Ramadan.
§
Riwayat hipoglikemi yang berulang.
§
Hipoglikemi yang tidak disadari
(unawareness hypoglycemia).
§
Kendali glikemi buruk yang berlanjut.
§
DM tipe 1.
§
Kondisi sakit akut.
§
Koma hiperglikemi hiperosmoler dalam 3 bulan terakhir menjelang
Ramadan.
§
Menjalankan pekerjaan fisik yang berat.
§
Hamil.
§
Dialisis kronik.
Risiko tinggi pada pasien dengan:
§
Hiperglikemi sedang (rerata glukosa darah 150–300 mg/dL atau
HbA1c 7,5–9%).
§
Insufisiensi ginjal.
§
Komplikasi makrovaskuler yang lanjut.
§
Hidup “sendiri” dan mendapat terapi insulin atau sulfonilurea.
§
Adanya penyakit penyerta yang dapat meningkatkan risiko.
§
Usia lanjut dengan penyakit tertentu.
§
Pengobatan yang dapat mengganggu proses berpikir
Risiko sedang pada pasien dengan:
§
Diabetes terkendali dengan glinid (
short-acting insulin secretagogue).
Risiko rendah pada pasien dengan:
§
Diabetes “sehat” dengan glikemi yang terkendali melalui;
o
terapi gaya hidup,
o
metformin,
o
acarbose,
o
thiazolidinedione,
o
penghambat ensim DPP-4.
Sumber : Al-Arouj M, et al. Diabetes Care. 2010. 33: 1895–1902.
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 – 2015
| 73
Pertimbangan medis terkait resiko serta tatalaksana DM secara
menyeluruh harus dikomunikasikan oleh dokter kepada pasien DM
dan atau keluarganya melalui kegiatan edukasi. Jika pasien tetap
berkeinginan untuk menjalankan ibadah puasa Ramadhan, maka
ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
1. Satu-dua bulan sebelum menjalankan ibadah puasa, pasien
diminta untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara
menyeluruh meliputi kadar glukosa darah, tekanan darah, dan
kadar lemak darah, sekaligus menentukan resiko yang akan
terjadi bila pasien tetap ingin berpuasa.
2. Pasien diminta untuk memantau kadar glukosa darah secara
teratur, terutama pertengahan hari dan menjelang berbuka
puasa.
3. Jangan menjalankan ibadah puasa bila merasa tidak sehat.
4. Harus dilakukan penyesuaian dosis serta jadwal pemberian obat
hipoglikemik oral dan atau insulin oleh dokter selama pasien
menjalankan ibadah puasa
5. Hindari melewatkan waktu makan atau mengkonsumsi
karbohidrat atau minuman manis secara berlebihan untuk
menghindari terjadinya hiperglikemia post prandial yang tidak
terkontrol. Pasien dianjurkan untuk mengkonsumsi karbohidrat
kompleks saat sahur dan karbohidrat simple saat berbuka puasa,
serta menjaga asupan buah, sayuran dan cairan yang cukup.
Usahakan untuk makan sahur menjelang waktu imsak (saat
puasa akan dimulai).
6. Hindari aktifitas fisik yang berlebihan terutama beberapa saat
menjelang waktu berbuka puasa.
7. Puasa harus segera dibatalkan bila kadar glukosa darah kurang
dari 60 mg/dL (3.3 mmol/L). Pertimbangkan untuk membatalkan
puasa bila kadar glukosa darah kurang dari 80 mg/dL (4.4
mmol/L) atau glukosa darah meningkat sampai lebih dari 300
mg/dL untuk menghindari terjadi ketoasidosis diabetikum.
8. Selalu berhubungan dengan dokter selama menjalankan ibadah
puasa.
(Penjelasan
lengkap
dapat
dibaca
di
Buku
Panduan
Penatalaksanaan DM tipe 2 pada Individu Dewasa di Bulan
Ramadan)
74 |
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 – 2015
IV.7. Diabetes pada Pengelolaan Perioperatif
Diabetes menyebabkan peningkatan morbiditas, mortalitas dan
masa rawat pada pasien operasi. Tingkat kematian perioperatif pada
pasien diabetes 50% lebih tinggi dibandingkan pada pasien tanpa
diabetes. Penyebab dari kondisi ini adalah :
§
Resiko hipo/hiperglikemia
§
Faktor-faktor komorbid, di antaranya
komplikasi makro dan
mikrovaskular.
§
Pemberian obat-obatan yang kompleks, termasuk insulin.
§
Kesalahan dalam proses peralihan terapi insulin intravena ke
subkutan.
§
Resiko infeksi perioperatif.
§
Perhatian yang kurang dalam pemantauan pasien diabetes.
§
Kelalaian dalam mengidentifikasi pasien diabetes.
§
Tidak adanya pedoman institusi terhadap manajemen diabetes.
§
Kurangnya pengetahuan manajemen diabetes pada staf tenaga
kesehatan.
Persiapan operasi elektif maupun non-elektif dapat dilihat pada
pedoman terapi insulin di rumah sakit.
IV.8. Diabetes yang menggunakan steroid
1. Glukokortikoid sering memberikan efek samping metabolik
karena pengaruhnya dalam beberapa proseshomeostasis
glukosa, sensitivitas insulin, metabolisme lemak dan
adipogenesis.
2. Glukokortikoid dapat memicu diabetes dengan mengurangi
sensitivitas insulin, yaitu dengan menurunkan ikatan insulin pada
reseptornya, mengubah interaksi protein-protein pada insulin
cascade, meningkatkan lipolisis, dan mengganggu GLUT-4 dan
pendistribusian subselular
3. Manajemen pasien DM yang diobati dengan glukokortikoid
umumnya sama dengan pengobatan dengan DM pada
umumnya. Akan tetapi perlu dipikirkan kemungkinan DM
dipengaruhi oleh pemberian kortikosteroid.
4. Hiperglikemia pada pemberian steroid memerlukan pemahaman
dan penatalaksanaan khusus.